Sheila berlari dengan tergesa-gesa kala suara seseorang yang mulai mengucapkan ijab-qobul terdengar hingga ke kamar yang dia tempati.
"Jangan-jangan," desis Sheila.
Tak menghiraukan teriakan Matt yang memintanya berhati-hati, Sheila berlari sekencang mungkin berharap semuanya belum terjadi.
Dalam otak mininya, dia takut jikalau dirinya yang cantik, ternyata dinikahkan dengan bandot tua yang sudah bau tanah. Sheila menggelengkan kepala dengan cepat.
Ya, Sheila berlari sekencang mungkin ketika mendengar nama dirinya disebutkan sebagai seorang mempelai wanita.
Sheila bahkan tidak memiliki rencana untuk menikah sebelumnya, lalu kenapa sekarang dia justru menjadi seorang mempelai.Menapaki tangga dengan gaun yang menjuntai, Sheila akhirnya tiba di dasar anak tangga.
Tak peduli dengan tatapan orang-orang yang hadir dan memperhatikan, gadis itu segera berteriak.
“Tidak!”
Beberapa orang tercengang melihat kecantikan dari pengantin wanita tersebut. Namun, ada juga yang menatap lucu pada kepolosannya.
Kaisar menggeram kesal. Menatap Matt asistennya, dengan tatapan membunuh. Bisa-bisanya asisten bedebah ini membiarkan tawanan kabur dan mengacaukan acara, Kaisar tidak akan melepaskan Matt kalau kekacauan ini sampai terjadi dan mengakibatkan gagalnya pernikahan.Dalam hati, Kaisar benar-benar mengutuk. Kenapa dia tak meminta Matt mengunci gadis ini di dalam kamar.
Bukan karena takut ketahuan oleh Sheila jika dia menikahi gadis itu tanpa izin, tapi sebagai pengalaman pertama dalam melakoni upacara sakral pernikahan. Kaisar tentu saja seperti orang lain yang bisa mengalami nervous dan demam panggung.
Meredam emosi dalam pikiran, Kaisar akhirnya berdiri dan menghampiri Sheila yang diam di tempat dengan napas yang terengah-engah.
Digenggamlah tangan Sheila yang terbalut handshock berwarna putih yang senada dengan gaun itu, dan menggandeng lembut kemudian membimbing Sheila duduk di hadapan penghulu yang sedang mengerjap bingung.
“Duduklah, Baby!“ kata Kaisar lembut.
“Ah, iya.“ Sheila tersadar dari lamunannya dan segera duduk di kursi yang sudah disiapkan.
“Sekarang jawab aku, kenapa kau berkata tidak?” Lagi-lagi Kaisar berucap dengan begitu lembut hingga membuat Sheila benar-benar terpana oleh wajah palsunya itu.
“Karena aku tidak mau menikah dengan bandot tua. “
Damn, otak dan mulutnya tak sejalan.
Ucapan Sheila tentu saja mengundang gelak tawa para tamu undangan, sedangkan Kaisar merasakan malu bukan main hingga berasa sampai ke tulangnya.
“Ekhmm.“ Kaisar berdeham sejenak menghilangkan rasa kesal di hati, menatap Sheila dengan tatapan lembut.
“Tidak, Baby! Kita yang menikah. Kau dan aku, jadi kau mau melanjutkannya bukan?“ Kaisar benar-benar pandai menyihir si telmi Sheila hingga gadis polos itupun mengangguk tanpa sadar. Seketika sorak sorai kebahagiaan tamu undangan bergema di seluruh penjuru Mansion.
“Alhamdulillah, setelah drama ikan terbang yang mencengangkan! Akhirnya pernikahan ini selesai juga,” Celetuk salah seorang kawan Kaisar bernama Gerry.
“Tinggal kau yang belum,” ledek lagi seorang pria bernama Evan pada Gerry.
“Nanti, jodohku masih disewa online sama pacarnya.”
Kaisar tersenyum puas!
Kebodohan Sheila ternyata begitu nyata, hingga dengan mudahnya dia dapat dimanipulasi oleh Kaisar menggunakan kata-kata lembut yang mematikan.
Sheila sendiri hanya bisa merutuki mulutnya yang begitu lancang, mengatakan iya tanpa mendengar perintah otak yang mau menolak. Mau apa dikata? Nasi sudah menjadi bubur. Pernikahan pun sudah berlangsung, dan sekarang dirinya sudah resmi menjadi seorang istri dari pria asing yang sedang menatapnya dengan tatapan puas. Sheila hanya berdo’a dalam hatinya, semoga saja pria ini adalah jodoh terbaik yang dia dapatkan. Impiannya menikah dengan pangeran berkuda sudah sirna dalam sekejap mata, dirinya kini malah menikah dengan seorang Kaisar.Haiss!
Hidup memang kadang membingungkan.
Keduanya kemudian dibimbing untuk memberikan tanda tangan di atas buku nikah, kemudian saling bertukar cincin pernikahan. Kaisar mengulurkan tangannya kepada Sheila, dan dengan cekatan pula gadis bermata biru itu menerima dan mengecup punggung tangan suaminya.
“Sekarang kalian sudah resmi menjadi suami-istri. Kepada Nak Kaisar, saya sebagai wali pengganti dari saudari Sheila, ingin memberikan wejangan sedikit kepada Anda. Menikah bukanlah perkara menyatukan dua manusia yang saling mencintai, bukan pula ajang untuk menyalurkan nafsu dan birahi. Menikah adalah ibadah, bukti ketaatan kita kepada Allah subhanallah WA Ta’ala. Sebelum menikah denganmu, nak Sheila adalah orang bebas yang tak terikat dengan kewajiban. Sekarang, dia sudah menjadi istrimu. Berbakti dan melayanimu adalah kewajibannya. Maka dengan ini, bimbing dia berdasarkan standar seorang istri. Ingatkan kala dia berbuat kesalahan, sayangi dia meskipun seringkali melakukan hal yang tak kau sukai.“
Sheila meneteskan airmata, harusnya sang Daddy yang memberikan wejangan seperti ini. Harusnya sang Daddy juga yang melepaskan dirinya dari seorang anak menjadi sesosok istri.
“Nak Kaisar, rumah tangga tidak semulus yang mereka ceritakan. Maka kelak, ketika kau sudah tidak lagi mencintainya, tidak lagi mampu membahagiakannya, maka kembalikan semua kebebasannya, kembalikan dia ke orang tua dan keluarga secara baik-baik. Jangan pernah kau sakiti dia, kau khianati atau bahkan tangan dan juga mulutmu berbuat lancang kepada istrimu. Ingat, dia meninggalkan keluarganya dengan segala keterbatasan untuk menjadi istrimu.”
Jujur. Jika boleh, Sheila benar-benar ingin meraung dan berguling di lantai saat ini juga. Dia merindukan sosok ayah. Bagi seorang putri, menikah dengan didampingi seorang ayah adalah impian yang benar-benar ingin dicapai. Dilepaskan dengan hormat dari seorang anak menjadi seorang istri.
Sheila ingin sekali ada Daddynya di sini, namun tak mungkin! Takdir sedang mengutuknya. Mengutuk Sheila di masa lalu hingga memiliki nasib seperti ini. Entah apa yang akan terjadi kedepannya. Sheila hanya bisa berharap, jika Kaisar benar-benar akan menjadi suami yang baik. Acara serah terima pengantin sudah usai, acara bersalaman memberi ucapan selamat pun juga berakhir. Sheila tengah duduk di ruang keluarga seorang diri. Sedangkan Kaisar mengantarkan tamu terakhir mereka hingga ke pintu.Tubuhnya benar-benar terasa kaku. Sejak bangun dari pingsannya, Sheila bahkan belum memakan sesuap nasi pun. Hanya air putih yang diberikan oleh Matt dan secuil kue pernikahan.
Perutnya kini terasa keroncongan. Tak tahan, Sheila akhirnya berdiri dan berjalan menuju ke arah dapur. Dilihat dari kejauhan, jika beberapa maid masih sibuk membereskan sisa pesta hari ini.Seorang maid yang melihat kehadiran Sheila pun segera menghampiri dan bertanya,
“Nyonya, ada yang bisa saya bantu? ““Um, saya lapar. Apa bisa salah satu dari kalian membawakan aku makanan ke kamar? Aku akan membersihkan diri dulu,“ kata Sheila dengan senyum manisnya.
“Baik, saya akan antarkan.” Maid itu pun bergegas mengambilkan apa yang majikannya perintahkan.
Sheila berjalan menuju arah tangga, dia ingin ke kamar yang dia tempati tadi. Namun, Tiba-tiba suara seseorang mengejutkan gadis bermata biru itu.
“Mau kemana kau? “ tanya seseorang, siapa lagi jika bukan Kaisar.
“Ah, Tuan! Aku ingin ke kamar, “ kata Sheila.
“Kamarmu bukan disana,“ Kaisar menjawab dengan seringai yang penuh misteri.
Jika disana bukan kamar pengantin? Lalu apa mereka akan berangkat honeymoon malam ini?? Sheila lagi-lagi berpikir demikian.
“Lalu? Aku akan tidur dimana?“ gadis itu membeo.
Tanpa menjawab pertanyaan Sheila, Kaisar dengan kasarnya menarik gadis tersebut menuju arah belakang. Melewati para maid yang berjajar dan menatap mereka dengan bingung.
Alih-alih membawa Sheila menuju limousine jemputan untuk honeymoon, Kaisar justru membawa Sheila ke sebuah ruangan yang benar-benar jauh dari kata layak.
Sebuah gudang tua yang penuh dengan tumpukan barang bekas.
Membuka pintu dengan kasar, Kaisar melemparkan gadis yang baru dinikahinya itu hingga membentur sebuah meja marmer yang berada di dalam gudang tak terpakai itu.
“Mulai malam ini, aku Kaisar Andelon bersumpah! Bahwa setiap helaan nafasmu akan ada sebuah penderitaan, dan setiap apa yang kau lihat, yang ada hanyalah sebuah kesedihan. Selamat Sheila! Sekarang kau adalah pemeran kedua dari sebuah kisah yang disebut dengan PERNIKAHAN KARENA DENDAM.“
***To Be Continued***
Bagai tersambar petir di siang bolong. Sheila merasa hatinya seperti dihujam dengan ribuan jarum. Kata 'PERNIKAHAN KARENA DENDAM' membuat Sheila sedikit paham tentang alur dari jalan kehidupannya kelak. Kaisar menikahinya karena alasan dendam."Apa mungkin? Aku dengan tak sengaja sudah menabrak calon mempelai Kaisar hingga tewas, seperti di novel-novel yang sering kubaca?" batin Sheila.Sepertinya otak Sheila sudah tercemar dengan kisah-kisah para tuan muda.“Tuan, apa maksudmu?“ tanya Sheila bingung.“Dengar! Meskipun sekarang kau adalah istriku, tapi statusmu di rumah ini sama dengan pembantu. Jangan pernah berpikir untuk menjadi seorang putri, karena disini kau hanyalah upik abu,” sentak Kaisar."Tuan, aku tidak ...."Plakk ....Sebuah tamparan dari Kaisar mendarat sempurna di pipi.
Pagi menyapa, cahaya matahari sudah menelusup memasuki area kamar mini yang terlihat begitu tak layak pakai dengan sang pemiliknya yang masih betah bergulung di atas kasur.Kaisar berkacak pinggang melihat Sheila yang tertidur seperti mayat. Berulang kali pria itu sudah memanggil Sheila. Namun, gadis itu seolah tuli dan tak bergeming sama sekali.Kehabisan akal untuk membangunkan Koala pemalas peliharaannya, Kaisar pun keluar kamar dan kembali dengan seember air dingin. Byur.... Kaisar mengguyur tubuh Sheila dengan air tersebut hingga si gadis pemalas itu terlonjak kaget dan bangun dengan gelagapan. “Bangun kau pemalas! “sentak Kaisar.Berusaha Mengumpulkan nyawa yang masih tercecer dialam mimpi, Sheila mengerjap beberapa kali dan baru menyadari dirinya diguyur dengan tak manusiawi oleh Kaisar, suaminya sendiri. “Tuan, “kata Sheila. “Sudah cukup kan tidurmu? Sekarang bersihkan Mansion sa
Suara jangkrik malam mengisi kekosongan semua orang. Sama halnya dengan gadis yang tengah duduk di bangku taman mansion,dengan nampan berisi nasi dan taburan garam.Kaisar lagi-lagi menghukum Sheila seperti itu hanya karena dia berbicara dengan Gerry lebih dari 10 menit.Menghela napas adalah satu-satunya cara yang bisa gadis malang itu lakukan sekarang. Dulu, dimata orang tuanya, Sheila adalah tuan putri yang manja dan sangat disayang. Meskipun jarang berjumpa, tapi Sheila tau jika orang tuanya sangat mencintainya. Dan sekarang? Dirinya diperlakukan dengan buruk oleh seorang pria yang tiba-tiba saja menyandang status sebagai suaminya.Miris.Hanya itu yang bisa di ungkapan untuk mencerminkan kehidupan Sheila Sekarang ini.“Huh, aku akan membiasakan diri dengan kesusahan. Karena Daddy bilang kesenangan ha
Atas kebaikan Sheila hari ini, Kaisar mengijinkan Sheila untuk menemani dirinya memasak dan makan malam. Keduanya terlihat sangat harmonis saat saling duduk berdampingan di taman Mansion, menikmati makan malam dibawah terangnya cahaya bintang.“Tuan, boleh aku bertanya sesuatu padamu?“ tanya Sheila.Kaisar hanya berdeham menanggapi pertanyaan itu dan melanjutkan acara makannya. Entah mengapa, nasi goreng buatan Sheila yang di padukan dengan omlet sederhana terasa begitu nyaman di lidah.“Jika kau menganggap aku sebagai anak seorang pembunuh seperti yang kau katakan waktu itu, kenapa kau tidak membunuhku dan malah menikahiku?“ celetuk Sheila.Kaisar menghela napas sejenak sebelum menjawab pertanyaan Sheila, “Aku ingin melihat orang tuamu menangis darah kala putri tercintanya hidup dengan sangat menderita di tanganku.“She
Rasanya benar-benar aneh, kala Sheila tiba-tiba digandeng dengan begitu lembut oleh suami jahatnya. Sampai-sampai Sheila menepuk pipinya berkali-kali untuk menyadarkannya dari mimpi yang terasa begitu indah dan mengagumkan.Kapan lagi Kaisar bisa bersikap lembut padanya. Selama perjalanan dari paviliun menuju ruang tamu Mansion, Kaisar dan Sheila saling lirik dengan tatapan yang... Penuh kerinduan.Mata bulat dengan manik biru milik Sheila yang ditatap hari ini, membuat Kaisar seperti mengulang kembali kejadian di masa lalu. Atau mungkin dirinya hanya berhalusinasi?“Tuan, aku tau kau ini sangat ingin menggandengku dihadapan orang asing. Tapi tidak bisakah kau sedikit pelan-pelan jalannya, “gerutu Sheila.Bagaimana tidak menggerutu? Keduanya sudah seperti orang yang tergesa-gesa untuk mengantre beras gratis.Kaisar berdecak sebal, gadis ini terlalu percaya diri. Jika saja dia tak ingin cari muka untuk kesan yang baik dihadapan kawan men
Kaisar tengah menemani Marisa berbelanja. Sesuai keinginan wanita itu, merekapun akhirnya shopping dan membeli tas yang diinginkan oleh Marisa di salah satu mall terbesar di pusat kota.Walaupun menggerutu, Kaisar tetap mengikuti kemana kekasihnya itu pergi. Barang belanjaan sudah menumpuk seperti anakan gunung sampai Kaisar kuwalahan membawanya seorang diri. Sedangkan Marisa, wanita itu hanya berlari kesana kemari mengambil apapun yang dia suka. Tentu saja apapun. Karena, semua yang dia beli akan dibayar oleh Kaisar.Huh ....Kaisar menghembuskan napas kasar. Dirinya benar-benar lelah mengikuti kemauan Marisa. Membeli ini dan itu, berjalan ke sana kemari hingga Kaisar kelelahan.Pria itu akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah kafe dan tak memerdulikan kekasihnya yang sibuk dengan acara foya-foya.Sibuk berdiam diri sambil melihat orang-orang yang berlalu lalang, mata Kaisar menangkap siluet tubuh seseorang yang sangat dia ken
Wanita itu menatap Sheila dengan tatapan rindu. Terlihat jelas dari air mata yang menggenang di pelupuk, Sheila segera merengkuh tubuh renta itu dengan ribuan kasih sayang.“Mom,“ cicit Sheila.“K-kau, kem-bali?“ kata wanita itu terbata. Stroke disease yang diderita membuatnya lumpuh dan sulit bicara.“Ya, Mom. Sheila kembali sesuai janjiku dua tahun yang lalu.“ Sheila memeluk wanita yang disebutnya sebagai mommy itu dengan erat.“Sheila, daddy senang kau kembali menemui kami setelah sekian lama. Sepertinya, keadaanmu pun sudah baik-baik saja,“ kata seorang pria parubaya yang tak lain adalah suami dari wanita yang sedang dalam pelukan Sheila itu.“Maafkan aku yang harus pergi dari kalian, kejadian itu membuatku cukup takut, Mom, Dad.“ Sheila melepaskan pelukannya kemudian beralih memeluk pria paruh baya itu.
Malam semakin larut, kala Sheila sudah selesai dengan acara makan malamnya. Gadis malang itu kembali ke dalam kamar dalam keadaan yang ...entahlah.Nafas yang memburu, penampilan yang acak-acakan serta darah yang mengalir dari hidung dan telinganya.“Kenapa sakit sekali. Ya Tuhan, tolong jangan buat aku semakin tersiksa," rintih gadis itu.Darah segar mengalir dari hidungnya tanpa henti. Rasa sakit, berkunang-kunang dan pening yang mendera, membuat gadis itu semakin kelabakan mencari sesuatu di dalam tas. Namun, sepertinya gadis itu tak menemukan apa yang dia cari. Dalam minimnya penglihatan Sheila sekarang, gadis itu cukup kesulitan mencari obatnya.Obat berwarna putih yang biasa dia konsumsi, dan biasa dia simpan di dalam tas.Tapi tunggu.Pikirannya menelisik ke beberapa waktu yang lalu, dimana Kaisar tiba-tiba merasakan sakit dan ...