lima tahun kemudian, di malam hari setelah makan bersama dan Amar serta Erin sudah kembali ke kamar mereka."Aku ingin bekerja, Ayah sudah tua dan sakit-sakitan aku ingin menggantikan kepemimpinannya. Aku bosan menunggu anak-anak di rumah mereka sudah besar sehabis pulang bisa ke kantor dulu di sana juga ada kamar tidur untuk mereka istirahat," ucap Safia."Terserah kamu, aku perna mengatakan padamu jika anak-anak sudah besar kau bisa lakukan apapun, lagi pula siapa yang akan melirik kamu jika di rumah saja dan jangan lupa jika kau tertarik dengan pria katakan saja padaku dan saat itu tiba aku siap menceraikanmu," ucap Manan sambil beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah ruangan kerjanya.Safia menghela nafasnya enam tahun sudah menikah dengan Manan tetapi pria itu tak pernah sedikitpun hatinya terbuka, andai ia tidak memikirkan anak-anak mungkin ia sudah pergi dari dulu. 'Apa mereka harus menjadi korban atas nama sebuah cinta dari orang-orang dewasa? Padahal mereka mengh
Manan melirik Safia yang terlihat menahan senyum membuat Manan sedikit jengkel pada wanita itu.'Baiklah hari ini kau menang, lain kali akan kubuat tersenyum saja tidak bisa,' pikirnyaMereka pun melanjutkan sarapannya dengan tenang tanpa celoteh anak-anak yang biasanya akan riuh karena sibuk memilih lauk yang hendak di makan.Setelah selesai mereka pun keluar dan masuk kedalam mobil. anak-anak duduk di bangku tengah sedang safia duduk dibangku depan di sebelah dirinya."Antarkan ke rumah ayah aku akan mengambil mobilku," ucap safia."Apa kau akan bawa mobil sendiri jangan gila kau, sudah sangat lama kau tidak mengemudi," protes Manan pada Safia."Aku sudah membiasakannya, Mas, saat aku menjemput anak -anak sekolah aku mampir ke rumah Ayah dan melatih kemampuanku dalam mengemudi," ucap Safia sambil memasang sabuk pengamannya.Manan kembali dikejutkan dengan kata-kata Safia. Wanita itu mulai seenaknya dan tidak lagi meminta ijin terlebih dulu dan ia tidak dapat menegurnya karena ada an
setelah kepergian orang suruhan dari Akran seorang wanita berjalan menuju ruangan yang ditempati oleh Akran. wanita itu langsung masuk ke dalam ruangan itu tanpa mengetuk pintu lalu duduk di depan meja Akran."Kapan kita mulai untuk melakukan rencana kita?" tanya wanita itu."Aku sudah mengirimkan cara detail bagaimana orang itu di handphone-mu bukan? pelajari dulu bagaimana dia. Aku tidak mau kamu gagal andai itu terjadi maka kamu akan menjadi budakku selamanya."aku sudah melihatnya dan mempelajarinya sekarang kau yang harus menilai Apakah penampilanku saat ini sudah seperti dirinya?" tanya wanita itu pada Akran."Jadi menurutmu aku belum mirip seperti dirinya?" tanya wanita yang sering dipanggil Lala oleh Akran itu."Jika aku berkata demikian maka itu artinya belum apa aku harus menjelaskannya lagi," ucap Akran dengan ketusnya."Apa kau sudah memasang kaca yang bisa menampakan seluruh tubuhmu agar kau bisa menilai dirimu sendiri saat berjalan, duduk dan lain sebagainya apakah suda
Safia keluar dari rumahnya ia dan berjalan dan masuk kedalam mobilnya, sudah beberapa hari ini ia mengendarai mobilnya sendiri tanpa sepengetahuan Manan dan tadi pagi pria itu marah padanya karena mengemudi sendiri.Wanita itu memasang sabuk pengamannya dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah tersebut.Sekitar setengah jam kemudian ia sudah sampai, Safia berhenti di basement dan keluar dari mobilnya dan berjalan melewati lobby masuk kedalam lift yang kemudian bergerak ke atas mengantarkannya ke lantai ruangannya berada.Pintu lift terbuka dan ia keluar berjalan keruangan yang biasa di gunakan sang ayah. Kaki-kaki jenjangnya menapak keras membentur lantai, beberapa karyawan mengangguk hormat saat melintasinyaSafia masuk kedalam ruangan itu, berjalan perlahan sambil menatap seluruh ruangan lalu menyentuh kursi kebesaran sang Ayah. Ia tidak mengira akan duduk di kursi presdir.Safia duduk dan memejamkan matanya ia teringat dengan kata-kata sang ayah bahwasanya beliau ingin menyerahkan
Safia menatap pria paruh baya. "Trimakasih paman.""Sama-sama, Nak, apa ada yang bisa saya bantu lagi," ucapnya pada Safia "Tidak, Paman boleh kembali ke ruangan paman," ucap Safia dan Arman mengangguk hormat lalu keluar ruangan Safia.Safia melihat beberapa file yang ada di mejanya ia mulai mempelajari satu persatu hingga beberapa kali melihat jam tangannya, tak lama kemudian ia pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar ruangannya setelah meninggalkan pesan pada Arman asistennya melalui interkomnya. ia masuk dalam lift dan pintu tertutup, benda itu bergerak ke bawah dan pintu terbuka kembali, dan Safia keluar serta berjalan kearah mobilnya. Ia masuk kedalam lalu mengemudikan dengan kecepatan sedang menuju sekolah anaknya.mobil berjalan menuju sekolah Amar dan Erina. hampir saja Safia lupa untuk menjenguk mereka. Tak lama kemudian ia pun sampai dan segera keluar dari mobilnya lalu masuk kedalam pintu gerbang terlihat anak-anaknya bermain di taman dan ditunggui oleh guru
Akran duduk di meja kerjanya, tersenyum membayangkan moment pertemuan dengan safia. 'Merebutnya dari Manan seperti tidak akan susah,' pikirnya sambil tersenyum."Muhammad Aran Subagio, nama yang keren untuk menyembunyikan identitas yang asli, sedikit sama tetapi berbeda, jika menyebut nama itu ia pasti mengingatkannya tentang aku yang dulu, ahh ... andai saja saat itu bertemu Safia lebih dulu di bandingkan Hanie dan andai aku tahu Subagio itu ayahku aku tidak akan peduli dengan tekanannya waktu itu dia pasti tetap membiayai pengobatan ibu dan kuliah adikku," gumamnya lirih penuh penyesalan.Pintu diketuk dari sebanyak tiga kali membuat Akran terkejut. Ia pun berteriak meminta seseorang masuk kedalam."Aku mengganggumu?" tanya lelaki paruh baya yang membuka pintu dan masuk kedalam itu. "Akran menatap lelaki yang tak lain ayahnya sendiri. "Suatu kehormatan, tuan Subagio datang menemuiku. Jangan cegah aku Ayah, aku tak akan berhenti mengejarnya walau kau mengancamku. Cukup sekali kau ha
Safia mengemudikan mobil dengan seribu pertanyaan yang ada di pikirannya. 'Apa Akran memiliki saudara kembar.' Ia tidak fokus mengemudi sehingga tidak tahu mobil di depannya berhenti dan terdengar teriak putranya. Rupanya Amar memperhatikan perubahan sikap Safia hingga anak itu memutuskan berdiri sambil memperhatikan jalan di depannya. Safia terkejut dan menginjak Rem dengan tiba-tiba, mengindari benturan yang lebih keras. Naas ternyata yang ditabraknya adalah mobil Manan yang saat itu bersama dengan sahabatnya, Brian.Benturan yang sedikit keras membuat Manan naik pitam. Ia lalu membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobilnya berjalan cepat menuju kendaraan yang telah menabraknya dari belakang."Melihat siapa yang datang, Safia sangat cemas. Manan semakin dekat dengan mobilnya lalu terdengar jendela kaca di ketuk, jantungnya berdetak sangat kencang. 'Bodohnya aku!' pikirnya panik "Buka dan keluarlah!" perintah Manan sambil mengetuk pintu."Jendela tengah terbuka dan Erina berte
Safia kembali ke meja kerjanya, ia tidak apa yang akan terjadi selanjutnya setelah ia menabrak mobil Manan mungkin pria itu akan melarangnya untuk membawa mobil apa lagi dengan anak-anak.'Aku benar-benar ceroboh andai aku tidak memikirkan pertemuan dengan pria itu yang begitu sangat mirip dengan Mas Akran. Mas Akran aku sangat merindukanmu, juga putri kia,' batin Safia berbicara.Safia termangu ia teringat masa-masa bahagia bersama Akran hingga suatu hari pria itu berpamitan untuk ke Amerika karena promosi dari atasan dan ia kembali dengan tidak bernyawa. Ia membuang ingatannya akan masa lalunya, ia tidak mengira telah membuang waktu satu jam hanya untuk mengenang hal yang membuatnya sedih.Ia kembali membuka file yang harus dipelajari, ia berharap pak Amran dapat mencari tahu apa yang tengah dikerjakan oleh Subagio Grup yang menjadi sasarannya dan ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mencari tahu tentang mendiang Akran suaminya yang pertama itu.waktu pun berlalu dan waktu men