“Mau minum bareng?”Di rumah Stefan, mau rumah yang mana pun itu, selalu ada banyak koleksi anggur yang berkualitas.“Nggak, aku takutnya nanti mabuk. Kamu kalau mabuk ada istri yang bisa menjagamu. Aku ini jomblo, nggak ada yang akan menjagaku bahkan saat aku mabuk.”“Kok sedih gitu sih ngomongnya. Kamu juga bisa pergi kencan buta, cepat-cepat nikah dan mencari istri yang bisa menjagamu.”Reiki tersenyum dan berkata, “Melihat apa yang terjadi padamu, aku lebih baik menunggu jodohku datang.”“Ada apa denganku? Aku baik-baik saja!”“Iya, iya, baik sekali. Raut wajahmu itu nggak pernah nggak dingin dalam beberapa hari ini, tapi kerjamu jadi semakin cepat, sehingga menyusahkan bawahan-bawahan kita. Beberapa hari ini, semakin banyak karyawan yang lembur.”Adhitama Group tidak akan memaksa orang untuk lembur, asalkan karyawan bisa menyelesaikan pekerjaan mereka. Bukan hanya tidak perlu lembur, tapi juga boleh pulang lebih awal.Namun, kalau pekerjaan belum selesai, otomatis harus lembur. Pe
Reiki tidak heran kalau Roni memang selingkuh.Dia berkata, “Kakak iparmu itu berubah banyak setelah menikah. Roni naik ke jabatan yang tinggi dan semua wanita yang ada di sekitarnya jauh lebih cantik dari iparmu. Lama kelamaan, dia pasti jadi nggak menyukai iparmu lagi.”Tatapan Stefan dingin. Suaranya juga dingin ketika berkata, “Mengapa perubahannya begitu besar? Karena dia mencintai pria itu, nggak takut badannya berubah dan melahirkan anak untuk pria itu. Setelah punya anak, dia menjaga anaknya sendiri dan mengurus rumah tangga supaya suaminya bisa bekerja dengan tenang. Dia mengorbankan masa mudanya dan kecantikannya.”Stefan juga menyakui bahwa kakak iparnya berubah terlalu banyak setelah menikah. Setidaknya, dia harus menurunkan berat badan.Namun, ini bukan alasan bagi Roni untuk selingkuh. Roni memang sudah dari sananya tidak berperasaan. Dulunya belum kelihatan, sekarang setelah menjabat posisi tinggi dan sukses dalam karirnya, dia jadi mulai tidak menyukai paras istrinya se
“Kak, apa ini?”Calvin sebenarnya sudah mencium bau seafood yang amis.“Seafood. Ada temanku yang membawanya setelah pulang dari liburan. Dia memberiku banyak sekali dan semuanya masih segar. Aku dan kakakmu nggak bisa makan sebanyak itu, jadi aku membagikannya untuk kalian bawa pulang.”Calvin melirik ke arah neneknya. Melihat neneknya tidak menolak, dia berkata, “Banyak sekali.”Keluarga mereka sama sekali tidak kekurangan seafood, tapi karena ini pemberian kakak iparnya, dia sebaiknya tetap membawanya pulang.“Nek, bagikan ini ke semua orang untuk dicicip.”Olivia menyiapkan satu porsi untuk masing-masing keluarga, mengemasnya secara terpisah dalam kantong. Sepulang ke rumah, Nenek Sarah tinggal mengambil satu porsi. Jumlahnya juga sama.“Oke, aku akan membaginya.”Nenek Sarah menunggu sampai Calvin memasukkan seafood itu ke dalam mobil. Dia bahkan tak lupa berkata pada Olivia, “Olivia, Nenek sudah mengirim pesan ke Stefan nanti, menyuruhnya untuk pulang dan menemanimu makan. Setela
Olivia pergi naik mobil.Stefan memperhatikannya pergi sebelum masuk ke toko. Dia kemudian melihat bahan-bahan makanan yang belum Olivia simpan, tapi dia tidak mengerti harus diapakan, jadi dia menyerah dan pergi ke dapur.Dia mencuci panci, memasukkan sedikit air ke dalamnya, lalu memasukkan sepiring lauk yang tidak habis dimakan tadi siang ke dalamnya. Kemudian, dia membuka kompor dan memanaskan sepiring lauk itu.Karena bosan, dia pun membuka dan melihat-lihat isi kulkas. Dia melihat kulkas itu penuh dengan seafood.Semuanya diberi oleh Amelia.Amelia cukup murah hati juga pada Olivia, sampai membawakan begitu banyak seafood ke sini.Ketika teringat bahwa Olivia lah yang mengajari Amelia bagaimana harus mendapatkan cintanya, karena itulah Amelia memberi begitu banyak seafood, dan dia sendiri bahkan juga makan cukup banyak siang tadi ....“Kak Olivia. Kak Olivia.” Terdengar teriakan Albert dari luar.Stefan segera mengecilkan api kompor, lalu cepat-cepat masuk kamar mandi dan menutup
Stefan keluar dari kamar mandi saat mendengar langkah kaki menjauh.Untungnya, Nenek menyuruhnya datang ke sini. Untungnya, dia tidak keras kepala dan memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh Nenek untuk memperbaiki hubungan ini. Kalau tidak, Albert jadi punya kesempatan untuk berduaan dengan Olivia.Olivia menjawab teleponnya dengan cepat, “Albert, ada apa?”“Kak Olivia, kamu nanti ada waktu kosong, nggak? Sekitar jam 7.30.”“Ada apa?” Olivia tidak menjawab dia ada waktu atau tidak, langsung menanyakan apa yang diinginkan pria itu.Albert ragu-ragu sejenak, kemudian berkata, “Aku mau menghadiri sebuah acara bisnis di Mambera Hotel nanti dan membutuhkan pendamping wanita. Kak, Kakak kan tahu sendiri, aku nggak punya pacar. Aku butuh bantuan Kakak untuk menemaniku pergi ke acara itu.”Olivia bahkan tidak memikirkannya lagi dan langsung menolak, “Kamu minta Junia saja yang temani. Aku nggak punya waktu. Suamiku masih menungguku di toko untuk makan bersama.”Olivia hanya menganggap Alb
Stefan bilang tidak perlu beli lauk lagi, tapi Olivia tetap membeli dua jenis lauk serta dua porsi nasi putih.Setelah membayar, dia menjinjing makanan yang dia beli keluar dari restoran cepat saji dan kembali ke mobil.“Kring, kring, kring.” Ponselnya berdering lagi.Kali ini, Stefan yang menelepon.Albert sempat datang ke toko, lalu pergi. Stefan tidak tenang, jadi menelepon Olivia.Sebelum Stefan mengatakan sesuatu, Olivia berkata, “Aku akan segera kembali.” Lalu, dia menutup teleponnya.Stefan terdiam lama sekali karena teleponnya ditutup dengan cepat oleh istrinya.Dia tahu, Olivia masih marah.Mereka berdua belum benar-benar berbaikan, tapi karena Nenek sudah ikut campur, mereka hanya menghormati Nenek.Olivia memang segera kembali ke toko.“Lauknya sudah dipanaskan? Sudah boleh makan,” tanya Olivia pada Stefan yang duduk di depan kasir sambil menjinjing makanan yang dia beli dan berjalan masuk ke toko.“Sudah.” Stefan langsung berdiri ketika melihat Olivia pulang, berjalan menge
“Kalau mau, kita juga bisa pergi ke pantai untuk liburan akhir pekan dan makan seafood yang segar.”Ini pertama kalinya Stefan menyarankan mereka pergi liburan akhir pekan.“Ini sudah bulan November.”“Asalkan matahari masih bersinar seperti biasa, bulan November di Mambera masih panas di siang hari. Cocok untuk liburan ke pantai. Nggak terlalu dingin dan nggak terlalu panas.”Olivia mengelus perutnya, “Kita bahas lagi saja nanti. Aku juga nggak bisa bilang iya sekarang, takutnya ada urusan lain di akhir pekan.”Stefan menggumam mengiyakan.Setelah membereskan meja, dia pergi ke dapur untuk mencuci piring. Dia mendengar istrinya mengingatkan, “Jangan pakai terlalu banyak sabun cuci piring. Nanti satu baskom busa semua.”Stefan mengerutkan kening dan tidak mengatakan apa-apa.Stefan mencuci piring selama sepuluh menit.Dia sempat membuka kulkas tadi, jadi tahu di dalam kulkas ada sedikit buah-buahan.Dia mencuci piring buah, lalu mengeluarkan beberapa buah dari kulkas, mencucinya dan me
Melihat mata Olivia tertuju pada ponselnya, Stefan rasanya memiliki dorongan untuk melangkah maju dan merebut ponsel itu.Untungnya, dia memiliki pengendalian diri yang kuat dan tidak benar-benar melakukan itu.Jangan sampai hubungan mereka memburuk lagi.Dia berjalan mendekat, berdiri di hadapan Olivia dan memanggil dengan suara pelan, “Istriku.”“Buk!”Olivia sangat terkejut dengan kata “Istriku” itu, sehingga dia menjatuhkan ponselnya ke lantai.Dia buru-buru membungkuk untuk mengangkat ponselnya itu, dan ketika dia melihat layarnya lecet, dia langsung berkata dengan sedih, “Case ponselku ini 200 ribu.”Stefan mengambil ponsel istrinya itu dan melihatnya. Retak dan jadi jelek. Mendengar istrinya menyayangkan case ponselnya, dia pun berkata, “Aku ganti sepuluh buah.”“Lebih banyak lagi, deh. Aku takutnya kalau sarafmu ada yang error dan kamu panggil aku ‘Istriku’ lagi, case ponselku ini masih harus dijatuhkan beberapa kali.”Sudut mulut Stefan berkedut. Dia memandang wanita itu dalam
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu