“Eh Bu anaknya tolong dikondisikan dong, tadi berani banget memukul wartawan sekarang saat ditangkap seperti anak kecil!” celetuk salah satu wartawan di sana.
“Ayuk teman-teman kita pergi dari sini, sudah selesai beritanya!” ucapnya yang lain.
Akhirnya mereka pun pergi dari sana meninggalkan Kayra dan keluarganya di pelaminan itu.
Bu Clara merasa putus asa lalu bersama yang lain pergi menyusul Bayu ke kantor polisi.
Kayra memandang ke arah pelaminan yang sudah dihiias dengan indahnya dengan mawar putih kesukaan dirinya.
Tak terasa bulir-bulir air matanya menetes, rasa perih pun mulai menyerang , tetapi Kayra harus berusaha tegar saat melihat Tuan Bima terduduk lesu dan bersedih dan tiba-tiba mengeluarkan air mata.
Belum sempat air mata itu jatuh, Kayra lalu membuka telapak tangannya agar jatuh ke tangan Kayra.
Seketika Tuan Bima mendongkak kepalanya dan melihat Kayra sudah duduk bersimpuh di hadapannya.
“Kenapa Papi sedih, jangan menangis, air mata Papi sangat berharga buat Kayra!”
“Kay, nggak apa-apa Pi, jangan khawatir lagian ini bukan kali pertama ditolak mentah-mentah dengan seorang pria,” jelasnya.
Tuan Bima masih diam, matanya sembab, mulutnya terkunci rapat, hanya kedua tangannya mengepal, seakan-akan masih ada yang menjadi beban dalam pikirannya.
“Ada apa, Pi?”
“Apa yang Papi pikirkan, kenapa pi?” tanya Kayra merasa khawatir.
Tuan Bima menatap lekat putrinya lalu memeluknya dengan hangat.
“Apakah kamu bahagia, Sayang?”
“Apakah Papi, bahagia?
“Loh kok malah balik bertanya sama Papi, sih?”
“Pi, jika Papi bahagia pasti Kayra ikut bahagia.
“Sayang, apakah menurutmu Papi sangat egois sama kamu?”
“Hanya karena Papi ingin lebih diakui di dunia bisnis Papi membuatmu menjadi janda di usia muda, bahkan kamu sempat depresi dan ya memang Papi tidak menceritakan itu semua, tetapi yang Papi heran kenapa dia tahu semua tentang hidupmu?”
“Papi lupa menanyakan itu kepada Bayu, dia tahu dari mana coba, kalau bukan ada mata-mata di keluarga kita, Kay!”
“Seharusnya tidak Papi biarkan dia mendekam di penjara sebelum Papi menghajarnya sampai puas!”
“Dia berani memenjarakan hati anakku dan ini balasan yang setimpal,” ucap Tuan Bima kesal.
“Sudahlah Pi, biarlah sudah berlalu juga tidak usah dibahas lagi,” ucap Kayra berusaha tegar.
“Oh ya mana mami dan Dion, kok dari tadi tidak melihat mereka?” tanya Tuan Bima yang mulai sadar kalau kehadiran mereka tidak ada.
“Atau jangan-jangan mereka yang memberitahukan kepada Bayu kalau kamu pernah dirawat di sana?”
“Mana mereka?” tanyanya yang mulai emosi.
“Pi, tenang, jangan terbawa emosi tidak baik untuk kesehatan Papi!” sahut Kayra menenangkan Papinya.
“Bagaimana Papi mau sehat melihat tingkah laku mereka, seharusnya Papi tidak menikah dengan Mami Sandra ternyata dia itu benalu!”
“Alex!”
“Siap, Tuan!”
“Cari Nyonya Sandra dan Tuan Muda Dion seret mereka kalau tidak mau pulang, biasanya jam segini mereka ada di mal!”
“Mereka hanya tahu cara menghamburkan dari pada bisa menghasilkan uang!“ucap Tuan Bima kesal.
“Sudah Pi, kita pulang yuk, lebih baik kita tidak usah lagi membicarakan masalah ini ya ,Pi!” sahut Kayra yang sudah malas membicarakan tentang kejadian ini.
“Kay, bagaimana kehidupanmu selanjutnya?”
“Apakah kamu tidak mau menikah lagi?”
“Papi janji hanya keputusanmu yang diambil bukan yang lain, tetapi Papi mohon carilah pasangan agar kamu bisa membagi suka dukamu kepada pasanganmu seperti Papimu ini!”
“Kamu tahu, Papi juga dulu mempunyai kekasih yang tidak direstui oleh eyang, tetapi Papi sangat bersyukur bertemu dengan mamimu yang sangat baik hatinya!”
“Papi jadi rindu sama mami!”
“Seandainya mami masih hidup, tentu kamu tidak akan mengalami seperti ini!” ucapnya sedih.
“Hanya kamu peninggalan dari mamimu, wajah dan kelembutanmu sama persis dengan mendiang mamimu!” lanjutnya sembari menatap lekat wajah Kayra yang masih memakai kebaya lengkap.
“Tidak usah kamu memikirkan yang lain Bima, sekarang bukan saatnya mencarikan kembali jodoh buat Kayra, disaat yang tepat pasti ada yang akan melamar putrimu!”
“Hanya saja Allah masih menyembunyikan jodohmu itu,” sahut Tante Mira tersenyum kepada Kayra.
“Mbak, saya hanya tidak ingin saat saya sudah menyusul maminya di surga, Kayra sendirian di sini!”
“Siapa bilang Kayra sendirian, Papi?” tanya Sandra yang baru datang dari luar bersama Dion.
Sandra dan Dion menghampiri Bima yang masih terduduk lemas. Sandra memandang ke segala arah dan melihat sudah sebagian para pekerja membersihkan semua atribut pernikahan.
“Loh sudah selesai acaranya, padahal Mami baru saja sampai , kok acaranya sudah bubar?” tanya Sandra penasaran.
“Memang nggak jadi lagi ya, atau memang kamu anak pembawa sial bagi keluarga kita!” ucap Sandra ketus.
“Dari mana saja kamu, jam segini baru kelihatan, kamu tahu hari ini hari apa, hah?” tanya Tuan Bima marah.
“Ya tahu, hari ini kan hari Sabtu, waktunya Mami dan Dion Shopping!” ucapnya semringah.
“Mami, ini kan hari pernikahan Mbak Kayra, masa lupa sih?” ucap Dion anak kedua dari Tuan Bima tersenyum.
“Iya Mami tahu kok, buktinya Mami tadi tanya kenapa cepat sekali selesainy, padahal kita belum lama loh pergi Shopping, buru-buru ke sini, eh tahu sudah pada bubar!”
“Cepat banget acaranya, terus Bayu mana?”
“Paling-paling kabur lagi Mi, biasalah kalau mereka tahu kalau Mbak Kayra itu mantan orang gila!” celetuk Dion cengengesan.
“Dion, jaga bicaramu!” teriak Tuan Bima.
“Bagaimanapun juga dia itu kakakmu, kamu harus menghormatinya!” jawab Bima emosi.
“Ya elah Papi, kita itu tidak sedarah lain ibu dan lain Papi, jadi dia bukan siapa-siapa Dion, kali!” celetuknya santai.
“Sudah-sudah tidak usah di bahas nggak enak di sini, malu dilihati orang!” celetuk Sandra tersenyum.
“Tahu nggak Pi, Mami banyak sekali beli baju buat kita semua, nggak pelit kan Mami!”
“Mami juga sudah membelikan gaun malam dan baju tidur lebih tepatnya linggre satu set, supaya nanti kamu malam pertama dengan suami barumu lebih menantang!” ucapnya membisikkan di telinga Kayra dengan bahagia.
“Aduh Mami bagaimana sih, nggak lihat apa acaranya sudah bubar?” ejek Dion di samping Kayra dengan tersenyum sinis.
“Oh nggak jadi lagi, maaf Kay, kamu mungkin tidak ditakdirkan untuk menikah lagi kali, soalnya setiap ada yang mendekati kamu pasti ujung-ujungnya nggak jadi, buat malu keluarga saja!”
“Dan sekarang kamu lihat sendiri kan semuanya menjadi berantakan, sia-sia, kita sudah banyak menghabiskan uang hanya untuk pernikahan kamu ini ditambah harga diri kita sudah dipermalukan seperti ini! “jelas Sandra emosi.
Tuan Bima langsung pergi dari gedung itu diikuti keluarga yang lain, meninggalkan Sandra dan Dion dalam kebingungannya.
“Pi, tunggu! Kenapa sih Papi bersikap begitu, apa yang dikatakan oleh Mami, betulkan?” tanya Sandra membela dirinya sendiri.
Semua orang hanya diam Sandra berkomentar panjang lebar, tetapi tidak satu pun yang mendengarkan celoteh Sandra.
Hal ini membuat Sandra merasa senang karena Kayra lagi-lagi gagal lagi menikah dan membuat posisinya masih tetap aman sebagai salah satu keluarga besar Atmaja.
Bersambung
“Uhuk ... Uhuk ...Malik terbatuk dengan sigap Kayra menghampirinya dan mengambil segelas air putih lalu menyodorkan kepada Malik, tanpa meminta izin kepada Malik, Kayra menyentuh tubuh belakang Malik dengan menepuk-nepuknya, sontak saja Malik salah tingkah dengan perhatian Kayra.“Mas, nggak apa-apa?” tanyanya terlihat khawatir dan Malik bisa melihat dari dekat kembali wajah yang telah mengusik hatinya.“Oh ... Iya sudah nggak apa-apa dan terima kasih,” jawabnya canggung.Kayra melihat ada sisa bubur di sudut bibir Malik mungkin karena tersedak tadi karena tersembur. Tanpa basa-basi wanita cantik itu langsung mengambil tisu yang ada di meja kecil itu, tanpa permisi lagi dia lalu membersihkan dengan lembut. Sontak saja Malik dibuatnya gugup kembali, tetapi Kayra tampak biasa saja.“Nah sudah bersih,” ucapnya dan beranjak pergi dan kembali ke tempat Bu Laras. Lagi-lagi Malik dibuatnya terdiam dengan sikap Kayra yang kembali cuek.Bu Laras semakin bersemangat untuk menjodohkan Mal
“Kayra? Sini Sayang Ibu rindu sama kamu.” Bu Laras ingin menggapai Kayra dengan menjulurkan tangannya, dengan sigap Kayra pun menyambutnya langsung dan membetulkan posisi Bu Laras setelah memberikan rantang empat susun itu ke tangan Malik.Sontak saja Malik terkejut dan ingin memarahinya tetapi saat melihat kearaban diantara mereka berdua hal itu dia urungkan, dia pun menaruhnya di meja kecil dan kembali menghampiri mereka.“Dasar cewek dia kira aku siapa, pembantunya?” gerutunya kesal. “Ibu kenapa mau bangun, belum sembuh total Bu, dan apa ini Bu, kenapa Ibu melakukan semua ini, Kayra takut jika kehilangan Ibu,” jelasnya sambil memeluknya hangat.Malik hanya menatap setiap adegan seperti ibu dan putrinya yang terbuang, dia pun tersentuh dengan apa yang dilakukan oleh Kayra, netranya tidak lepas dari Kayra yang mampu menggetarkan hatinya.“Sial ... Kenapa aku semakin menyukai wanita itu? Tidak seperti yang aku bayangkan dengan wanita yang kebanyakan aku temui?” “Tahan Malik ... tah
“Kamu salah Malik, kamu tidak mendengarkan cerita sebenarnya. Ini terjadi karena kesalah pahaman yang diciptakan oleh ayah kami, Juragan Sapto.” “Juragan Sapto tidak menyukai hubungan Laras dengan Bima. Ibu kamu hanya wanita kampung yang tidak berpendidikan, anak yatim piatu sehingga dipandang sebelah mata oleh Juragan Sapto yang mengetahui kalau anak kesayangannya yaitu Bima sangat mencintai Laras.”“Bima sangat mencintai Laras, sampai -sampai dia ingin meninggalkan semua atributnya dan mau hidup miskin demi Laras demi cintanya, tentu saja Juragan Sapto tidak mau terjadi karena dia lah yang bisa mengendalikan semua harta ayah kami, sehingga beliau membuat rencana untuk membuat mereka berpisah.” “Bapak saya menyuruh Laras untuk berbohong kalau dia sudah dihamili oleh Dirga sahabatnya, dan mengatakan kalau mereka saling mencintai, jika tidak mau mengatakan seperti itu terpaksa keluarga Laras yang menanggung semuanya, semua hutang budenya Laras dengan Bapak di hapuskan.“Laras terpaks
“Elo ke mana saja sih, sudah banget di hubungi, dan sekarang baru elo baca pesan gue, sungguh terlalu!” teriak dari Adi sahabatnya itu dengan geram.“Sory Bro, gue sekarang ada di rumah sakit jiwa tempat nyokap, jadi nggak gue sibuk cari donor darah, nggak lihat kalau banyak pesan masuk,” kilah Malik pelan.“Terus bagaimana keadaan nyokap, kenapa nggak kasih kabar kalau elo buruh donor darah, elo lupa sama gue?” “Bukan begitu Bro, gue panik dan lupa kalau elu kan yang menghandle kerjaan gue, sorry banget ya.”“Oke, nggak masalah yang penting semua baik-baik saja, tetapi ada yang mau gue omongin selain kerjaan.”“Apaan?”“Begini waktu elo menghadiri seminar di Surabaya, kata Winda sekretaris elo ada seorang bapak tua yang mencari elo, tetapi dia tidak menyebutkan namanya.”“Gue sudah lihat dari CCTV , mungkin saja elo pernah bertemu dengan orang itu, walaupun dia memakai masker, pasti ya dari bentuk fisiknya siapa tahu elo kenal.”“Oh ya, apa yang dia tanyakan?” “Kata Winda dia
Malik menatapnya kembali, sepertinya dia tidak bosan memandangi wajah itu yang jelas-jelas ingin membalaskan dendam untuk ibunya.Merasa dicuekin, dengan kejahilannya Kayra sengaja memasukkan jari kelingking Malik ke dalam gelas plastik itu yang masih panas. Seketika dia pun tersadar saat jarinya terasa panas.“Augh apaan sih? Panas tahu!” hardiknya kesal sambil meniup-niup jarinya yang terasa seperti terbakar dan berubah menjadi kemerahan.“Makanya jangan melamun di rumah sakit apalagi rumah sakit jiwa , bisa diciduk dan dimasukkan ke dalam kamar, nih ambil,” jawab Kayra menakut-nakuti Malik dan memberikan minuman itu ke tangannya.“Augh ... panas Markonah!” teriak Malik kembali sambil mengibas-ngibaskan tangannya.“Apa, coba kamu bilang lagi siapa namanya, istri kamu ya?”“Lagian kenapa kamu bengong seperti itu, nggak dapat jatah malam sama istri di rumah?” tanyanya asal sambil meniup-niup minuman itu dengan bibirnya yang seksi menurut Malik. Malik tetap saja mencuri pandang ke
“Ya Allah semoga bukan hal yang buruk,” ucapnya lagi.[Halo ya Dok, Ibu saya nggak apa-apa kan Dok, soalnya saya masih mencarinya tetapi belum ...][Maaf Pak Malik, saya dengan Suster Mira untuk kantong darah sudah kami penuh, jadi Mas nggak usah cari lagi, ada pendonor yang bersedia mendonorkan darahnya.][Alhamdulillah, yang benar Sus?][Iya Mas, sekarang Mas bisa kembali ke rumah sakit, dokter sedang mengoperasi Bu Laras dan mudah-mudahan bisa kembali pulih][Terima kasih Suster, saya akan kembali ke sana][Sama-sama Mas, selamat siang][Selamat siang, Sus]Setelah memutuskan sambungan teleponnya Malik bersujud syukur tidak henti-hentinya, karena masih ada yang mau mendonorkan darahnya untuk ibunya sendiri.“Ya Allah terima kasih Engkau telah mengabulkan permintaan hamba ini, dan aku akan menepati janji untuk memberikan apa yang dia minta, apa pun.”“Aku harus berterima kasih dengan orang itu dan memberikan hadiahnya.”Dengan perasaan sedih dan bahagia, Malik segera melajukan