“Yang namanya manusia pasti menua. Sebagus apa aku merawat diri, kalau memang sudah sampai di umurnya, pasti akan muncul keriput juga, rambutku juga pasti ubanan dan gigiku mulai rontok satu per satu.” “Sampai gigi kamu ompong pun aku bakal tetap sayang sama kamu. Di mataku, selamanya kamu adalah cowok yang paling hebat. Dan cowok itu adalah suamiku, satu-satunya orang yang sayang dan memanjakan aku. Kalau anak kita sudah lahir, kamu boleh bagi sedikit kasih sayang kamu ke anak kita, tapi porsi yang paling besar harus tetap untuk aku.” Mengingat anaknya sebentar lagi akan lahir, Olivia yakin Stefan pasti akan membagi cintanya ke anak mereka. Olivia pun menawar dan meminta agar Stefan tetap mencintainya apa pun yang terjadi. STefan mencium Olivia dan berkata dengan lembut kepadanya, “Kamu istriku. Cintaku selamanya cuma untuk kamu. Anak kita di masa depan bakal punya istri yang menyayangi dia. Aku nggak mungkin membagi cintaku ke siapa pun.” Dalam waktu setengah tahun lagi, dijamin
Siapa lagi yang punya keberanian luar biasa membuat Stefan marah-marah di saat seperti ini. Apakah orang itu tidak ingin hidup lagi sampai setidaknya tahun berganti? “Olivia, kamu percaya aku sayang kamu?” Stefan tidak segera menjawab dan malah bertanya balik. “Kenapa nggak percaya? Sejak aku tahu siapa kamu sebenarnya, kita sudah pernah ngomongin hal ini bai-baik. Aku 100% percaya kalau kamu sayang sama aku. Nggak pernah sekali pun aku meragukan kamu. Aku cuma marah banget sama kamu waktu kamu bohongin aku. Aku nggak meragukan kamu, aku cuma marah karena kamu menutupi sesuatu dari aku. Kamu punya banyak kesempatan untuk mengaku, tapi kamu nggak mau mengaku dan malah minta keluarga kamu untuk sama-sama membohongi aku, makanya aku marah. Kita sudah lama menikah, anak juga sekarang lagi ada di perutku, tinggal beberapa bulan sudah lahir. Kenapa kamu tiba-tiba malah tanya begini? Sayang, sebenarnya ada apa? Coba cerita. Apa ada orang yang tiba-tiba nanya hal nggak jelas lagi ke kamu? S
Di hati Stefan hanya ada Olivia. Dia tidak akan tertarik dengan wanita mana pun selain Olivia. Stefan memarahi Ronny habis-habisan, bukan berarti hubungan mereka meregang. Apa boleh buat, Ronny adalah satu-satunya adik kandung Stefan, makanya Stefan begitu peduli padanya. Namun, Stefan sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak lagi ikut campur dalam urusan asmaranya Ronny. Kalau lain kali Ronny masih mengadu, Stefan cukup diam mendengarkan dan tidak akan berkomentar. “Sudahlah, kamu ini sudah umur 27 tahun. Kamu pasti punya pemikiran kamu sendiri. Lain kali jangan curhat soal pasangan ke aku lagi. Kamu pikir aku ini apa? Setiap masalah kecil selalu saja tanya pendapatku. Memangnya aku konsultan cinta? Kalian nggak mungkin bisa meniru hubunganku sama Olivia, jadi jangan bahas ini lagi.” Ronny tersenyum canggung di balik telepon. Dia tahu kakaknya masih terbawa emosi. Dia pun segera mengganti topik pembicaraan dengan menanyakan kabar anaknya yang masih belum lahir agar emosinya
Ronny kembali ke asrama dan menutup pintu kamar rapat-rapat lalu menguncinya. Terbebas dari jangkauan mata orang lain, dia pun mengeluarkan ponsel dan menghubungi kakaknya. Setelah Stefan mengangkat panggilan, Ronny berkata dengan suara lirih, “Kak, aku ketahuan.” “Ketahuan gimana? Apa yang kamu lakukan?” Di balik suara Stefan yang pelan dan stabil, Ronny tidak merasakan adanya kemarahan sedikit pun. Dia berkata, “Yohanna sudah tahu kalau aku anak keenam di keluarga Adhitama. Teman sekolah dia sama suaminya waktu itu sempat tinggal di Mambera selama setengah bulan. Dari situ dia tahu tentang Adhitama Group. Pas dia dengar namaku, dia langsung teringat sama keluarga Adhitama. Aku mengaku kalau aku anak keluarga Adhitama. Yohanna tanya kenapa aku menutupi identitasku. Aku cuma jawab karena dia yang nggak memeriksa silsilah keluargaku, lagi pula dia juga sudah mencari tahu sampai dua kali.” “Kamu bukan sengaja menyembunyikan identitas diri, cuma orang lain saja yang nggak sadar. Kamu
“Kak, aku justru merasa kamu yang diperlakukan spesial sama Ronny. Dari cara dia menatap kamu, atau cara dia senyum ke kamu itu beda dari yang lain. Kamu kan pintar, aku nggak percaya kalau kamu nggak merasakannya. Apa kamu pernah berpikir kalau calon istri yang Ronny maksud itu kamu?” Yohanna mengerutkan keningnya. “Aku bahkan nggak ketemu sama neneknya atau tahu tampangnya kayak gimana. Gimana caranya neneknya Ronny bisa pilih aku. Lagi pula Ronny yang bilang nanti dia bakal mengundurkan diri sebagai koki dan fokus mengejar calon istrinya itu. Sudahlah, yang penting aku sudah tenang begitu tahu kamu nggak sedih. Ke depannya nggak usah terlalu akrab sama dia lagi. Cukup nikmati saja makanannya, jangan lebih dari itu.” “....” Sejak awal Yohanna tidak pernah percaya setiap kali Dira mengaku dia tidak tertarik dengan Ronny. Namun mengingat bagaimana sikapnya dalam berinteraksi dengan Ronny, Dira tidak bisa serta merta menyalahkan kakaknya yang tidak percaya padanya. Dira sangat menunj
Dira sudah bilang kalau dia tidak mencintai Ronny. Dira menyukai Ronny hanya sebatas kagum, tetapi kenapa Yohanna selalu menatapnya seperti itu? Siapa pun calon istri Ronny, yang pasti itu bukan Dira. Jika Dira adalah orangnya, maka sikap Ronny kepadanya pasti akan berbeda. Ngomong-ngomong, jadi siapa sebenarnya orang yang menjadi calon istrinya Ronny? Bagaimana neneknya Ronny bisa memilih calon istri untuk cucunya jauh-jauh di Provinsi Sarga?Ronny pertama-tama bekerja sebagai koki pribadi di keluarga Pangestu, kemudian baru dia mengejar calon istrinya? Apakah calon istrinya itu juga tinggal di Aldimo, atau di kota lain? Jika tinggal di Aldimo, dari keluarga manakah orang itu berasal? Dari sekian banyak keluarga konglomerat yang ada di Aldimo, ada beberapa yang bisa dianggap setara dengan mereka. Dira jadi teringat dengan sikap Ronny yang berbeda ketika memperlakukan Yohanna. Seketika itu dia terpikir sesuatu. Mungkinkah calon istri yang dipilih oleh neneknya Ronny itu adalah Yohann