Daniel menggenggam tangan Odelina dan menatapnya dalam. Melihat Odelina yang semangat dan penuh percaya diri membuatnya semakin jatuh cinta."Odelina."Kepala lelaki itu semakin mendekat dan bertanya, "Aku ... aku boleh menciummu?"Odelina diam dengan wajah memerah. Dia sudah bukan anak gadis dan pernah menikah bahkan cerai. Namun, ucapan lelaki itu membuat wajahnya memerah malu. Pemandangan itu membuat Daniel semakin tidak bisa menahan dirinya.Daniel sudah cukup lama jatuh cinta pada perempuan itu dan mereka hanya pernah saling bergandeng tangan saja, tidak pernah lebih dari itu."Odelina, kamu bersedia?"Dia menahan wajah Odelina dan memaksa perempuan itu menatapnya. Keduanya saling bertatapan dan lelaki itu semakin mendekat. Napas hangatnya terasa di wajah Odelina. Rasa malu perempuan itu membuat Daniel menjadi makin berani tanpa sadar.Karena tidak mendapat jawaban, Daniel menyentuh bibir itu dengan pelan dan lembut. Melihat Odelina memejamkan matanya, dia memeluk tubuh itu dengan
Daniel tidak mengatakan bahwa dia orang yang tidak berguna agar Odelina tidak khawatir dan memberikan banyak kata penyemangat padanya.Odelina membilas teko air dan membuat air panas. Setelah itu, dia mencuci gelas dan mengambil satu bungkus teh hijau. Setelah selesai, dia membawa teh hijau itu dan meletakkannya di nakas samping kasur.“Sekarang masih sangat panas, nanti baru minum.”Ponsel Odelina tiba-tiba berdering. Dia mengeluarkan ponselnya dan berkata, “Olivia yang telepon.”Dia bergegas menerimanya karena khawatir adiknya terjadi sesuatu.“Olivia, kenapa?”“Mama.”Terdengar suara Russel dari seberang telepon.“Russel, akhirnya Russel ingat Mama dan tahu harus telepon Mama?”Bocah itu memanyunkan bibirnya dengan ekspresi sedih dan memanggil ibunya lagi. Mendengar suara putranya yang nyaris menangis itu membuat Odelina bertanya , “Russel kenapa? Marah? Kamu berantem dengan temanmu?”“Nggak, Om Daniel jahat sekali, dia diam-diam kabur cari Mama dan nggak bilang sama aku. Aku min
“Jumat ini begitu kamu pulang sekolah, Om bawa kamu ke sini. Lalu hari minggu sore pulang lagi, oke?” ujar Daniel. Dengan begitu, hari jumat dia bisa terang-terangan menemani Odelina dengan alasan tersebut.“Sungguh? Om Daniel nggak membohongiku?”“Sudah dibilang Om nggak bohong anak kecil. Om Daniel paling jujur, kamu nggak merasakan itu?”Russel berpikir sejenak dan merasa Daniel biasanya memang jujur dan berkata, “Aku percaya dengan Om Daniel. Mamaku setuju kita ke sana? Kita ke sana nggak akan mengganggu Mama kerja?”Tantenya bilang ibunya belakangan sangat sibuk. Russel tahu jika ibunya sibuk demi dirinya. Ibunya bilang ingin mendapatkan uang yang banyak agar hidup Russel nyaman. Namun, Russel merasa hidupnya sudah sangat nyaman. Dia tidak ingin ibunya begitu sibuk.Namun, ibunya bersikeras ingin bekerja dan mencari uang. Russel merasa dirinya anak yang pengertian dan harus mendukung ibunya.“Nggak, kita ke sini akhir pekan, mamamu juga sedang istirahat. Kebetulan kita bisa menema
Russel merasa sangat kecewa. Dia tidak mungkin membiarkan temannya dihukum hanya agar bermain dengannya.Mendengar ucapan Liam membuat Olivia bertanya dengan penasaran, “Kamu mengerti buku medis dan bisa menyalinnya?”Liam dan Russel seumuran, tetapi Russel baru bisa menulis beberapa angka saja dan menghafal puisi. Odelina dan Olivia merasa di usia anak-anak, yang terpenting adalah mereka bisa makan dan minum serta bermain dengan baik. Biarkan mereka menikmati masa kecil yang bahagia dan jangan memberi tekanan belajar yang berlebihan.Oleh karena itu, kehidupan sekolah Russel terlihat sangat santai dan bahagia. Meski begitu, ada masa di mana Russel enggan bersekolah dan setiap pagi akan mengatakan dia tidak mau pergi ke sekolah. Mungkin karena sudah kehilangan rasa penasaran dan ingin tahunya.“Aku nggak mengerti, Kakek Guru akan mengajariku menghafal buku medis. Aku bisa mengingatnya, tapi nggak tahu artinya. Kalau nggak bisa menyalin juga harus menyalin tulisannya, kalau nggak Kakek
Yanti memikirkan bahwa Daniel bersedia menjadi ayah sambung bagi Russel, siapa tahu kelak Odelina akan melahirkan seorang anak lagi karena Russel. Bocah itu selalu minta seorang adik. Semua orang menganggap anak yang ada di dalam perut Olivia adalah seorang lelaki.Jika Russel ingin adik perempuan, dia akan meminta pada ibunya. Dengan begitu, Daniel akan memiliki anak kandungnya sendiri. Meski seorang perempuan juga tidak masalah. Tentu saja itu hanya harapan kecilnya saja yang tidak berani dia tunjukkan. Kecelakaan Daniel telah mengikis pandangan keluarga Lumanto tentang status sosial.“Pulang dulu, kalau ada waktu baru datang lagi. Seharusnya Russel akan sering datang.”Olivia tetap ingin membawa kedua anak itu pulang. Yanti juga tidak ada cara lain sehingga dia memberikan banyak vitamin dan diberikan secara paksa untuk Olivia bawa pulang.“Tante, lihatlah badanku semakin lebar. Kalau makan ini lagi, aku akan menjadi gentong.”Olivia sekarang sangat takut sekali dengan vitamin. Di ru
Olivia tidak langsung pulang ke rumah, tetapi mengantarkan Liam ke tempatnya Jonas. Yose dan Mulan datang ke Mambera dan tinggal di vilanya lelaki itu. Setelah tiba di rumahnya Jonas, dia mengembalikan Liam pada Mulan dan seketika dia merasa lega.“Tante, aku masih boleh main sebentar?”Setelah menyadari bahwa dia akan berpisah dengan temannya, Russel menjadi tidak rela. Dia ingin bermain lagi meski hanya setengah jam saja.“Setelah Liam kembali, harus lama sekali baru bisa main bersamaku.”Olivia menatap Mulan dan perempuan itu berkata, “Kami masih harus membereskan barang. Mungkin sekitar setengah jam lagi sudah akan pulang.”“Biarkan mereka main setengah jam lagi. Liam juga nggak rela berpisah dengan Russel. Tapi juga nggak boleh biarkan mereka main terus, bisa sulit mengembalikan fokus mereka.”“Benar sekali. Kalau sekali main, dia akan ingin main terus dan nggak mau sekolah. Kalau bukan karena ada Liam yang jadi pembanding, Russel harus dipaksa ke sekolah seperti Amelia.”Mulan te
Olivia tiba-tiba teringat ahli spiritual yang meramal pernikahannya dengan Stefan. Ahli spiritual itu mengatakan kalau kehidupan mereka akan bahagia dan sempurna, punya anak laki-laki dan perempuan.Namun, jika Olivia melahirkan seorang anak perempuan, apakah dia bisa membesarkan anaknya itu hingga dewasa? Bagaimana kalau dia seperti leluhur keluarga Adhitama, yang tidak bisa membesarkan anak perempuan hingga dewasa meskipun dia bisa melahirkan anak perempuan?Kalau begitu, Olivia lebih memilih tidak punya anak perempuan. Daripada dia harus melihat sendiri anaknya kehilangan napas sedikit demi sedikit. Itu adalah hal yang amat sangat menyakitkan.Ahli spiritual sudah mengatakan bukan karena ada yang salah dengan feng shui Vila Permai. Dia juga mengatakan, feng shui Vila Permai justru mendatangkan kekayaan dan kemakmuran.“Ada apa, Oliv? Kenapa raut mukamu tiba-tiba berubah begini?” tanya Amelia yang menyadari perubahan ekspresi wajah Olivia.“Jangan-jangan karena kamu pernah dengar aku
Mulan menimpali, “Benar, kadang-kadang Liam juga begitu. Kalau dia lagi main sendirian, nggak ada yang jaga, diam saja nggak ada suara, sekali pergi lihat, kamu pasti lihat dia lagi merusak sesuatu. Pernah suatu kali dia corat-coret lantai pakai lipstik aku.”Amelia tidak pernah mengasuh anak. Anak yang paling sering dia temui hanyalah Russel. Di matanya, Russel selalu pengertian, imut dan pintar. Tidak disangka, Russel memiliki sisi yang tidak Amelia ketahui.Amelia merasa anak-anak seperti malaikat kecil. Seperti keponakannya, tidak terlihat tampan saat baru dilahirkan. Namun semakin hari si kecil terlihat semakin tampan. Rasanya wajah si kecil terus berubah setiap harinya.Setiap hari Amelia mengambil beberapa foto keponakannya. Dia bilang dia sedang membuat dokumentasi pertumbuhan keponakannya. Hanya saja, keponakannya itu sedikit cengeng. Lapar menangis, buang air besar atau buang air kecil menangis. Anak-anak yang belum bisa bicara hanya tahu menangis.Mulan dan Olivia mengobrol
Dewi tidak pernah memerhatikan perusahaan menantunya sebesar apa. Dia hanya tahu usaha sayuran dan buah-buahan menantunya sudah stabil. Banyak bekerja sama dengan banyak hotel besar, sekolah dan juga perusahaan.Dia juga tahu Olivia sangat mementingkan kualitas dari sayurannya. Sebisa mungkin dia menggunakan pupuk organik. Dia mengumpulkan pupuk organik dari mana pun. Penggunaan pestisida juga diusahakan seminimal mungkin. Kalau bisa tidak menggunakan pestisida, maka dia tidak akan menggunakannya.Orang yang bertanggung jawab mengelola sayurannya juga memiliki pengalaman lebih dari sepuluh tahun dalam bertani.Olivia berkata bahwa sayuran di perusahaannya harus memasok kantin di berbagai universitas. Mahasiswa adalah tunas bangsa dari masa depan negara. Dia tidak bisa merugikan mereka hanya demi uang sehingga harus memastikan mahasiswa yang memakannya akan makan dengan tenang.Jika dia pergi ke kebun, dia juga akan memetik beberapa sayur untuk dibawa pulang dan dimakan. Sebagai pemili
"Tentu saja akan mirip dengan mereka berdua, itu anak mereka. Lagipula, jangan sering-sering bilang soal cucu laki-laki di rumah. Kalau mamamu dengar, bisa dimarahi habis-habisan. Dia itu inginnya punya cicit perempuan," ujar Dewi.Handi menanggapi, "Memangnya itu bisa terjadi seperti yang dia inginkan? Aku berani jamin, bayi di perut Olivia pasti laki-laki, cucu pertama kita. Aku nggak masalah apakah cucu itu laki-laki atau perempuan, tapi cucu pertama, itu adalah permata hatiku." "Nanti kita tinggal menikmati masa tua sambil bermain dengan cucu-cucu." "Bagaimanapun, katanya Stefan dan Olivia punya nasib memiliki anak lelaki dan perempuan. Apa yang memang sudah digariskan, pasti akan terjadi. Kita pasti akan punya cucu perempuan juga nantinya. Kalau anak pertama mereka laki-laki, beberapa tahun lagi mereka bisa mencoba lagi untuk anak kedua. Siapa tahu nanti mereka punya anak laki-laki dan perempuan," tambah Handi. Dewi sendiri tidak terlalu peduli apakah cucu pertama mereka laki-l
Ronny terdiam sejenak dan berkata, “Pekerja biasa nggak punya pilihan. Mungkin tahun ini aku nggak bisa pulang untuk merayakan Tahun Baru." Wajah Dewi seketika menggelap. Putranya merupakan seorang tuan muda malah menjadi pekerja biasa."Kalau kamu nggak pulang untuk Tahun Baru, kamu sendiri yang harus bicara dengan nenekmu, ya," ujar Dewi sambil mengomel, "Mama benar-benar nggak tahu apa yang ada di pikiranmu. Tahun Baru sudah dekat, tapi kamu malah pergi sejauh itu. Bahkan nggak tahu kapan bisa kembali." Sesuai apa yang dikatakan anaknya, sekarang pemuda sudah menjadi pekerja biasa, tidak punya pilihan. bukan lagi bisa datang dan pergi semaunya. "Oh iya, apakah di keluarga Pangestu hanya ada satu koki? Kalau ada beberapa, kalian bisa bergiliran libur. Waktu Tahun Baru, ambil saja cuti tahunan. Meski pekerja biasa, tetap ada cuti tahunan, ‘kan? Lihat saja pekerja kita di rumah. Kalau mereka ingin pulang untuk Tahun Baru, cukup bilang ke Pak Joni lebih awal, dia pasti mengatur semua
Olivia juga merasa percaya diri dan tidak merasa rendah hanya karena latar belakang keluarganya.Dengan pandangan sebagai nyonya rumah saat ini, Dewi merasa bahwa Olivia kelak juga akan menjadi nyonya rumah yang layak. Tentu saja, dia tidak ingin penerus yang dia bimbing dengan susah payah ini nantinya ditindas oleh menantu kedua.Entah sudah berapa kali Dewi mengeluhkan ibunya dalam hati. Selain Olivia, semua calon menantu yang dipilih oleh mertuanya itu masing-masing lebih hebat daripada yang lainnya. Hal ini memberikan tekanan besar bagi Olivia.Sebagai seorang ibu, Dewi tentu merasa kasihan kepada menantunya yang menghadapi tekanan besar seperti itu."Belum, besok sore baru uji coba kedua. Pak Jaka khawatir kalau aku tinggal di luar, mungkin ada yang berniat jahat, jadi dia menjemputku untuk tinggal semalam di dalam area rumah keluarga Pangestu. Kalau nanti aku diterima, tempat ini juga akan menjadi tempat tinggalku," jelas Ronny."Ibu, meskipun tempat tinggalnya sedikit kecil, tet
“Ingat buat daftar bahan-bahan yang kamu butuhkan untuk masakanmu besok dan kirimkan ke saya,” ujar Pak Jaka sebelum pergi.“Baik.”Ronny berdiri di pintu dan menatap kepergian Pak Jaka. Setelah sosok lelaki itu menghilang dari pandangan, pemuda itu baru masuk ke dalam kamar. Tempat tinggal yang disediakan untuknya berupa apartemen satu kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur, satu kamar mandi, dan satu balkon. Luasnya sekitar 70 meter persegi. Bagi Ronny yang terbiasa tinggal di rumah besar, apartemen ini terasa tidak terlalu luas, tetapi bagi orang biasa, kondisi tempat tinggal ini sudah sangat baik. Di dalamnya, semua perlengkapan hidup sudah tersedia, dan semuanya dalam kondisi baru. Ronny mengeluarkan ponselnya dan merekam video dari pintu masuk apartemen hingga ke balkon, lalu mengirimkan video itu ke grup keluarga. Dia juga menulis pesan di grup, "Ini adalah apartemen yang disediakan keluarga Pangestu untuk para koki mereka. Kondisinya cukup bagus." Bahkan bisa dibandingkan
“Lumayan, karena nggak ada aktivitas di luar jadi nggak merasa dingin.”Di hotel ada penghangat jadi tidak membuatnya kedinginan. Begitu pula di kediaman keluarga Pangestu. Pekerjaan yang dia lamar adalah seorang koki. Tentu saja tempat kerjanya adalah di dapur. Semua ruangan yang ada di dalam rumah juga pasti akan terasa hangat. Kemungkinan dia akan berkeringat ketika sibuk.“Musim dingin di Mambera sama sekali nggak dingin, ya? Saya nggak pernah ke sana, dan hanya tahu di sana sangat Makmur karena termasuk kota besar.”“Kalau bagi kalian tentu saja nggak dingin, tapi bagi kami pasti akan terasa dingin. Di mana pun pasti ada yang miskin dan makmur.”“Benar juga, di sini ada Kota Aldimo yang juga kota besar. Tapi juga ada banyak desa yang kondisinya nggak begitu baik.” Zhan Yuan dengan suara lembut berkata, "Sama saja. Bahkan di provinsi dengan ekonomi maju, di daerah terpencil dan desa-desa terpencil, kondisinya tetap ada yang nggak begitu baik." Sekitar sepuluh menit kemudian, mere
Iwan berkata, “Papa merasa kalau Pak Ronny bukan orang biasa.”“Bukan orang biasa bagaimana? Siapa yang bukan orang biasa? Memangnya pahlawan super?”Iwan hanya diam saja. Dia hanya merasa bahwa Ronny memancarkan aura kemewahan, berbeda dengan mereka yang para koki biasa. "Papa, masih mau mengunjungi orang lain?" "Orang-orang itu berjaga-jaga sama kita seperti kita ini pencuri. Nggak usah lagi. Kali ini, Papa punya firasat bahwa Pak Ronny akan menang." Iwan menghela napas berat. Pada akhirnya, dia merasa kemampuannya tidak sebanding. Tina mencoba menghibur ayahnya. "Papa, keluarga Pangestu belum mengumumkan hasilnya. Kita belum tahu siapa yang akan menang di akhir nanti. Siapa tahu, saat uji coba kedua nanti, Pak Ronny gugup dan membuat kesalahan." “Nggak akan. Dia memang masih muda, tapi seperti orang yang sudah terbiasa menghadapi badai kehidupan.”Kesan Iwan pada Ronny sebagai saingannya cukup baik. Namun, putrinya merasa bahwa selain tampan, Ronny tidak terlihat dewasa dan tena
Ronny memberitahukan kepada kepala pelayan hotel tempat dia menginap saat ini. Kepala pelayan pun berkata, "Pak Ronny, harap tunggu sebentar di area lobi hotel. Kami akan mengirim seseorang untuk menjemput Anda." Alis Ronny sedikit terangkat, lalu dia bertanya, "Sekarang? Apakah jadwal wawancara lanjutan dipercepat?" Kepala pelayan menjelaskan melalui telepon, "Bukan, jadwal wawancara tetap sama. Ini adalah perintah Bu Yohana. Dia mengatakan bahwa proses rekrutmen koki ini telah menjadi perhatian banyak orang. Dia khawatir Pak Ronny mungkin dijebak oleh saingan sehingga nggak dapat menghadiri wawancara lanjutan besok." "Untuk memastikan setiap pelamar dapat menghadiri wawancara tepat waktu tanpa hambatan, Bu Yohana meminta kami untuk menjemput para pelamar lebih awal dan menginap di dalam rumah keluarga Pangestu. Dengan begitu, kami dapat memastikan nggak ada yang mencoba mencelakai Anda." "Pak Ronny adalah pelamar pertama untuk wawancara lanjutan, jadi kami akan menjemput Anda leb
“Pak Ronny, kamu sudah menerima pemberitahuan untuk wawancara lanjutan?” tanya Iwan lagi.Ronny terdiam sejenak, lalu dengan jujur menjawab, "Baru saja saya menerima telepon dari kepala pelayan, saya diminta datang untuk wawancara lanjutan besok sore." Rasa iri langsung terlihat di wajah Iwan, tetapi dengan sopan dia berkata, "Kalau begitu, selamat, Pak Ronny. Kali ini, pelamar nggak terlalu banyak. Mereka semua tinggal di hotel-hotel sekitar sini, dan saya sudah mengunjungi mereka." "Tapi mereka belum menerima pemberitahuan untuk wawancara lanjutan. Bahkan, ada yang belum mengikuti wawancara tahap awal." Ronny tersenyum dan berkata, "Pak Iwan sudah mengunjungi mereka semua? Kita adalah saingan, kamu yakin mereka akan berkata jujur?" Iwan tertegun sejenak sebelum menjawab, "Dalam wawancara ini, nggak ada tempat untuk berbohong atau berbuat curang. Meskipun kita adalah saingan, berkata jujur atau nggak sebenarnya nggak memengaruhi orang lain, dan juga nggak merugikan diri sendiri."