Share

Bab 3. Pindah

Setelah hari itu, Asrina mengurung diri di rumah. Asrina tidak memberitahu orang tuanya mengenai Evan yang memutuskan pertunangan mereka. Dia tidak ingin orang tuanya khawatir.

Duduk di meja makan, Asrina menikmati sarapan yang dibuat oleh mamanya.

"Ada yang ingin Papa katakan pada kalian," ucap Pak Morael menatap istri dan putrinya.

"Apa Pa?" tanya Asrina penasaran.

"Heh ... kita harus pindah dari rumah ini hari ini juga," kata Pak Morael dengan wajah berat.

"Apa!"

"Papa bercanda kan?"

Bu Kinanti dan Asrina berkata bersamaan.

Pak Morael menggelengkan kepalanya. "Perusahaan sedang mengalami krisis keuangan. Para investor telah menarik dana mereka dan pihak bank tidak mau memberikan pinjaman. Papa terpaksa harus menjual rumah ini dan barang-barang lain untuk mengisi kekosongan dana perusahaan."

Ucapan Pak Morael seakan menjatuhkan bom bagi Asrina dan Bu Kinanti.

"Ini? Bagaimana bisa? Terus apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Bu Kinanti panik.

Asrina menggigit bibirnya tidak tahu harus bagaimana.

"Kalian tenang saja. Papa akan mengurus semua ini. Papa akan mencoba mencari jalan keluar." Pak Morael berusaha menyemangati, dia tidak ingin keluarganya khawatir.

"Pa, Asrina akan minta bantuan Evan. Evan pasti mau membantu kita," saran Asrina.

"Dia tidak akan membantu kita, Nak. Dan pertunangan kalian berdua juga telah dibatalkan," kata Pak Morael pahit.

"Kenapa? Aku akan pergi memohon pada Evan. Dia pasti akan membantu kalau aku memohon padanya," ulang Asrina meyakinkan.

"Jangan pernah kamu memohon pada pria brengsek itu! Papa tidak akan membiarkan kamu memohon pada orang yang telah membuat perusahaan kita seperti ini!" teriak Pak Morael menahan amarah.

Asrina tertegun melihat kemarahan papanya. Ini pertama kalinya papa berteriak dan marah didepannya. Papa biasanya selalu lembut dan tersenyum saat berbicara padanya.

"Tenang Pa. Jangan menakuti Asri. Pasti akan ada jalan keluarnya, nanti." Bu Kinanti berkata membujuk suaminya.

Asrina tidak pernah membayangkan Evan bisa berbuat seperti itu pada perusahaan mereka. Sepertinya dia telah salah menilai Evan selama ini.

Setelah mengepak barang-barangnya, Asrina dan orang tuanya meninggalkan rumah mewah yang telah mereka tempati selama 20 tahun terakhir.

Pak Morael membawa anak dan istrinya menuju rumah lama mereka. Sebuah rumah kecil yang terletak di pinggir kota.

"Ini rumah pertama kita di kota Jampu. Papa sudah menyuruh orang membersihkan sebelumnya. Sekarang kita bisa langsung tinggal di dalamnya," kata Pak Morael berjalan ke dalam rumah.

Asrina menatap rumah itu yang mungkin hanya seluas ruang tamu rumah mereka sebelumya. Rumah itu terlihat sudah sangat tua, tapi terawat dengan baik.

Menggigit bibirnya, Asrina menarik kopernya dan masuk ke dalam rumah. Dia harus mencari cara untuk membantu papa mendapatkan uang dan mempertahankan perusahaan.

ꕤꕤꕤ

Di dalam ruang pemeriksaan Arbian berbaring di ranjang sambil memejamkan mata. Beberapa saat kemudian Arbian duduk dan menghadap Raditya, dokter pribadi yang merawatnya sekaligus temannya.

Kedua keluarga mereka telah berteman sejak lama, jadi mereka juga akrab dan berteman.

"Bagaimana?" tanya Raditya.

Arbian menggelengkan kepala. "Kenangan itu masih muncul setiap kali aku memejamkan mata," jawab Arbian muram.

"Jadi, hanya saat bersama wanita itu kamu bisa tertidur tanpa gangguan," analisis Raditya mengingat penjelasan Arbian sebelumnya.

"Kalau begitu kamu bisa mencoba membuat wanita itu tetap disampingmu. Kita lihat apakah masalahmu ini bisa disembuhkan," lanjut Raditya.

Arbian merupakan pasien Raditya yang mengalami insomnia hanya bisa tertidur menggunakan obat tidur. Tapi, kali ini ada harapan dimana Arbian bisa tertidur tanpa obat, namun itu karena seorang wanita.

"Oh, ya, dimana wanita itu? Kenapa tidak memperkenalkan aku padanya?" tanya Raditya penuh antisipasi.

Ini pertama kalinya Arbian dekat dengan wanita dan wanita ini sangat istimewa.

"Dia sudah pergi," jawab Arbian.

"Apa? Bukankah dia bisa menjadi obatmu? Kenapa kamu membiarkannya pergi? Kamu sangat tempan dan kaya, mana ada wanita yang menolakmu," cerocos Raditya tidak mengerti.

Setahunya, Arbian tidak akan pernah melepaskan hal-hal menarik perhatiannya. Sama seperti saat dia tertarik dalam bidang investasi hingga membuat perusahaan investasi terbesar di kota Jampu.

"Katakan padaku, apakah wanita itu benar-benar bisa menjadi obat?" Arbian bertanya balik serius, dia tidak ingin menanggapi Raditya. Yang dia inginkan penyakitnya ini bisa disembuhkan secepatnya.

"Kita akan tahu saat kamu mencobanya," angguk Raditya serius.

"Oke." Arbian berdiri dan berjalan pergi setelah mendapatkan jawabannya.

ꕤꕤꕤ

Ruang perjamuan penuh dengan tamu yang datang merayakan ulang tahun Pak Roy Larkin yang ke-70 tahun. Pak Roy merupakan mantan bupati kota Jampu sekaligus ketua Larkin Company.

Asrina mengepalkan tangannya, menarik bibirnya membentuk senyuman, dan perlahan melangkah masuk. Asrina mengenakan dress kuning muda dan sepatu hak kecil kuning terpasang indah di kakinya. Sebuah tas tangan senada tergantung di lengan kirinya dan sebuah tas kertas dipegang ditangan kanannya.

Hari ini adalah ulang tahun kakek sahabatnya, Hilya. Hilya telah mengundangnya sebelumnya dan disinilah dia menepati janjinya pada Hilya.

"Asrina, akhirnya kamu datang juga. Aku pikir kamu tidak akan datang." Seorang gadis cantik mengenakan dress hitam berjalan menghampiri Asrina.

Asrina tersenyum tulus melihat sahabatnya, Hilya. "Mana mungkin aku tidak datang. Kamu kan sudah mengundangku dan aku berjanji padamu. Ini hadiah untuk kakek mu dariku," kata Asrina menyerahkan tas ditangannya kepada Hilya.

"Kenapa kamu repot bawa hadiah segala. Sudah ku bilang tidak perlu. Tapi, terima kasih ya." Hilya menerima hadiah itu dan memegang tangan Asrina bahagia.

"Sama-sama."

"Ayo masuk. Aku akan membawamu menemui kakekku," kata Hilya menarik tangan Asrina menuju ke dalam rumah.

"Kakek, aku membawa sahabatku untuk menemuimu," memasuki ruangan Hilya sudah berteriak.

Asrina yang ditarik memasuki ruangan melihat seorang lelaki tua duduk di sofa dengan dua pria lain. Lelaki tua itu tersenyum pada Hilya.

"Kemarilah duduk di samping Kakek," panggil lelaki tua itu.

Hilya tersenyum pada Asrina dan menariknya duduk disebelah kakeknya.

Setelah duduk barulah Asrina melihat kedua orang itu dengan jelas. Salah satunya adalah pria yang ditemuinya beberapa hari lalu dan menginap dirumahnya. Yang lainnya adalah bupati saat ini, Yusran Pratama, menantu Pak Roy.

"Kakek, ini Asrina sahabatku," kata Hilya memperkenalkan.

"Em, kamu Asrina. Hilya sering bercerita tentang kamu. Terima kasih karena telah merawat Hilya selama ini," ucap Pak Roy pada Asrina tersenyum penuh kebaikan.

"Kakek tidak perlu berterima kasih. Hilya adalah sahabatku," balas Asrina sopan.

"Hilya, Kakek ingin memperkenalkan kamu dengan Arbian, CEO Arbi Corporation. Arbian, ini cucu bungsu saya, Hilya." Pak Roy berkata memperkenalkan.

Arbian mengangguk menanggapi, tapi matanya selalu tertuju pada Asrina.

"Ah, dia pengusaha muda pemilik perusahaan investasi terbesar di kota ini!" seru Hilya terkejut tidak menyangka pamannya bisa mengundang orang itu ke ulang tahun kakek.

"Ya, kalian anak muda pasti memiliki bahasa yang sama. Tidak seperti kakek dan pamanmu yang sudah tua. Bagaimana kalau kamu membawa Arbian melihat-lihat rumah kita," pinta Kakek Roy.

Kakek Roy ingin memberikan kesempatan pada cucunya untuk lebih dekat dengan pengusaha muda ini. Siapa tahu mereka bisa berjodoh, itu akan lebih baik lagi.

Asrina merasa risih ditatap terus oleh Arbian. 'Kenapa dia menatapku seperti itu?'

ꕤꕤꕤꕤꕤ

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status