Ayudhia terkejut dengan tatapan tak percaya pada Arlo, sejenak diam mencerna yang baru saja dikatakan suaminya, setelahnya Ayudhia tersenyum dan menganggap itu sebuah lelucon semata.“Tidak usah berlebihan, Ar. Mau menjadi pelanggan prioritas atau tidak, bagiku sama saja, kok. Aku juga sudah biasa dengan semua yang aku terima,” ujar Ayudhia.Arlo mempererat genggaman, lalu membalas, “Kamu sekarang menantu Radjasa, sudah selayaknya kamu mendapatkan prioritas di fasilitas-fasilitas tertentu. Apalagi hanya di toko perhiasan seperti ini.”Ayudhia menatap suaminya yang bicara dengan sangat serius. Sepertinya tidak mendebat Arlo adalah pilihan terbaik karena Ayudhia tahu, dia pasti akan kalah untuk hal-hal seperti ini.Pelayan kembali masuk ke ruang VIP
Arlo menoleh sekali lagi ke belakang, sambil mempererat genggaman tangan pada Ayudhia, dia kembali menoleh sang istri lalu tersenyum.“Jangan cemas, itu anak buah Theo yang mengawal,” kata Arlo dengan santainya.Mata Ayudhia membulat lebar, dia sampai menoleh lagi ke mobil yang dibelakang untuk memastikan, lalu kembali memandang Arlo.“Kenapa mereka mengawal kita?” tanya Ayudhia.Mengangguk pelan setelah mendengar pertanyaan Ayudhia, Arlo membalas, “Ini demi keselamatanmu juga. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya, jadi selama pria itu belum tertangkap, aku akan memberi pengawalan untukmu.”Arlo menatap ekspresi wajah Ayudhia yang sangat terkejut, lantas memastikan. “Kamu tidak keberatan, ‘kan?”Ayudhia menatap dengan rasa tak percaya mengetahui Arlo sampai bertindak sejauh ini. Dia akhirnya mengangguk mengiyakan karena semua juga demi dirinya.Memulas senyum kecil di wajah agar Arlo tak salah paham dengan diamnya Ayudhia akibat keterkejutan yang dirasakan, Ayudhia lantas me
Mike kembali ke RDJ Group setelah mengirim undangan ke Ardhana.Dia kini sudah berada di depan ruangan Arlo, Mike mengetuk pintu lebih dahulu sebelum masuk ke dalam ruangan atasannya ini.Begitu melihat Mike yang masuk ke ruangannya, Arlo mengalihkan pandangan dari berkas ke Mike, lalu bertanya, “Bagaimana?”Mike melangkah lebih dulu menghampiri, lalu setelah berdiri di depan meja Arlo, dia segera melaporkan apa yang tadi dilihatnya.“Saya sudah menyampaikan langsung undangan pernikahan Anda, Pak. Awalnya, Pak Dimas ini menatap tak senang, tapi setelahnya dia menerima undangan dari Anda dengan sangat baik, bahkan tak ada sikap keberatan atau semacamnya.”Satu sudut alis Arlo tertarik ke atas, sikap Dimas yang diceritakan Mike tak sesuai ekspektasinya. Dengan tatapan ragu tertuju pada Mike, Arlo kembali memastikan, “Kamu yakin?”“Sangat yakin, Pak,” balas Mike.Tatapan Arlo berubah menajam, tetapi untuk kali ini dia tidak mau berspekulasi apa pun. Kembali menatap pada Mike yang masih
Mike memandang undangan yang Arlo ulurkan sebelum segera menerimanya. “Saya akan segera mengirimkannya, Pak.”Arlo mengangguk, sebelum Mike pergi, dia sekali mengingatkan. “Bagaimana reaksi Dimas Ardhana, laporkan padaku.”Mike mengangguk dan membalas, “Saya mengerti.”Begitu Mike meninggalkan ruang kerjanya, Arlo mengulurkan tangan dan meraih ponsel yang ada di atas mejanya.Dia mencari nomor Theo, setelahnya mendial nomor sahabatnya itu.Begitu mendengar suara dari seberang panggilan, Arlo segera bertanya, “Bagaimana? Apa sudah ada perkembangan soal keberadaan pria itu?” “Aku belum mendapatkan informasi apa pun tentang keberadaan pria itu, tapi aku mendapat informasi pemilik mobil yang dipakai untuk membantu pria itu kabur.”Mendengar ucapan Theo, Arlo menegakkan badannya. Tatapannya menajam dengan rahang mengeras. “Jadi, siapa yang membantunya?”“Tenang dulu. Mobil itu ternyata terdaftar sebagai mobil rentalan, anak buahku sudah menuju ke sana untuk menyelidiki siapa penyewanya aga
Ayudhia berangkat ke Atelier dengan senyum semringah. Di tengah masalah kecemasan soal berkeliarannya pria peneror keluarganya, Ayudhia tetap bahagia karena sebentar lagi dia bisa mewujudkan pesta pernikahan yang pernah didambanya dulu.Menikah dengan sebuah pesta, dikelilingi keluarga yang menyayanginya, dan yang pasti dia mendapat suami yang begitu perhatian padanya.Naik ke divisi perencanaan, tatapan Ayudhia tertuju pada Maya dan Della yang sudah ada di balik meja, membuat gerakan tangan agar kedua sahabatnya itu mendekat saat mereka menatap ke arahnya.Maya dan Della buru-buru bangkit dari kursi. Mereka menghampiri meja Ayudhia, lalu berdiri di depan meja kerja sahabat sekaligus atasan mereka ini.Della menggunakan kedua tangan untuk bertumpu di tepian meja, tubuhnya sedikit mencondong ke arah Ayudhia saat bertanya, “Ada apa? Kamu mau ngasih sesuatu?” Ayudhia melebarkan senyumnya. Menatap bergantian pada Maya dan Della, Ayudhia mengeluarkan undangan yang tadi pagi baru saja diki
Fiona baru saja masuk kamar di rumah yang sekarang dia jadikan tempat bersembunyi.Melangkah menuju ranjang, Fiona lebih dulu menengok ke ponsel yang ada di atas nakas. Mengambil benda pipih itu, dia melihat beberapa pesan dan panggilan dari Sonia juga Samuel.Tersenyum miring, Fiona tidak membalas pesan itu tetapi malah mematikan daya ponselnya, lalu memasukkan ponsel ke laci.Dengan tatapan penuh dendam dan ambisi, Fiona berucap, “Ini sudah waktunya, dan sekarang satu persatu akan aku balas ketidakadilan yang aku dapat selama ini.”Masih dengan tatapan begitu tajam, rahang Fiona mengeras dan giginya bergemeletuk kuat. “Tidak akan kubiarkan satu pun orang yang membuatku seperti sekarang, bisa hidup senang begitu saja.”**Keesokan harinya.Sonia semakin panik setelah mengecek kamar Fiona dan masih tidak ada tanda-tanda putrinya pulang. Semalaman Fiona tak pulang, membuat Sonia semakin cemas.Mencoba menghubungi nomor Fiona, Sonia semakin diliputi ketakutan akan keselamatan putrinya k