Odelina sadar, dia memang bisa menghindar dari orangnya, tapi tidak bisa menghindar dari masalahnya. Dan, pergi, jelas tidak bisa menyelesaikan masalah, terlebih lagi akar masalahnya. "Akan lebih baik jika Bu Yanti yang bisa membujuk Pak Daniel. Itu akan jadi solusi terbaik. Saya harap Bu Yanti bisa lebih berusaha untuk membujuknya," ujar Odelina. Yanti merasa wajahnya memanas mendengar kata-kata Odelina. Dia ingin Odelina menjauh dari Daniel, tapi Odelina malah berharap dia bisa menghentikan anaknya dari mengganggu Odelina.Setelah beberapa saat, Yanti berkata dengan nada memohon, "Odelina, saya pasti sudah mencari cara lain jika saya bisa. Anak saya itu benar-benar keras kepala. Saya hanya bisa meminta tolong sama kamu." "Odelina, saya nggak bermaksud merendahkan kamu, tapi pernikahan itu perlu sepadan. Kamu orang yang paham. Nggak perlu bicara tentang kamu yang sekarang sudah hidup tenang dan nggak mau mempertimbangkan menikah lagi. Bahkan jika kamu mempertimbangkan untuk menika
"Bu Yanti, ada hal lain yang ingin dibicarakan? Kalau nggak, saya pamit pergi dulu, Russel masih di mal, saya harus jemput Russel pulang." Odelina merasa sedikit tidak nyaman. Dia memang tidak pernah memiliki perasaan khusus terhadap Daniel, tapi permintaan Yanti benar-benar membuatnya tak nyaman.Odelina hanya menyewa toko milik Daniel, dan Daniel adalah teman baik adik iparnya. Ditambah dengan bantuan yang sudah diberikan Daniel kepadanya, membuat Odelina harus bersikap lebih hangat kepada Daniel. Namun, Odelina benar-benar tidak memiliki perasaan lebih dari itu. Entah mengapa malah dia yang harus menghadapi tekanan tidak langsung dari Yanti. Odelina merasa tidak bersalah, mengapa dia yang harus meninggalkan Mambera?"Ya sudah, silakan. Hati-hati di jalan, jalanan lagi padat," kata Yanti, berupaya untuk tetap bersikap lembut. Odelina mengambil kunci skuter listriknya, mengucapkan selamat tinggal pada Yanti, lalu berdiri dan pergi. Setelah Odelina pergi, Darius datang. Melihat i
Yanti berkata, "Entah gimana sih selera dia itu. Anakku hebat gitu dia nggak suka. Memangnya mau menikah dengan siapa lagi?" "Memangnya perempuan yang bercerai harus menikah lagi? Menurutku Odelina benar-benar kecewa, dia nggak akan mudah untuk menerima perasaan baru. Jika pun Daniel nggak menyerah, mungkin butuh bertahun-tahun untuk meluluhkan hati Odelina. Mungkin nanti bukan kamu yang menghalangi mereka, tapi malah kamu yang memohon Odelina untuk bersama anakmu." Yanti tampak kesal. "Aku nggak akan pernah memohon sama Odelina untuk jadi sama Daniel, kecuali jika hujan merah turun dari langit." Darius dalam hatinya berpikir, “Bicara terlalu pasti nanti malah kena batunya. Siapa tahu nanti Yanti malah yang harus menciptakan "hujan merah" untuk memohon pada Odelina agar menikah dengan anaknya.”Di mal, Daniel menjaga Russel dengan pikiran yang terganggu. Dia ingin menemui ibunya dan Odelina, ingin tahu apa yang mereka bicarakan. Apa Odelina jadi akan semakin tidak menerima perasaann
“Mama lagi ada urusan, sebentar lagi balik, kok.”Daniel berbohong. “Kita tunggu Mama di luar, yuk.”Russel setuju.Daniel menggendong Russel turun ke lantai satu, kemudian bertanya lagi, “Russel mau makan apa? Om Daniel beliin.”“Makasih, Om Daniel. Tapi aku punya banyak banget cemilan di rumah. Nggak perlu beli lagi.”Sekarang Russel kebanyakan bermalam di rumah tantenya. Pagi harim, baru kemudian Russel diantar ke sekolah oleh Dimas. Hanya saat keesokan harinya tidak perlu ke sekolah, barulah Russel tinggal bersama ibunya. Tante dan omnya sangat menyayangi Russel. Mereka membelikan Russel banyak sekali cemilan. “Yang ada di rumah tante, ya itu buat di rumah tante, Yang sekarang, Om Daniel yang beliin Russel. Russel kasih Om kesempatan buat show off, dong.”Russel memandangi Daniel. Dia tidak begitu mengerti dengan kalimat Daniel itu. Daniel tidak menjelaskan lebih lanjut. Dia malah bertanya, “Russel, kamu pernah nggak kepikiran jadiin Om Daniel sebagai papa kamu?”“Aku punya Pap
Daniel tak tahu harus berkata apa.Anak kecil ini, sungguh keras kepala."Russel."Odelina juga melihat kedua orang itu. Dia berjalan mendekat.Daniel, yang khawatir, mengingatkan Russel sekali lagi, dengan tegas meminta Russel untuk tidak mengatakan apa-apa. Namun, seolah tidak mendengar peringatannya, Russel melepaskan diri dari pelukan Daniel, dan berlari kecil menuju ibunya."Mama."Ketika Russel mendekat, Odelina menggenggam tangan kecilnya dan tersenyum bertanya, "Russel nggak mau main lagi?""Nggak mau, aku mau pulang.""Oke deh, kita pulang."Odelina melihat Daniel mendekat dan dengan sopan mengucapkan terima kasih, "Pak Daniel, terima kasih sudah bantu saya jagain Russel, ya.""Nggak perlu berterima kasih. Aku senang kok bantu jaga Russel."Daniel mengelus kepala Russel dan berkata, "Russel anak manis, gampang jagainnya."Odelina tersenyum, lalu berkata kepada Daniel, "Pak Daniel, Russel ingin pulang, jadi kami sekarang mau pulang dulu."Daniel segera berkata, "Aku antar kal
Daniel merasa canggung akibat ocehan Russel, begitu pula Odelina.Odelina menoleh ke arah Daniel. Daniel tersenyum canggung pada Odelina.Odelina kehabisan kata-kata, dia diam. Dia sedang memikirkan bagaimana sebaiknya menjawab pertanyaan Russel."Mama." Suara Russel terdengar lagi."Mama nggak setuju?""Russel."Odelina berbicara dengan lembut, "Russel sudah punya Papa. Om Daniel adalah Om Daniel, jadi akan selalu seperti itu.""Odelina," Daniel memanggilnya."Pak Daniel, Russel masih kecil. Dia masih belum ngerti, jangan bicarakan hal seperti ini sama dia. Kehidupan saya, juga bukan sesuatu yang bisa Russel putuskan."Odelina mengucapkan kalimatnya dengan sangat serius."Odelina, aku salah. Aku nggak seharusnya ngomong kayak gitu ke Russel sekarang. Tapi, Odelina, perasaanku sama kamu tulus, begitu juga dengan Russel, aku akan menyayanginya seperti anak kandungku sendiri,” ucap Daniel tulus. "Pak Daniel, saya sudah bilang, sekarang saya nggak mau mempertimbangkan soal cinta."Odeli
Russel sangat keras kepala.Sama seperti ketika saat Roni mengatakan hal buruk tentang Daniel di hadapannya. Russel bersikeras bahwa Om Daniel bukan orang jahat. Meskipun yang mengatakan itu adalah ayahnya, Russel tetap tidak mengubah pandangannya tentang Om Daniel.Orang baik adalah orang baik, orang jahat adalah orang jahat. Russel tidak bisa mengatakan orang jahat itu baik, dan tidak bisa mengatakan orang baik itu jahat."Mama bukan lagi nggak senang, kok, Sayang. Mama cuma lagi kepikiran sesuatu," kata Odelina sambil tersenyum. "Lihat, Mama senyum ‘kan sekarang."Russel pintar dan sensitif. Saat melihat ibunya tersenyum, dia pun percaya pada kata-kata ibunya. "Mama, apa benar Om Daniel ingin menikahi Mama? Jadiin Mama istri?"Setelah tenang, Russel bertanya kepada Odelina tentang topik ini lagi.Odelina terdiam lagi.Daniel ternyata benar-benar telah berbicara tentang segala hal itu dengan Russel.Russel masih sangat kecil, dia mengerti apa?Meskipun Russel bisa menerima Daniel se
Saat keluar dan melihat pipi Olivia dicium Russel, dia cemburu!Stefan menggendong Russel masuk ke dalam rumah sambil berbicara dengannya. “Om Stefan mau ngomong apa sama Russel?”Russel penasaran. Kemudian, Om Stefan berbicara panjang lebar kepadanya. Russel diam. Banyak hal yang tidak Russel pahami dari ucapan Stefan. Russel hanya mengerti satu hal. Om Stefan-nya bilang bahwa Russel adalah laki-laki. Dia tidak boleh sembarangan mencium pipi tantenya. Tapi, itu Tante Oliv-nya. Tante Oliv saja bisa mencium pipi kecilnya.Akhirnya, di pikiran Russel hanya ada satu kesimpulan: dunia orang dewasa itu sangat rumit dan sulit dipahami.Kata-kata Stefan kepada Russel membuat Olivia tidak bisa berkata-kata. Olicia hanya bisa berkata pada suaminya, "Sayang, kamu bawa Russel ke atas, ya. Mandi.""Sip. Oke."Stefan membawa Russel ke lantai atas, sambil berkata kepadanya, "Malam ini Om yang akan mandiin Russel.""Aku mau mandi mau bawa mainan.""Boleh, bawa pistol airmu.""Oke." Mereka berjal
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu