“Jadi,” ucap Kavita ketika dia dan Siska duduk bersama dalam satu meja dan menikmati sarapan mereka. “Kamu sudah merasa lebih baik?”“Apanya?” tanya Siska sambil terus mengunyah. “Jangan pura-pura tidak tahu,” jawab Kavita sambil melirik Siska tajam. “Bagian yang paling menyedihkan dalam hidup itu adalah berpura-pura padahal hati kamu merasakan yang sebaliknya.”Siska terdiam sambil menelan makanannya. Pantas saja semalaman suntuk dia merasakan nyeri yang amat sangat di hatinya, bisa jadi itu karena dia telah berpura-pura bahwa dia tidak lagi mengharapkan Roni.“Nah kan, melamun lagi ...” komentar Kavita sambil menggeleng. “Kalau memang kamu merasa belum siap untuk mengambil keputusan terkait rumah tangga kamu, lebih baik jangan gegabah.” Kavita menyarankan.Siska menarik napas panjang.“Dia melakukan kesalahan yang tidak bisa aku maafkan,” katanya sakit hati. “Jadi ngapain aku berusaha memperbaiki? Lebih baik cari yang baru lagi.”Kavita mendengus di atas piringnya.“Mentang-mentang
Beberapa waktu sebelumnya ....Dua hari sebelum acara meeting besar selesai, seluruh pegawai dihebohkan dengan berita tidak menyenangkan tentang Roni dan Siska. Tidak ada yang tahu awal mula berita itu menyebar, yang pasti berita itu sudah menjangkiti siapapun seperti wabah penyakit.Roni menoleh ketika seseorang menyentuh bahunya sebelum kakinya memasuki dapur. Ternyata kedua orang tuanya dan juga Ririn.“Ayah baru tahu istri kamu wanita seperti itu,” kata ayah Roni dengan wajah prihatin.“Seperti itu ... apa maksudnya?” tanya Roni bingung. “Kami tahu sekarang bagaimana selama ini dia memandang kamu sebagai suaminya,” timpal ibu Roni.“Ayah dan ibu ngomongin Siska?” tanya Roni lagi sementara Ririn lebih memilih diam sebagai bentuk jaga image di hadapan mertua. “Dia memang wanita independen dari dulu kan?”“Bukan!” sergah ibu Roni. “Ternyata selama ini Siska ... sudah membuat berita viral tentang kamu! Gara-gara itu, mau taruh di mana muka kita sekeluarga?”“Apa?! Ayah dan ibu jangan
“Apa yang terjadi sih sebenarnya, Sis?” tanya Kavita setengah mendesak. “Kelihatannya kamu bingung sekali.”Siska menyeka kedua matanya sebelum akhirnya menceritakan apa yang didengarnya di atap gedung perkantoran Roni tadi.“Apa, jadi mereka bikin berita viral?” seru Kavita terkejut. “Tidak nyangka.”“Sudahlah Vit, tidak apa-apa. Aku harap kamu sama Roni tetap jaga hubungan baik kalau suatu saat bertemu di jalan,” ujar Siska dengan senyum yang dipaksakan. “Mereka berdua cuma bermasalah sama aku, jadi kamu tidak perlu memihak.”Kavita mengulurkan tangan dan menepuk bahu Siska.“Kamu masih punya aku Sis,” katanya sambil tersenyum. “Aku mana bisa tidak memihak, nasib kita sama. Diduakan suami cuma karena dia merasa mampu secara finansial, sedangkan dia tidak mikir bagaimana perasaan istri mereka yang selama ini menemani langkahnya dari nol sampai bisa sukses seperti sekarang.”“Iya Vit, kamu juga tidak kalah menderita daripada aku.” Siska menimpali. “Tidak perlu sedih-sedih, semua posti
Wajah Roni langsung merah padam dan meminta sekretaris untuk mengantarkan tamunya ke ruangan rapat.“Anda jangan sok polos seperti anak sekolah,” sela Saga dengan berani. “Apa maksud foto di postingan grup media sosial? Anda itu bukan ibu aku! Ngapain Ayah bawa dia ke kantor?”Roni tertegun sebentar, tapi dia tetap berusaha tenang saat menghadapi kemarahan salah satu anak kandungnya ini.Selama Roni diam, Saga masih menatap tajam dengan sudut matanya. Satu tangannya tetap terjulur di atas bahu Saga yang tinggi dan lebar.“Kamu tidak perlu berlebihan,” kata Roni meminta Saga untuk masuk ke ruangan. “Itu cuma postingan random saja, tidak lebih.”“Postingan random dengan mengungkapkan fakta kalau Ayah ternyata mengkhianati Ibu?” Saga menggelengkan kepalanya. “Aku nggak bodoh Yah, nggak mungkin nggak terjadi apa-apa sama kalian berdua ...”“Saga, sopan sedikit.” Roni menegur. “Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa tanya ibu kamu sendiri.”Saga yang sedang dikuasai amarahnya langsung melayan
“Enggak, jangan sampai kami terganggu gara-gara perbuatan ayah!” komentarnya. “Aku nggak menyangka ayah bertindak terlalu jauh ...”“Makanya kamu tidak perlu memikirkan masalah orang lain lagi,” ucap Siska sambil memperhatikan buku yang sedang dibaca Saga. “Kamu belajar saja yang rajin, ya?”“Iya,” jawab Saga. “Aku harus lulus dengan nilai yang maksimal.”Siska mengambil buku pelajaran Saga dan mengajaknya tanya jawab agar materi yang dipelajarinya bisa meresap dalam kepalanya. Alih-alih berkonsentrasi menjawab pertanyaan yang diberikan, Saga malah memikirkan wajah Ririn yang menyebalkan itu.Malam itu untuk kesekian kalinya Siska tidur di kamarnya yang lama. Dia tergolek lemas setelah selesai membersihkan seluruh ruangan yang kotor karena lama tidak ditinggali. Siska memejamkan mata dan berharap agar dirinya lekas terlelap sampai esok pagi, tapi bayangan Roni langsung hadir dan mengganggunya. Terbayang kembali di ingatannya saat mereka tinggal bersama, bagaimana Roni mencurahkan per
“Karena yang aku cari adalah istri tangguh yang setia,” sahut Roni tidak kalah angkuh. “Bukan istri yang setiap hari ganti pose di depan kamera ponsel terus menerus.”Ririn belum sempat menjawab karena saat itu pintu lift terbuka dan Roni tanpa membuang waktu lagi segera memasukinya.“Itu tadi istri kedua Roni kan?” tanya Pasha ketika dia dan Siska duduk di kursi yang sudah disediakan penanggung jawab acara.“Kamu betul,” jawab Siska. “Dialah orang yang paling ingin aku tendang dari kehidupan ini.”Pasha mengangguk paham.“Jadi dia yang membuat Roni berpaling sama kamu,” komentarnya.“Entahlah, aku masih tidak tahu pasti alasan Roni menduakan aku.” Siska mengangkat bahunya. “Kamu lihat sendiri aku bisa kasih dia tiga anak, karir dia meroket tinggi ... Aku kurang apa sih?”Pasha tersenyum kecil.“Kamu kurang beruntung, Sis.” Dia berkomentar sambil membetulkan posisi duduknya. Siska hanya mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa, dia masih cukup terkejut dengan kehadiran Roni dan istri k
“Entah,” geleng Roni tetap tenang. “Aku cuma memberi tahu alasan kenapa aku lebih suka Siska jadi pegawai daripada pebisnis. Setidaknya aku bisa tetap mampu bersaing secara sehat dan unggul tanpa perlu menjatuhkan istriku sendiri.”“Ngerti apa aku soal persaingan?” hardik Ririn. “Aku baru saja mengenal dunia bisnis, itupun kamu kurang fokus karena masih memikirkan urusan Siska. Jadi jangan menghakimi aku untuk sesuatu yang tidak kamu ketahui!”Setelah selesai menyembur Roni dengan kemarahan, Ririn beranjak pergi untuk menyambut temannya yang sudah dalam perjalanan menuju rumah.“Kelakuan seperti itu kok ngaku-ngaku bisa jadi istri yang lebih baik dari Siska?” gumam Roni sambil geleng-geleng kepala. “Wanita jaman sekarang ....”Siang itu Siska menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Kavita di mejanya setelah jam makan usai.“Vit, apa aku boleh mengetahui data penjualan kita beberapa bulan ini?” tanya Siska ragu-ragu.Kavita mengangkat wajahnya dan memandang Siska dengan saksama.“Tapi
Siska mengangkat bahu sambil tersenyum simpul.“Entahlah, aku cuma tidak mau konsumen memilih produk lain!” katanya bersemangat. “Dan aku kaget saat Pak Ezra memberikan bonus karena penjualannya meningkat.”“Oh ya?” sahut Pasha. “Pasti mereka memutuskan untuk beli di tempat kakakku karena terpesona sama kamu, Sis.”“Pasha! Jangan bilang begitu!” sergah Siska dengan wajah malu. “Aku cuma berusaha bersikap profesional dalam bekerja.”Pasha tertawa kecil.“Kamu memang memesona, Sis. Dari dulu sampai sekarang,” ucapnya sungguh-sungguh. “Oh ya, akhir minggu ini kita jalan-jalan ke pasar malam yuk? Mau tidak?”“Boleh, boleh!” angguk Siska antusias. “Sudah lama aku tidak pernah ke pasar malam lagi.”“Oke, ajak juga anak-anak kamu ya?” ujar Pasha sambil menghentikan salah seorang pelayan yang kebetulan lewat untuk memesan sesuatu.Selagi menunggu, Siska membaca pesan yang dikirimkan Roni untuknya dengan kening berkerut. Dia sudah telanjur membuat janji untuk pergi bersama Pasha dan tidak mung