Semenjak Jayden sadar dan mulai pulih, Brian jadi sering menghabiskan waktunya di rumah atau di kampus. Bahkan tanpa Brian sadari, dia dan Vina semakin dekat.
Brian bahkan tidak menolak saat Vina mengajaknya untuk menonton film di bioskop yang kebetulan menjadi tugas kuliah mata pelajaran kesenian.
Kandungan Biya pun kini sudah memasuki bulan ketujuh, perutnya sudah membesar bahkan gerakan pun sesekali Brian rasakan.
Namun, Biya merasa aneh. Brian terlalu asyik dengan ponsel dan juga kadang sering pulang terlambat dari kampus yang mungkin Brian memang sibuk.
Biya melirik Brian yang tersenyum pada ponselnya, kenapa ya? Biya melihat Brian seperti melihat orang yang tengah kasmaran.
Brian menatap kosong jendela yang kini menampakan langit malam, dari siang dia hanya duduk lesu dengan tidak memiliki gairah hidup. Jiwa rapuhnya kini tampak ke permukaan."Makanlah, Brian.." Zela memang masih kecewa dan marah tapi bukan berarti dia akan melukai kesehatan anaknya.Brian tidak bergerak, dia hanya ingin Biya. Brian bahkan rela menghentikan kuliahnya asal Biya kembali.Sedari awal Brian mencoba menekan rasa ketertarikannya pada Vina dan dia berhasil. Brian yang merasa kedekatan mereka wajar membuatnya tidak sadar kalau Vina mengartikan hal lain.Brian saat itu masih percaya kalau keduanya normal karena Vina pernah bilang kalau dia ingin memiliki kakak dan dengan senang hati Brian menawarkan hal itu.
Brian memangku Biya, membiarkannya mencukur semua bulu di wajahnya. Tatapan Brian terus menyorot Biya dengan penuh cinta.Biya mengerjap, setelah satu bulan berpisah entah kenapa Biya merasa canggung."Kamu berisi, aku lega.." Brian mengusap lembut sebelah pipi Biya.Biya tersenyum tipis, membenarkan handuknya sebelum kembali mencukur kumis tipis Brian."Aku sedih, kamu kurus, dekil sama mata panda gelayutan.." bibir Biya mengerucut lucu.Brian mengusap bibir lucu itu, kalau saja tidak ada busa di sekitar mulutnya mungkin Biya akan habis di lahap olehnya."Aku ga bisa lepas kamu di ingatan aku, aku cuma mau kamu pulang, aku cuma fokus nunggu.. Buat urus diri sendiri aku seolah - olah ga bisa.."Biy
Brian merapihkan pakaian Biya ke dalam koper, hari ini Biya akan pulang ke rumah mereka. Brian terus merasa bahagia.Badai yang hampir mengacaukan rumah tangga seumur jagungnya membuat Brian semakin banyak berpikir sebelum bertindak.Brian tipe orang yang di tampar dulu baru sadar.Hampir saja dia hanyut dan terus menyakiti Biya kalau saja kejadian itu tidak terjadi. Walau rasanya seperti hampir membuat jantungnya lepas, Brian merasa bersyukur juga karena dengan adanya masalah itu dia semakin lengket dengan Biya.Brian semakin terbuka, bahkan hal - hal kecil sekalipun."Seminggu di rumah ini udah cukup, aku mau pulang sore ini sebenernya.." Brian berujar dengan terus melipat pakaiannya.Biya yang rebahan karena merasakan punggungnya agak sakit membuatnya tidak bisa membantu Brian."Ga betah ya? Padah
Anna menuntun Biya menuju taman belakang, sore yang cerah mungkin bisa membuat mood Biya semakin baik. Anna pun ingin perpisahannya dengan Biya akan terus terkenang."Kenapa kamu putusin tinggal di sini daripada di kota?" Biya duduk di sebrang samping Anna."Enak, bisa liat yang langka kayak gini.. Udaranya juga sehat.." Anna menatap lurus pemandangan di depannya."Iyah, aku setuju.." Biya menghirup udara segar dengan dalam dan penuh penghayatan."Aku lagi bimbang, Biya.." Anna menunduk sekilas sebelum kembali menatap pemandangan di depannya.Biya menoleh sekilas."Bimbang? Soal apa?" tanyanya.Anna tersenyum tipis saat melihat anak - anak desa bermain di sawah."Bimbang karena Zared ajak aku nika
Zared menuntun Anna menuju kamar dengan terlihat marah. Zared merasa kecewa karena ketidak jujuran Anna, seolah - olah dia tidak percaya padanya."Jadi, semua gara - gara itu.." Zared masih memunggungi Anna, tidak ingin menampilkan wajah penuh amarahnya pada wanita kesayangannya itu."Kamu terus nolak.." tambahnya dengan senyum kecut menghiasi bibir Zared.Anna menunduk, memainkan tali di pakaiannya. Anna hanya bisa menggigit daging dalam pipinya."Aku pikir kita udah kenal, ternyata waktu yang panjang engga jamin kita kenal.." nada suara Zared terdengar dingin dan kecewa."aku kecewa, jujur aja.." lanjutnya.Anna menghela nafas pelan."Kamu tahu, Zared.. Cerita kayak tadi ke Biya rasanya sama aja buka luka lama yang kia
Brian menyeka peluh di pelipis Biya, tatapannya terlihat khawatir. Apa dia terlalu keras? Apa dia menyakiti Biya dan baby?"Apa ada yang sakit, sayang?" Brian membingkai wajah Biya, mengecup dagunya dengan sebelah tangan mengusap perut yang sudah besar itu.Biya menggeleng dengan tersenyum tipis."Maaf, aku jadi gampang cape.." akunya dengan suara lemah saking lemasnya."Kenapa minta maaf, sayang.. Aku yang salah, harusnya_""Aku yang mau.." potong Biya seraya mengusap rahang Brian dengan lembut.Brian tersenyum, merapihkan rambut Biya dengan penuh perhatian."Cantik banget sih kamu, mama.." di coleknya hidung Biya sekilas.Biya tersipu lemah dengan jantung berdebar.
Biya menunjuk makanan yang tersaji cukup banyak di depannya."Mau itu.." pintanya sedikit manja.Brian mengulum senyum, dalam hati dia terkekeh geli. Biya tidak manja, tidak banyak merengek dan hari ini sebaliknya. Brian sadar, Biyanya tengah menunjukan kalau dia miliknya pada Vina.Oh manisnya... Batin Brian mengerang haru nan gemas."Ini sayang? Segini?" Brian bertanya seraya menyendokan beberapa sendok pada piring Biya."Hm, udah cukup.." Biya menyetop Brian dengan mengusap lengannya.Ugh! Brian suka sentuhan kulit hari ini, begitu banyak Biya mengusap, menyentuhnya.Brian menyimpan piring lalu mendekat pada Biya dan berbisik mesra."Aku punya kamu kok, sayang.. Ja
Brian mengerutkan alisnya saat melihat Biya berbincang dengan Aldi, sepupunya yang baru pulang dari China."Ngapain kesini?" tanya Brian tidak bersahabat."Jenguk sepupu gue.." di liriknya perut Biya sekilas."Oh, jangan lama - lama." balasnya dengan acuh.Aldi mengulum senyum geli, Brian tidak berubah sama sekali. Dia dan Brian memang selalu tidak akur dari zaman belum sekolah."Ga kangen emang lo sama gue?" Aldi menaik turunkan alisnya dengan menyebalkan."Ga." Brian mengusap perut Biya, malas jika harus bersinggungan dengan Aldi.Biya tersenyum tipis, kata Zela dia tidak usah aneh dengan tingkah keduanya. Walau sering bertengkar, mereka sebenarnya akur dan tidak salin