Share

Pilihan Salah

''Apa kamu memiliki cukup tabungan dan keberanian untuk melarikan diri dari rumah, Apa kamu siap dengan segala konsekuensi yang akan kamu terima nanti Rona ? Gejolak batin Rona seketika menguasai alam bawah sadarnya, salah satu pertanda buruk bagi disentri perutnya. 

Tumpukan baju berserakan di seluruh penjuru kamar, tampak seperti terjadi pelelangan baju di tempat itu, dia tersenyum saat memikirkan kebahagiaan yang akan di jalaninya bersama Gavin, lelaki tegap itu telah menghilangkan setengah dari kewarasannya. Dia telah membuat janji tiga puluh menit lalu, nomor ponsel Gavin yang tak dimilikinya membuat ia harus memohon kepada Rena untuk menyampaikan pesannya kepada Gavin. 

"Kata nya iya, kita bertemu di depan balai desa, hari ini hari Rabu, tidak banyak orang disana, kita dengan mudah lari dengan bus" Rena tergopoh-gopoh menyampaikan pesan dari Gavin kepada Rona, badannya yang gempal tidak membuat napasnya tersengal begitu berarti. 

Senyum tipis yang pada wajah Rona menandakan kemenangan yang sebentar lagi ia raih, kebahagiaan dan kehidupan mencekamnya di rumah ini akan segera sirna, bisikan lembut keluar dari mulut Rona ke telinga Rena, bahkan lebih terdengar seperti angin yang berlalu.

"Ren, kamu harus janji  ini rahasia antara kamu,  aku dan Gavin" Rona mengancam

Rena mengangguk pertanda setuju, jam tangan yang dijanjikan Rona kepadanya telah melingkar serasi dengan pergelangan tangannya.

Adik perempuan dari Ruth itu sedikit berbeda dari kakaknya, perbedaan hampir seratus sembilan puluh derajat membuat dia seperti bukan adik nya Ruth. Dia gempal dan montok, lengannya berisi begitu pun dengan pipinya yang terlihat seperti bakpao yang baru dikukus, putih bersih. Sedang Ruth tak lain tak bukan hanya berisi tulang belulang tak berlemak, sifat Rena yang pemalu dan jarang sekali bicara membuat Rona percaya padanya dibanding siapapun diantara keluarganya. 

"Aku melihat kamu lari dan masuk kamar ini dengan muka seperti pencuri" Ruth membuka pintu kamar Rona yang tak tertutup rapat dengan sekali dorongan.

"Apa yang kamu lakukan, mana sopan santunmu ?" Rona terperanjat mengetahui Ruth sesuka hati masuk ke dalam kamarnya, begitu pula dengan Rena yang berdiri tegak seketika, efek dari rasa terkejutnya yang menjalar ke seluruh sendi. 

Ruth berusaha mengambil alih percakapan dengan memilih pertanyaan-pertanyaan culas untuk diajukan kepada Rona.

''Apa yang sedang kalian lakukan ?" Ruth menantang dengan pertanyaan yang muncul seketika di kepalanya. "Kalian sedang berencana untuk melarikan diri dari rumah ini ?", Tak cukup sampai disitu Ruth menutup mulutnya dengan sengaja seolah terkejut. "Atau jangan-jangan kau sendiri yang berencana pergi ?" telunjuknya menunjuk muka Rona yang terbilang sangat dekat bahkan jika Rona mengangkat wajahnya dia akan terkena telunjuk itu. 

Rona kurus dan pucat pertanyaan-pertanyaan itu membuat setiap ujung sarafnya berdenyar. 

Ruth menyunggingkan senyum puas pada langit-langit yang dipertahankan Rona. 

"Kamu tertangkap basah gadis kecil" senyum kemenangan yang dihasilkan bibir Ruth tampak seperti ejekan yang tepat sasaran mengenai ulu hati Rona, bahkan cawan yang digenggamnya pun ikut bergetar akibat cengkramannya yang begitu kuat. 

"Jangan asal bicara, aku lagi nyiapin diri buat status baru ku nanti sebagai istri" wajahnya memerah menahan geram, Rona tahu persis pikiran culas kakak sepupunya itu, dia tak mungkin menyetujui apapun yang berkaitan dengan kebahagiaan Rona. 

"Luar biasa kebohonganmu gadis kecil, bukannya kemarin kamu terlihat menolak dan tidak membiarkan pernikahan itu terjadi ?''

"Kamu tahu apa, kamu saja tak memiliki hati, mana mungkin tahu persis bagaimana rasanya hatimu berubah menjadi jatuh cinta, jika aku mulai menyukai lelaki itu kamu mau melarangku ?" tatapan sengit Rona yang mempertahankan kebohongannya seakan dipenuhi bara api yang ber lonjakan.

Ruth mengepalkan tangan kemudian memilih pergi dari kamar itu, perkataan Rona membuat dia mati kutu, benar adanya dia belum pernah merasakan jatuh cinta, apa karena dia tak memiliki hati serta perlakuan buruknya dahulu malah berimbas pada kehidupannya sekarang. 

"Cepat ganti bajumu, kita akan pergi dari sini, aku akan minta izin kepada bibi Nam, bawa baju dua atau tiga lembar saja, biar kita tidak terlihat mencolok, masukkan pada tas beruangku" 

Percakapannya dengan Ruth sedikit membuat dia lupa dengan janjinya kepada Gavin, Rona memastikan tak ada kesalahan lagi yang terjadi, dengan sigap dia mengambil persediaan baju yang tidak terlalu mencolok apabila ia bawa.

Terdengar di antara celah dinding papan kamar Rona, betapa Nam mengkhawatirkan Rona yang akan diajak bermalam dirumah Rena, dirumah Samos, meski dia tahu jarak antara rumahnya dengan kakak kandungnya itu hanya berjarak dua kilometer, akan tetapi perasaan melindungi yang begitu besar seakan terlihat menahan seekor anak ayam yang ingin melepaskan diri dari kandang. 

"Kamu harus janji dengan bibii, kamu tidak akan meninggalkan Rona sendirian" wajah gusar terlihat jelas pada mimik Nam, "dan kau akan selalu menjaganya agar dia tak melakukan sesuatu yang memalukan bagi keluarga besar kita, ingat itu !" Nam kembali menekankan kalimatnya, sehingga terdengar ancaman mencekam bagi Rena. 

"Iya janji, bibi seperti akan melepas Rona pergi jauh saja" kekeh kecil Rena mencoba menenangkan diri serta membuat Nam sedikit bersikap santai. 

Cahaya senja yang timbul merona menggiring kebebasan Rona, lekuk tubuhnya ditutupi baju berwarna senada dengan bando yang di gunakan, merah muda, pertanda kasmaran, cinta dan kebebasan. 

"Aku tidak bisa mengantar kamu lebih jauh lagi, bawa tas inu kemudian temui Gavin dan jangan menoleh kebelakang sedikitpun jika ada yang memanggil" Rena mengencangkan genggamannya pada Rona, memberi nasehat yang dia sendiri tidak tahu apa yang dilakukannya itu benar atau pun tidak, tapi baginya Rona harus memilih kebahagiaannya sendiri, itu lah yang dia yakini selama ini. 

"Terima Kasih Rena, aku akan ingat ini, tolong rahasiakan ini, yah" Rona memandang lekat wajah Rena, sebutir air matanya mengalir perlahan di atas wajah yang sedari tadi selalu tersenyum sumringah.

"Pergilah, hati-hati" 

Benar yang diucapkan Gavin Balai desa tak ramai seperti biasanya, Rona dengan menemukan Gavin dengan kemeja Flanel kotak-kotak biru sangat kontras dengan warna kulitnya yang coklat mahogany. 

"Sudah siap ?" Gavin memastikan. 

"Sudah, kita akan kemana ?" binar tatapan Rona melucuti pertahanan Gavin yang sedari tadi menahan gejolak batin akan membawa lari anak gadis orang. 

"Ikut saja, kita akan pergi sejauh mungkin dari desa, jika perlu kita akan meninggalkan Makassar" 

"Aku tidak pernah pergi sejauh itu, tapi aku percaya padamu" senyum kecut dari ketakutan Rona disembunyikan dengan baik dengan memasang wajah pasrah. 

Bus yang mereka tunggu, datang tepat waktu pukul tujuh malam, bus yang tak pernah penuh itu menguntungkan bagi Rona dan Gavin sebab tak banyak warga desa yang mengenal mereka, lagi pula Rona bukanlah gadis yang suka keluar rumah sehingga wajahnya tak terlalu terkenal di desanya, hanya saja rumor gadis termahal masih menjadi gelarnya hingga saat ini.

"Kamu tidur saja, kita akan sampai di kota Makassar sekitar enam jam lagi, aku akan membangunkanmu nanti"  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status