Jangan lupa komentarnya ya, kakak, kakak yang cantik dan ganteng, sebagai bentuk dukungan buat kapal ArAy, makasih banyak, lope kalian semua :)
Ayudhia baru saja tiba di rumah bersama sopir yang menjemputnya. Dia turun dari mobil membawa kardus berukuran sedang.Ayudhia segera masuk ke dalam rumah menuju kamar, begitu sampai di kamar, Ayudhia melihat Arlo yang sudah pulang.Melihat Ayudhia meletakkan kardus di dekat sofa, Arlo mengerutkan keningnya. “Apa yang kamu bawa?” Ayudhia menoleh pada Arlo. Dia menegakkan badan sebelum menjawab, “Ini potongan pola bahan untuk gaun yang siap dijahit.”Ayudhia mengalihkan tatapan ke kardus di lantai, lalu kembali berkata, “Entah kenapa perasaanku tidak enak, jadi aku bawa semua ini pulang, besok akan aku bawa lagi ke perusahaan. Dengan begini, aku agak merasa lega.”Arlo mengerutkan kening. Dia meletakkan ponsel di meja sambil bertanya, “Bukankah ada penyimpanan khusus di gudang ruang produksi, kenapa tidak diletakkan di sana saja?”Kepala Ayudhia menggeleng pelan. “Entahlah, aku tidak yakin. Tidak apa repot membawa barang ini ke sana-kemari, asal barang-barang ini aman.”Melihat senyum
Maya meremat gulungan kain di tangannya, lalu meletakkan kasar di atas meja.“Maksudnya apa? Urusan gagal atau tidak, biarkan Atelier yang mengurusnya. Mereka kerja di sini dibayar, bukan untuk malas-malasan dengan spekulasi mereka sendiri. Tugas kita di sini kerja.” Suara Maya begitu lantang, dadanya sampai naik turun tak beraturan menahan ledakan emosi.Melihat emosi Maya yang tak terkendali, Ayudhia langsung menyentuh pundak Maya. Dia menggeleng kepala pelan agar Maya tenang ketika rekan kerjanya itu menoleh padanya.“Mereka tidak bisa berbuat seenaknya begitu, Ayu. Mereka digaji untuk kerja bukan mengkritik masalah staff lain,” gerutu Maya.“Kalau dipaksa, takutnya malah akan mengacaukan pekerjaan kita juga. Jadi biarkan saja,” balas Ayudhia.Melihat tatapan Ayudhia yang begitu menenangkan. Maya menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya pelan untuk meredam emosinya.Saat berhasil mengontrol emosi, Maya menatap rekan-rekan kerjanya yang juga tampak malas. Bahkan tak ada yang s
Siang hari di Atelier.Pintu lift terbuka di lantai tiga ruang bagian produksi. Ayudhia bersama timnya melangkah keluar dari lift menuju ruang yang sudah disiapkan untuk mulai merancang desain buatan Ayudhia.Saat Ayudhia mencapai di ambang pintu, langkahnya terhenti saat mendengar pembicaraan karyawan yang bertugas di sana. Dia menatap dua karyawan duduk di depan meja memunggungi pintu masuk.“Sampai sekarang aku masih tidak paham, kenapa dia yang menjadi kepala tim untuk project penting seperti ini.”“Tidak tahu juga apa yang membuatnya dipertahankan. Apalagi kalau berita ini terus naik, mau membuat gaun seindah apa pun, tidak akan pernah dilirik investor. Mereka tidak mau rugi kalau bekerjasama dengan perusahaan yang punya skandal.”“Benar juga, buruk sekali nasib kita. Kenapa kita harus diberi tanggung jawab membuat desain staff itu. Kerja keras pun sepertinya akan sia-sia.”“Merepotkan sekali.”Ayudhia diam dengan tatapan datar, satu tangannya mengepal kuat di samping tubuhnya.S
Di mobil. Arlo duduk diam dengan tatapan datar. Dia melirik pada kaca spion luar, melihat mobil-mobil wartawan mengikutinya. Dia tetap duduk dengan tenang sampai mobilnya tiba di RDJ Group. Saat mobil baru saja berhenti di depan lobby, beberapa wartawan yang ada di depan RDJ langsung mengerumuni mobil Arlo, ditambah wartawan yang tadi mengikuti, membuat security yang akan mengamankan Arlo kewalahan. Mike segera membelah kerumunan, memastikan Arlo mendapatkan jalan untuk masuk ke gedung RDJ, baru setelahnya membuka pintu mobil. Begitu Arlo melangkahkan kaki keluar dari mobil, para wartawan semakin mendesak untuk mendekat meskipun beberapa security sudah menghalangi. “Beri kami jalan!” teriak Mike dengan lantang sambil melindungi Arlo dari kerumunan para wartawan. “Pak Arlo, apa Anda tak mau memberi klarifikasi tentang berita yang beredar dan keterlibatan Atelier di dalamnya?” tanya salah satu wartawan sambil mengacungkan alat perekam ke arah Arlo. Sadar takkan bisa melewati para w
Kening Elvano berkerut samar. Dia menatap bergantian orang-orang yang ada di ruangan itu, sebelum tatapan Elvano berakhir pada Arlo. “Kenapa tidak boleh terlihat bersamamu?”Melihat kebingungan di ekspresi wajah Elvano, Aksa menjelaskan, “Saat ini masalah Ayudhia sedang disangkutpautkan dengan Atelier, jika Ayudhia ketahuan bersama kakakmu, itu akan menguatkan opini buruk publik pada keduanya. Ayudhia akan terkena imbas lebih dalam.”Melihat Ayudhia yang diam, Alina meraih telapak tangan Ayudhia dan tersenyum saat menantunya ini menoleh padanya. “Tidak memperbolehkan orang melihatmu bersama kami, bukan berarti kami tidak menganggapmu keluarga. Tapi untuk saat ini, menutupi identitasmu sangat penting. Jangan sampai kamu menjadi sasaran keegoisan orang-orang yang tak bertanggung jawab. Kami tidak mau kamu semakin dihujat.”Bola mata Ayudhia sedikit berkaca-kaca. Dia menganggukkan kepalanya, memahami semua sikap yang ditunj
Keesokan harinya.Ayudhia bangun dengan wajah lebih segar. Dia sudah membersihkan diri dan memakai pakaian yang Alina siapkan. Ayudhia berdiri mematut diri di depan cermin dengan ekspresi lebih ceria, perasaannya begitu tenang setelah bisa bicara dengan keluarga Arlo.Di dekat Ayudhia, Arlo sedang memakai jam tangan, ketika mengalihkan pandangan pada Ayudhia, dia berkata, “Aku akan mengantarmu ke Atelier sebelum ke RDJ.”Ayudhia menoleh pada Arlo sambil mengangguk. “Iya”Saat Arlo ikut menoleh ke arah Ayudhia, dia bisa melihat sorot kelegaan dan ketenangan dari mata istrinya itu. Senyum samar nyaris tak terlihat terbentuk di bibir Arlo.Ayudhia memperhatikan ikatan dasi Arlo yang kurang rapi. Ayudhia melangkah mendekat ke arah Arlo berdiri, begitu sampai di samping suaminya yang sedang mematut diri di kaca, Ayudhia berkata, “Boleh kurapikan ikatan dasimu?”Saat kembali menoleh pada Ayudhia, pandangannya tertuju ke tangan Ayudhia yang siap terangkat. Arlo memutar tubuhnya menghadap Ayud