Ketika Ava menjawab pertanyaan Sarah dengan anggukan, Sarah menuturkan ujar, "Apa menurutmu ini tidak terlalu janggal, Ava? Rasanya seolah-olah kamu sengaja dijebak agar terlihat buruk di mata James, lalu dia akan mengibarkan bendera kemenangan karena berhasil menyingkirkanmu tanpa memperlihatkan caranya yang licik?"Ava berhenti makan dan memikirkan apa yang diduga Sarah. Semuanya terasa masuk akal, terutama ketika mengingat kalau James membandingkan Ava dan Scarlett yang sudah berbaik hati dan menerima posisinya sebagai istri kedua.Si pengirim pesan misterius itu memang Scarlett, mungkin kini Ava setuju dengan pendapat Sarah. Scarlett memang sengaja memancing dia agar datang dan meledakkan emosinya di depan James sampai dia tak bisa mengendalikan diri ingin menyiram Scarlett, lalu pria itu melindungi Scarlett dan bayi dalam kandungannya. Scarlett memang luar biasa. Sahabatnya itu memang terlalu licik sampai bisa menghancurkan kebahagiaan Ava hanya dalam satu gerakan, yaitu pesan
"James?"Ava dibuat terkejut ketika mengetahui bahwa pria yang membekap dan menyeretnya ke mobil adalah calon mantan suaminya sendiri. Bahkan, James dengan marah mencengkram pergelangan tangan Ava agar tidak melompat turun dari mobil sementara pria itu mengemudi. "Kau gila, James!" Ava meronta-ronta dari cengkraman James. "Lepaskan aku!""Tidak akan!" bentak James dengan kemarahan yang tidak lagi disembunyikan. "Karena kamu tidak mau diajak pulang dengan cara baik-baik, maka jangan salahkan aku jika menjadi sedikit kejam kepadamu.""Sedikit kejam kau bilang?" Ava mendengus dingin. "Setelah mengkhianatiku, dua kali menamparku, dan membawaku dengan cara diculik seperti ini, kau masih bilang yang kamu lakukan ini sedikit kejam? Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu lebih mengerikan daripada iblis yang muncul dari kegelapan?""Tutup mulutmu, Mavesha Ludovic!" James spontan mencengkram belakang rambut Ava hingga wanita itu merasakan lehernya nyaris patah. "Apa kamu tak bisa lebih patuh sedik
Tubuh Ava tergolek di atas brankar, didorong menuju ruang observasi, disusul para medis yang berdatangan kerja cepat saat melihat Rick datang membawa pasien.Ava menjalani pemeriksaan mengkhawatirkan dan mendetail, bertolak belakang dengan keinginan Ava untuk pulang, lantas dia dialihkan ke bangsal VIP."Aku ingin pulang," Ava melayangkan protes pada perawat. "Ini sungguh tidak perlu. Aku tahu kondisiku baik-baik saja."Rick berjalan masuk dengan langkah panjang, menyebarkan energi penuh semangat yang tak terbantahkan. Ruangan serba putih dengan dekorasi mantap itu seolah-olah dipenuhi oleh atmosfer asing yang seketika mengusir segala suasana menenangkan, sekaligus membuat perawat berangsur keluar dari kamar pasien."Kenapa aku ada di sini?" gumam Ava, suaranya agak sedikit menggigil ketakutan lantaran pria bertubuh jangkung itu berada di sana. "Maksudku ... kakiku hanya menginjak pecahan kaca, dan mereka sudah membersihkannya. Kenapa harus dirawat?""Telapak kakimu baru saja dijahit k
"Menikah denganmu?" Mulut Ava ternganga tak percaya mendengar ucapan Rick. "Ya," Rick menyahut singkat. "Kamu tidak mau?""Aku masih berstatus sebagai istri orang." Meski Ava memang ingin bercerai dari James, tetapi bukan berarti dia juga langsung ingin menikah dengan pria lain. Lagi pula, proses gugatan perceraian pun belum diajukan, dan Ava tak memiliki uang satu juta dolar agar James menceraikannya. "Oh, jadi kamu lebih senang mempertahankan pernikahanmu yang tak sehat itu, ya?" cibir Rick dingin. "Atau, apa kamu sangat membutuhkan suamimu yang bajingan itu sampai tak ingin bercerai darinya?""Aku tidak butuh pria seperti itu. Hanya ada beberapa tekanan yang membuatku tak bisa langsung mengurus perceraian. Apa kamu mengerti?" Ava menghela napas panjang-panjang, dan berusaha tenang saat menjelaskan hal tersebut kepada Rick. "Hmm, kebetulan sekali," komentar Rick sambil mengusap-usap bulu janggut usia dua hari dari rahangnya yang tegas. "Aku juga sedang mengalami sedikit tekanan
"Aku hanya memberimu waktu satu hari untuk mempertimbangkan tawaranku. Kamu bisa menghubungiku nanti. Kamu masih menyimpan kartu namaku, bukan?""Ya ... ya!" Ava mengangguk-angguk. "Aku masih menyimpannya.""Oke, kamu bisa menghubungiku setelah membuat keputusan."Dan setelah mengatakan itu, Rick langsung pergi dari bangsal pasien untuk menjawab panggilan. Selanjutnya, Ava merasa lega karena Rick masih tidak kembali dalam waktu satu jam. Untuk itulah dia memanfaatkan situasi tersebut agar bisa keluar dari rumah sakit. Lagi pula, Ava bukan pasien pesakitan yang harus terbaring di ranjang pasien VIP. Dia hanya mendapatkan tiga jahitan kecil di telapak kaki kirinya akibat pecahan kaca yang menancap terlalu dalam. Butuh upaya keras bagi Ava untuk meyakinkan perawat bahwa dia ingin keluar sekarang. Untungnya seluruh biaya administrasi sudah diselesaikan oleh Rick. Dini hari menjelang fajar Ava baru tiba di rumah ibunya, dan beruntung sang ibu sudah tidur hingga dia tak perlu menjelaskan
Saat Ava turun dari taksi, dia hampir tak bisa mempercayai bagaimana toko bunga ibunya hangus terbakar. Namun, perhatian Ava saat ini hanya tertuju pada sekumpulan orang yang mengerumuni Maria. Ibunya yang tercinta itu meraung-raung di trotoar, ditenangkan oleh si pemilik toko koran dan aksesoris yang jaraknya hanya beberapa meter dari toko bunga Maria.Oh, Tuhan! Hati Ava seperti ditusuk-tusuk belati melihat bagaimana sang ibu duduk di atas tembok kasar, menepuk-nepuk dadanya seolah dia tak terima sumber mata pencariannya dilenyapkan seperti disengaja. "Ibu ..." Ava membelah kerumunan orang dengan napas bergemuruh, lalu duduk tersungkur memeluk ibunya. "Kamu tenanglah, kita akan melapor polisi agar mereka mencaritahu siapa yang membakar toko kita—""Omong kosong!" Getaran penuh rasa sakit mewarnai suara Maria saat meremas bahu Ava. "Semua tabunganku yang disimpan di laci konter bahkan lenyap terbakar. Bagaimana mungkin kita akan bisa melapor saat kita tak punya uang?" Lagi-lagi ma
Ava keluar dari rumah ibunya membawa tekad yang sudah bulat, dan sekarang pikirannya dipenuhi oleh Rick. Begitu taksi yang ditumpanginya berhenti di alamat yang ditunjukkan Ava sebelumnya, Ava kembali menyeret lamunan pada realita, lalu mendapati saat ini dia berada di Hospital Liaison. Rumah sakit yang memiliki luas bangunan 640,538 kaki di atas tanah seluas 77 hektar itu merupakan salah satu yang terbaik dan terkenal di distrik Gu. Ava membayar ongkos taksi dan melangkahkan kakinya memasuki gedung rumah sakit. Saat dia melihat papan informasi di departemen ahli saraf, dengan cepat dia bisa menemukan nama Rick yang terpampang di sana. Pria itu adalah Kepala dan Direktur Departemen Bedah Saraf, dan banyak lagi singkatan istilah yang tak bisa Ava artikan. Saking terlalu banyak gelarnya, Ava hanya bisa menyimpulkan bahwa Rick adalah orang yang hebat."Ya ampun, aku sudah tidak bisa mendapatkan nomor antrian untuk periksa pada dokter Rick!" "Apa kamu bilang? Apa dokter Rick sudah ti
"Aku akan mengantarmu pulang." Rick berdiri sambil melepas jas dokter, dan hanya meninggalkan kemeja putih konservatif yang dipadu celana kain hitam di tubuhnya. "Tidak perlu." Ava juga beranjak bangkit dari sofa sambil melambaikan tangan. "Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula, kamu akan bekerja. Kudengar pasienmu tadi sangat—""Jam praktik akan dimulai sore hari," Rick menukas tanpa ekspresi. "Hanya meninggalkan waktu visit dan menunda rapat sebelum operasi. Dan, ya ... mengantar kamu pulang sepertinya tak akan menghabiskan waktu sampai seharian, bukan?"Ava merasa canggung dan ingin menolak, tetapi pria itu lebih dulu meraih tangan Ava dan membawanya keluar ruangan, lalu menutup pintu. Akhirnya Ava hanya bisa mengekori Rick menuju lift, kemudian berhenti di parkiran basement. Langkah Rick yang bertubuh tinggi besar tentu saja sangat panjang, sehingga Ava perlu berlari kecil untuk mengimbangi langkahnya.Pria itu membuka pintu Maybach hitamnya untuk Ava, kemudian dia mengitari mobil d