Share

Bab 2. Bawa Pulang

"Nona, sudah sampai di rumah sakit," kata Pak Sopir mengingatkan sambil menoleh ke belakang.

"Ini...?" Pak Sopir tidak tahu harus berbuat apa melihat nona yang hampir ditabraknya tadi sepertinya tertidur.

Entah kapan Asrina mulai tertidur ditengah tangisannya yang tak kunjung berhenti. Mungkin dia kelelahan setelah menangis begitu banyak dan tertidur.

"Tuan, Nona itu sepertinya tertidur. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Pak Sopir melihat ke arah bosnya.

Mendengar pertanyaan Pak Dodi, Arbian mengangkat kepalanya dari dokumen di tangannya dan melirik ke arah Asrina. Arbian tidak mengerti kenapa wanita ini bisa tertidur begitu saja di mobilnya. Tidakkah dia merasa khawatir, dimana kewaspadaannya sebagai orang asing yang tidak mengenal bisa-bisanya dia tidur seperti itu.

"Kembalilah ke vila," ucap Arbian kemudian. Dia tidak tahu dimana tempat tinggal wanita itu dan dia tidak mau membangunkannya.

Ya, Arbian tidak suka ikut campur dalam urusan orang lain, termasuk berbicara dengan orang asing.

Hari sudah hampir petang lebih baik membawanya ke vilanya daripada menunggunya bangun di sini.

"Baik, Tuan." Pak Dodi mengangguk patuh dan menjalankan mobil menuju vila Tuan Arbian.

Dibutuhkan waktu satu jam berkendara ke vila, Arbian menutup dokumen ditangannya dan mengusap pangkal hidungnya merasa lelah seharian bekerja. Arbian memejamkan mata mencoba beristirahat sejenak.

Sebuah Rolls-Royce Phantom melaju ke

depan gerbang komunitas kaya, pintu gerbang segera dibuka oleh penjaga keamanan melihat mobil yang datang. Rolls-Royce Phantom terus melaju masukin komunitas melewati rumah-rumah mewah berlantai dua dan tiga hingga berhenti di depan sebuah rumah besar berlantai dua dengan nomor 9.

Pak Dodi menghentikan mobil dan melirik ke kaca spion. "Tuan, kita sudah sampai," ucapnya mengingatkan.

Pak Dodi melihat bosnya memejamkan mata seperti tertidur. Pak Dodi berbalik sekali lagi memanggil dengan suara yang sedikit lebih keras. "Tuan."

Arbian merasakan seseorang memanggilnya segera membuka matanya dan bertemu dengan pandangan ingin tahu dari Pak Dodi. Arbian kemudian duduk tegak, mengusap kedua alisnya, lalu melirik wanita di sampingnya yang masih tertidur.

"Bawa dia ke dalam," ucap Arbian pada Pak Dodi sebelum turun dari mobil.

"Baik, Tuan."

Pak Dodi turun dari mobil, membuka pintu penumpang belakang dan membangunkan Asrina. "Nona bangun. Kita sudah sampai." Pak Dodi berkata dengan sedikit keras takut wanita itu tidak akan mendengar kalau suaranya kecil.

Asrina mendengar seseorang berteriak di telinganya perlahan bangun, membuka mata, dan melihat seorang pria paruh baya berdiri di luar mobil.

"Nona sebaiknya tidur di dalam, jangan di sini." Pak Dodi berkata melihat Asrina membuka matanya.

Asrina yang setengah sadar mengangguk patuh mengikuti Pak Dodi menuntunya ke dalam vila hingga memasuki kamar tidur. Asrina yang masih sangat mengantuk dengan mata berat akibat menangis tidak bisa membuka matanya dengan jelas. Dia hanya berjalan secara mekanis menuju tempat tidur dan berbaring di sana melanjutkan tidurnya yang terganggu.

Pak Dodi melihat Asrina memasuki kamar dan tertidur kembali membantunya menutup pintu sebelum pergi.

ꕤꕤꕤ

Setelah menangani berbagai dokumen di ruang kerja, Arbian masuk ke kamarnya. Kamar Arbian gelap hanya menyisakan sedikit cahaya kuning dari lampu tidur. Tanpa menyalakan lampu, dia langsung berjalan ke tempat tidur sedikit mengernyit melihat tonjolan di atas kasur.

Sepertinya bibi tidak membersihkan kamarnya hari ini. Pikir Arbian.

Arbian mengangkat selimut dan berbaring di atas ranjang menutup matanya. Tidak lama kemudian suara napas yang berirama terdengar di dalam ruangan.

Keseokan harinya Arbian terbangun sesuai jam biologisnya. Dia merasakan sesuatu menekan perutnya. Mengangkat selimut, dilihatnya sebuah tangan ramping, putih, halus, dan kecil tergeletak di atas perutnya.

Arbian mengalihkan pandangannya mengikuti arah tangan itu dan melihat seorang wanita cantik berbaring di sampingnya tengah tertidur. Dia ingat wanita inilah yang kemarin hampir tertabrak mobilnya dan tertidur saat dibawa ke rumah sakit.

Arbian tidak menyangka wanita ini masih ada di rumahnya dan bahkan tidur bersamanya sepanjang malam. Arbian meraih tangan wanita itu yang berada di atas perutnya, meletakkannya di samping. Setelah itu, dia bangun dan bersandar di kepala ranjang sambil menatap wanita yang tidur lelap di sebelahnya dengan kerumitan di matanya.

Beberapa saat kemudian, Arbian turun dari tempat tidur dan menuju ruang kerja.

Satu jam setelah kepergian Arbian, Asrina membuka matanya perlahan. Melihat langit-langit ruangan yang asing membuatnya langsung duduk dan melihat sekeliling dengan waspada.

"Dimana ini? Ini bukan kamarku!" seru Asrina waspada.

Ruangan itu terlihat dingin didominasi oleh warna putih. Asrina mengingat kembali kejadian kemarin dimana tunangannya berselingkuh dan memutuskan pertunangan mereka. Mengingat hal itu membuatnya merasa sedih lagi dan akan menangis.

Asrina juga ingat kalau dia hampir ditabrak mobil dan menumpang mobil itu.

"Apa ini rumah pemilik mobil?" gumam Asrina.

Asrina merasa wajahnya lengket dan kering. Dia pun bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi.

Setelah mencuci muka, Asrina keluar dari kamar mandi dan meninggalkan kamar. Asrina turun ke lantai pertama dan melihat seorang pria berjas tengah sarapan di meja makan.

"Ah, Nona sudah bangun. Ayo sarapan dulu," ucap Bibi Yupi melihat Asrina berdiri di tengah tangga.

Bibi Yupi adalah pembantu di vila ini yang bertugas untuk memasak dua kali sehari dan membersihkan kamar Arbian. Bibi Yupi merupakan istri Pak Dodi, jadi dia sudah tahu kalau ada nona muda yang tinggal bersama tuan. Suaminya telah menceritakan semuanya padanya kemarin.

Arbian terus menikmati sarapannya tanpa menoleh saat mendengar suara Bibi Yupi.

Asrina tersenyum pada Bibi Yupi yang terlihat sangat ramah. "Terima kasih, Bibi." Asrina berkata, lalu turun menuju meja makan.

Duduk di meja makan, Asrina memperhatikan pria yang duduk di sampingnya. Pria itu membenamkan diri menyantap sarapan di depannya dengan sangat elegan. Dia terlihat sangat tampan, seperti pangeran di negeri dongeng. Cara makannya sangat standar, sepertinya sudah di praktikkan berkali-kali.

"Terima kasih telah membiarkan aku tinggal di rumahmu. Namaku Asrina," ucap Asrina memulai percakapan.

"Arbian," kata pria itu singkat.

"Maaf telah merepotkan kamu," ucap Asrina merasa malu tinggal di rumah orang yang tidak dikenalnya.

Asrina melirik Arbian yang hanya fokus makan, tidak tahu harus berkata apa lagi dia pun diam.

Melihat sarapan di depannya membuat Asrina merasa malu. Etiket makannya sangat buruk, tidak bisa dibandingkan dengan pria itu. Apalagi sarapan ala barat seperti ini.

Asrina si anak manja selalu dilayani oleh mamanya saat makan. Sebagai orang kaya Asrina telah belajar etiket sejak kecil, tapi selalu malas untuk belajar. Cinta orang tuanya membuatnya suka melakukan hal-hal semaunya.

Setelah sarapan Arbian mengeluarkan sebuah dokumen dan meletakkannya di depan Asrina.

Asrina melirik dokumen yang tiba-tiba muncul, kemudian menatap Arbian penuh tanya mencari tahu apa maksudnya.

"Aku ingin kamu berpura-pura jadi istriku. Aku akan memberimu uang sebanyak yang kamu mau," jelas Arbian langsung ke intinya.

"Hah?" Asrina terkejut mendengar ucapan Arbian. Dia membuka dokumen itu dan membaca isinya.

"Tidak! Aku tidak mau." Tolak Asrina melemparkan dokumen ke atas meja.

"Meskipun kamu membantuku dengan membiarkanku tinggal dan makan di rumah mu, bukan berarti aku akan memberikan diriku padamu!" Tegas Asrina marah.

Dokumen itu berisi perjanjian dimana Asrina akan berpura-pura menjadi istri Arbian selama satu tahun. Dimana mereka akan tinggal bersama layaknya suami istri pada umumnya dan Arbian akan memberikan sejumlah uang kepada Asrina sebagai bayaran.

Asrina sangat marah setelah membaca isi kontrak itu. Melihat Evan mencium wanita lain dia tidak semarah ini, dia hanya merasa sedih. Permintaan Arbian sudah melewati batas moral, tidak mungkin dia tinggal serumah atau bahkan tidur sekamar dengan pria yang tidak dicintainya.

Yang tidak diketahui Asrina mereka sudah melakukan itu semua tanpa dia sadari.

"Kamu bisa menghubungiku jika berubah pikiran. Aku sudah meminta Pak Dodi untuk mengantarmu kembali," kata Arbian berdiri dari kursi sambil mengeluarkan kartu nama dan meletakkannya di depan Asrina tanpa memberikan penjelasan tambahan. Kemudian, dia meninggalkan ruang makan.

Asrina melirik kartu nama yang diletakkan Arbian. Di kartu nama itu tertera "Arbi Corporation".

Melihat nama itu, Asrina mengambil kartu nama tersebut dan memasukkannya ke dalam tas.

ꕤꕤꕤꕤꕤ

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status