Home / Romansa / Pernikahan Nona Smith / Bab 3_ Sisi Lain Smith

Share

Bab 3_ Sisi Lain Smith

Author: Khoirul N.
last update Last Updated: 2021-03-17 13:00:21

“Bangs*t! Berhenti menelponku!”

Smith mematikan telepon dengan wajah geram. Ia menyisir ke belakang rambutnya yang panjang dan selalu terurai dengan jari-jari kanannya. Memunculkan terbentuknya sebuah belahan rambut tepat di tengah-tengah kepalanya.

Smith bahkan juga menghentakkan kaki untuk melampiaskan kejengkelannya yang telah sampai di ubun-ubun.

“Orang ini benar-benar bisa membuatku gila. Apa dia tidak bosan mendengar umpatanku setiap saat? Haaah, menyebalkan sekali!” ujar Smith dengan napas yang masih tersengal menahan amarah.

Gadis itu berjalan melewati pos satpam fakultas masih dengan menggerutu. Membuat Janu yang tadi melewatinya dan kini tengah berdiri di tempat parkir, tak jauh dari pos satpam, menjadi bertanya-tanya, kepada siapa Smith berbicara dengan begitu kasar?

“Nona Smith!” teriak seorang lelaki yang berusia sekitar 42 tahun dengan baju berwarna putih lengkap dengan topi, peluit, dan sebuah pentungan yang tergantung di ikat pinggangnya. Lelaki itu berlari dari pos satpam, menghampiri Smith dengan wajah sumringah.

Janu yang baru saja melepas helmnya, kini bergerak cepat, mendekat dan bersembunyi di balik rumpun bunga bogenvil. Dalam batinnya ia bersyukur karena tempat parkir begitu sepi pada jam ketujuh dan delapan, jam-jam akhir perkuliahan.

“Pak Hadi. Bapak sudah kembali bekerja?” sahut Smith dengan suara dan wajah yang sangat jauh berbeda dengan yang ditampakkan gadis itu saat berbicara dengan seseorang melalui ponsel.

Smith memasang senyum yang sangat manis kepada satpam yang berbincang dengannya. Itu adalah pemandangan langka yang belum pernah dilihat Janu. Jangankan tersenyum lebar, tersenyum kecut saja tidak pernah.

“Terima kasih ya, Non. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi jika Nona tidak menolong saya.”

“Tidak, tidak. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Jadi, istri dan anak Bapak sekarang sudah di rumah?”

“Sudah, Non. Alhamdulillah. Tapi, saya mohon maaf,” ujar Pak Hadi dengan wajah sedikit cemas.

“Mohon maaf untuk apa, Pak?” tanya Smith keheranan.

“Tanpa seizin Nona, saya memberikan nama Sasmitha Maharani kepada putri saya,” jawab Pak Hadi ragu-ragu lantaran merasa telah lancang.

Tapi Pak Hadi sungguh tidak bermaksud untuk berlaku tidak sopan. Lelaki itu hanya terlalu senang dengan bantuan yang diberikan Smith hingga merasa perlu untuk memberikan nama penolongnya itu kepada bayi mungilnya.

Harapannya, agar ia dan keluarganya selalu ingat pada kemurahan hati Smith yang telah membiayai persalinan caesar sang istri di sebuah rumah sakit.

“Benarkah? Wah, saya sangat senang sekali mendengarnya. Itu suatu kehormatan bagi saya, Pak Hadi,” tukas Smith dengan mata berbinar-binar karena terharu.

Tentu saja berhasil membuat Pak Hadi menjadi begitu lega. Pak satpam itu sama sekali tidak menduga jika Smith akan sangat senang dengan pengakuan yang ia sampaikan.

Saking senangnya, Pak Hadi sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia benar-benar merasa sangat dihormati dan dihargai meski hanya seorang satpam di Fakultas Bahasa dan Sastra.

“O, sebentar,” ujar Smith sambil merogoh kantong celana hitamnya.

“Ini untuk Sas kecil. Hehe, sebaiknya putri Bapak dipanggil Sas saja. Jangan seperti saya,” kata Smith lagi sambil menarik tangan Pak Hadi dan meletakkan lembaran-lembaran uang ke tangan lelaki itu.

“Tapi Non, ini tidak perlu. Istri dan putri saya sudah pulang dari rumah sakit, dan mereka sungguh sehat. Apa yang Non berikan waktu itu sudah sangat cukup,” ujar Pak Hadi sambil menggeleng dan berusaha mengembalikan uang yang diberikan Smith.

Smith memberikan beberapa lembar uang berwarna merah yang jumlahnya lebih dari sepuluh lembar.

Hal tersebut cukup menggelitik, sebab Smith mengambil uang itu dari dalam saku celananya begitu saja. Tanpa mengeluarkan dompet terlebih dahulu, sebab gadis itu memang tidak memiliki dompet.

Tapi hal lain yang cukup mengejutkan adalah jumlah uang yang diberikan itu, nominalnya cukup banyak untuk seorang gadis yang penampilannya begitu biasa. Tidak terlihat sama sekali ciri-ciri orang kaya dari diri Smith.

Gadis itu selalu berangkat ke kampus dengan menaiki angkutan umum, semua pakaiannya biasa-biasa saja tidak bermerk, dan ia juga jarang terlihat pergi ke kantin untuk makan. Kalaupun Smith berada di kantin, gadis itu hanya membeli minuman saja.

“Tidak, tidak. Itu untuk putri, Bapak. Terimalah. Maafkan saya karena belum bisa berkunjung ke rumah Bapak. Tapi saya berjanji, jika ada kesempatan, saya akan melihat Sas kecil. Pasti wajahnya jauh lebih cantik dari saya. Hahaha, semoga Sas bisa menjadi anak berbakti,” kata Smith yang tertawa karena merasa tersindir oleh doanya sendiri. Smith merasa terlalu durhaka untuk berdoa seperti itu. Semestinya doa itu untuk dirinya juga.

Smith kemudian terburu-buru meninggalkan Pak Hadi. Ia sempat melambaikan tangan kepada satpam itu sebelum akhirnya berlari menuju gedung tempat kelasnya berada.

Gadis itu tidak hanya meninggalkan Pak Hadi yang masih tidak habis pikir atas semua kebaikan Smith padanya. Tetapi juga meninggalkan Janu yang tersenyum-senyum sendiri melihat sisi lain Smith yang manis.

Janu lantas berlari kencang ke arah yang sama dengan Smith. Ia baru sadar bahwa perkuliahan di kelasnya sore ini, mungkin telah dimulai lima menit yang lalu.

***

“Wah, Janu. Bapak terkejut sekali kau juga terlambat sore ini. Bapak kira kau tidak masuk karena sakit atau ada urusan tertentu,” kata Pak Jack apa adanya sebab Janu merupakan mahasiswa paling rajin dan disiplin di kelas tersebut.

“Maafkan saya, Pak. Ada hal mengejutkan yang membuat saya tetap tinggal di satu tempat,” tukas Janu sambil tersenyum dan menggaruk kepalanya.

Sementara Smith, tampak lebih tertunduk daripada sebelumnya. Gadis itu selalu bertingkah demikian jika ada di sekitar Janu. Ia yang beberapa waktu lalu sangat berniat untuk mencolok mata Janu, pada kenyatanya malah selalu berusaha menjaga matanya agar tidak terpancing untuk melihat mata Janu yang enak untuk dipandang.

“Baiklah, tidak adil jika kalian saya izinkan duduk begitu saja, karena kalian terlambat dalam kelas saya. Tapi lebih tidak adil lagi jika saya melarang kalian untuk mengikuti perkuliahan saya. Jadi, agar sedikit lebih adil, kalian harus menerima sanki atas kelalaian yang telah kalian lakukan. Supaya waktu kita tidak terbuang sia-sia, kalian harus memberi contoh pada teman-teman kalian tetang apa yang baru saja saya sampaikan pada mereka.

Tadi saya sempat menyinggung soal membuat sebuah prosa dengan cara mengamati lingkungan sekitar. Sekarang saya ingin kalian saling mengamati. Kemudian, sampaikanlah satu paragraf saja yang menggambarkan hasil observasi kalian,” perintah Pak Jack dengan gaya khasnya.

Janu langsung refleks menghadap ke arah Smith. Namun Smith, tetap pada sikapnya. Tidak melihat Janu sama sekali.

“Smith, silakan lihat Janu dan temukan inspirasi darinya,” tegur Pak Jack.

Smith yang sangat menghormati Pak Jack sebagai dosen favoritnya, lantas memaksakan diri untuk melihat ke arah Janu yang berdiri di sampingnya. Tapi ia hanya menoleh sesaat, lalu mengembalikan pandangannya ke lantai.

“Apa itu cukup?” tanya Pak Jack heran.

“Cukup, Pak,” sergap Smith membuat Pak Jack tersenyum.

“Apa kau memilih bagian tertentu  atau keseluruhan?”

“Mata, saya memilih mata. Apa saya boleh langsung menyampaikan hasil dari pengamatan saya?”

Pak Jack sedikit kaget. Meski tahu kalau kemampuan Smith dalam matakuliahnya di atas rata-rata, beliau tidak mengira akan secepat itu Smith menyelesaikan tugasnya. Apalagi Smith tampak tidak benar-benar mengamati Janu.

“Silakan.”

“Mata. Aku pernah melihat semburat warna pada matanya yang membuatku tidak bisa berhenti berpikir. Ingatanku kembali jauh pada masa-masa paling membahagiakan dalam hidupku. Membuatku senang sampai jantung ini berdegup sangat cepat. Namun saat aku tersadar, hanya ada perih di sana. Sebuah luka yang membuatku ingin mati saja.”

Senyum yang semula terkembang di wajah Janu, langsung memudar setelah mendengar dua kalimat terakhir dari petikan prosa yang dibuat Smith.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 186_ Suka dalam Duka

    Janu menelan ludah setelah mengetahui yang sebenarnya terjadi. Ia menghembuskan napas panjang, menyayangkan kecelakaan yang sampai menewaskan Sinta."Janu, Ayah minta maaf. Kau benar, Ayah sudah melakukan kesalahan besar. Kini semua telah terungkap. Sinta sudah menunjukkan siapa dia sebenarnya.""Tidak, Ayah sudah keliru jika meminta maaf padaku. Ayah tidak punya salah padaku," kata Janu memasang senyum lebar. Sama sekali tidak menunjukkan adanya kemarahan apalagi dendam."Tapi Ayah sudah mengusirmu dari rumah.""Tidak Ayah. Sejak awal itu bukan rumahku. Tapi sejak kecil, Smith telah tinggal dan tumbuh besar di sana. Ada banyak kenangan manis di rumah itu. Jadi, akan lebih tepat jika Ayah meminta maaf pada Smith.""Benar, itu semua benar. Ayah tahu kesalahan Ayah pada Smith tidak akan termaafkan.""Tidak Ayah. Smith sudah berjanji untuk memaafkan Ayah."Janu pun ke luar untuk memanggil Smith. Sesaat kemudian Janu kembali dengan mengga

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 185_ Kecelakaan Maut

    Bruaaakkk!"Mama!" jerit Sisil saat melihat mobil yang ditumpangi Sinta bertabrakan dengan mobil lain.Sontak saja jalanan sekitar menjadi sangat ramai. Orang-orang mulai berkerumun untuk melihat lebih dekat kecelakaan itu.Sementara itu, Smith masih berada dalam dekapan Janu. Peristiwa kecelakaan itu berada tepat di belakang mereka. Suara dua mobil yang bertubrukan itu terdengar begitu keras di telinga mereka. Kerasnya tabrakan yang terjadi bahkan sampai membuat salah satu mobil terbalik.Sisil langsung menghentikan mobilnya begitu saja, tanpa menepi dulu. Ia ke luar dengan berlinang air mata. Berlari mendekat untuk melihat keadaan mamanya."Mama ...!" jerit Sisil lebih lantang melihat mamanya mengeluarkan banyak darah dari kepala dan telinga.Smith dan Janu langsung menoleh. Mereka mengenal dengan baik suara perempuan yang berteriak itu. Smith dan Janu langsung terbelalak karena mengenal mobil yang terlibat kecelakaan lalu lint

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 184_ Permintaan Janu

    Mendadak Smith dan Janu menjadi buronan banyak orang. Anak buah Hendry dan orang-orang Sinta sedang berusaha keras melacak keberadaan pasangan muda itu. Sedangkan Sisil, diam-diam mengikuti mamanya.Baik Hendry maupun Sinta sama-sama sibuk menghubungi nomor ponsel Smith, tapi jelas tidak tersambung karena ponsel Smith ikut terbakar. Mereka lantas menghubungi Janu, tapi tidak bisa juga. Ponsel Janu terjatuh ketika lelaki itu pingsan."Bangs*t! Lihat saja, kalau aku sampai menemukan kalian, aku pastikan kalian mamp*s!" umpat Sinta sambil mengendarai mobilnya. Sesekali ia menagih informasi hasil dari pencarian anak buahnya.***"Apa kau yakin kau tidak apa-apa?" tanya Smith melihat suaminya yang masih tampak pucat."Aku baik-baik saja. Selama kau bersamaku, aku akan selalu baik," jawab Janu sambil memegang tangan istrinya. Ia juga menyunggingkan senyum yang membuat hati Smith leleh hingga tanpa sadar pipinya memerah.Di dalam angkot itu hanya a

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 183_ Buku Doa

    Dengan dada hampir meledak, Hendry membuka pintu rumahnya. Tidak cukup sampai di situ, Hendry juga berteriak-teriak memanggil sang istri.Pak Jono yang melihat hal itu, menjadi sangat takut. Ia tahu majikannya sedang sangat murka setelah mendengarkan pengakuannya.Sejujurnya Pak Jono terhitung nekat. Sinta telah melarangnya untuk mengatakan pada siapa pun bahwa majikannya itu telah pergi ke lingkungan kost Smith. Tapi Pak Jono tidak bisa menyembunyikan apa yang ia ketahui. Tuan Hendry harus tahu semuanya, begitulah pikir Pak Jono."Ada apa, Ayah?" kata Sisil yang baru saja membuka kulkas di dapur untuk mengambil air dingin. Ia Langsung berlari menghampiri sang ayah yang terdengar murka menyebut nama mamanya."Di mana mamamu?" bentak Hendry dengan urat leher yang mencuat.Sisil menelan ludah. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya sampai membentak dirinya. Sisil merasa tidak melakukan suatu kesalahan apa pun."Mama ... Mama sedang ke luar, Ayah,"

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 182_ Hati Ayah

    Sudah barang tentu kalau wajah Hendry tidak bisa menyembunyikan kecemasan yang luar biasa besar melihat lingkungan kost tempat Smith dan Janu tinggal telah hangus terbakar. Bahkan hingga kini api masih diusahakan untuk dipadamkan.Tanpa pikir panjang, Hendry langsung ke luar dari dalam mobilnya. Ia pun berlari mendekat, bertanya pada siapa saja yang ia temui terkait keberadaan putri dan menantunya. Tapi tentu saja semua yang ia tanyai menggeleng. Tidak ada satu pun yang mengenal orang bernama Smith dan Janu. Mereka bahkan tidak tahu siapa lelaki berkemeja hitam yang bertanya pada mereka.Benar, meski Hendry Sasongko adalah pengusaha sukses yang sering muncul dalam koran bisnis ataupun berita-berita di internet, bahkan televisi, kenyataannya sosoknya tidak menjadi penting dan berharga bagi orang-orang pinggiran di sana.Bagi mereka hidup adalah perjuangan tiada akhir. Tidak berjuang artinya tidak akan makan, sama dengan menggali lubang sendiri. Hal-hal terk

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 181_ Ciuman Cinta

    Janu melepas sendiri selang oksigen yang terpasang. Ia merasa kurang leluasa untuk berbicara. Tentu saja hal itu membuat Smith menanyakan kondisinya. Smith tampak sangat gusar melihat Janu yang masih pucat dan lemah."Tidak apa. Aku baik-baik saja. Melihatmu ada di hadapanku seperti ini membuatku langsung sembuh. Katakan padaku apa kau terluka? Apa ada tubuhmu yang terkena api?" kata Janu yang merasa seperti satu tahun tidak bertemu dengan istrinya."Sebagai orang yang baru sadar, kau terlalu banyak bicara," tukas Smith dengan wajah kesal, tapi hatinya sangat senang dan lega."Maafkan aku. Aku tidak bisa menahan diri. Selalu ingin berbicara saat bersamamu. Sekarang jawablah, apa kau terluka?""Tidak, aku baik-baik saja. Katakan padaku bagaimana dengan napasmu? Apa masih terasa sesak?" tanya Smith dengan jantung yang nyaris melompat ke luar."Tidak," jawab Janu yang kemudian menghela napas panjang untuk memastikan napasnya memang telah normal.

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 180_ Akhirnya Cinta

    Smith terbatuk-batuk. Tidak dipungkiri kepulan asap membuat dadanya menjadi sangat sesak. Juga penglihatan yang menjadi sangat terbatas. Ia berkedip beberapa kali karena asap itu juga membuat matanya perih.Janu masih mengira bahwa Smith yang alergi debu menjadi sangat tersiksa karena asap yang memenuhi bilik kost mereka. Ia lekas-lekas mengambil dua pakaian dari dalam lemari dan mencelupkannya ke dalam bak air. Dengan sigap Janu menutupkan baju itu ke hidung istrinya.Dari luar, suara teriakan Pak Herman memberi peringatan pada Smith dan Janu yang masih terperangkap api. Pak Herman menjadi sangat was-was melihat dua sandal yang ada di depan pintu kost nomor empat. Asal tahu saja, bagian depan bilik, termasuk atap dan pintu telah dipenuhi api. Tidak ada jalan bagi Smith dan Janu untuk ke luar."Smith jangan biarkan kain ini lepas dari mulutmu. Aku akan mengambil selimut," kata Janu setengah berteriak. Ia bersicepat menarik selimut putih yang ada di atas ranjang.

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 179_ Membakar Sampah

    Pagi-pagi sekali Sinta telah rapi. Ia mengendap diam-diam ke luar dari kamar, tidak ingin diketahui oleh Hendry. Sinta akan melakukan pekerjaan besar hari ini. Sebuah pekerjaan yang akan sangat menyenangkan jika sampai berhasil dilakukan.Dengan cepat Sinta berjalan menuju lantai dasar. Ia bahkan membuka pintu rumah dengan hati-hati agar tidak ada orang rumah yang mendengar.Sinta tersenyum lebar saat melihat Pak Jono sedang mengelap mobil. Ia pun bergegas menghampiri Pak Jono."Pak, cepat antarkan aku!" perintah Sinta tanpa basa-basi. Semakin cepat ia pergi, akan semakin baik."Ke mana Nyonya?" tanya Pak Jono keheranan. Biasanya majikannya itu lebih memilih untuk ke luar dengan mengemudikan mobil sendiri. Selain itu, hari masih terlalu pagi untuk Nyonya Sinta bangun.Satu-satunya alasan Sinta memilih untuk ke luar diantar Pak Jono adalah lantaran ia tidak tahu pasti lokasi yang dituju sebab belum pernah ke sana. Meski Sinta mengantungi alamatnya,

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 178_ Malaikat Maut Smith

    Pak Jono menghembuskan napas panjang, bingung dengan tujuan dari sang majikan yang memintanya mengantar ke satu tempat dan berpindah ke tempat lain, tanpa tahu apa yang ingin dilakukan.Pak Jono mengamati ekspresi wajah sang majikan yang tampak tetap berkerut dahinya. Ia juga bisa melihat gurat kecemasan yang membuat sang majikan menatap ke arah jendela mobil, memandang entah."Tuan ... " panggil Pak Jono akhirnya setelah tidak mampu lagi menahan rasa ingin tahunya."Ada apa Pak Jono?" sahut Hendry masih dengan kening mengernyit."Apa ... tadi Tuan ingin menemui Bibi Ipah?""Ya," jawab Hendry cepat dan singkat. Seolah sebagai tanda tidak boleh ada dialog lagi sesudahnya.Entah mengapa jawaban Hendry itu membuat Pak Jono menelan ludah. Sejujurnya Pak Jono ingin bertanya lebih lanjut menyoal tujuan majikannya itu menemui Bibi Ipah padahal hari sudah larut dan semestinya majikannya itu tahu kalau panti tentu sudah tutup.Pak Jono j

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status