Share

Bab 6. Pembalasan Sempurna

Selamat membaca!

Setelah selesai berpakaian, Viola melangkah keluar dari kamar dengan perasaan kesal. Sejak tadi ia masih tidak terima karena rasa sakit akibat dijatuhkan oleh Devan masih terasa dari pinggang hingga kakinya.

"Seenaknya aja Pak Devan jatuhin gue. Dasar dosen killer, kalau gue nggak cinta ama dia, nggak akan mau gue minta dinikahin." Sambil menghentakkan kedua kakinya dengan penuh penekanan, Viola terus melangkah hingga di sisi lorong lainnya.

"Kenapa lama banget ganti baju aja?"

Suara itu seketika membuat Viola menoleh. Tentu saja raut kesal benar-benar ditunjukkan oleh gadis cantik itu, terlebih ia hafal betul dengan siapa pemilik suara yang saat ini memanggilnya.

"Apa Bapak enggak tahu karena Bapak tadi jatuhin saya, pinggang saya tuh jadi sakit sampai ke kaki?"

"Saya nggak peduli. Lagian suruh siapa kamu pake pura-pura pingsan."

"Dasar nggak punya hati!" Viola merasa sangat geram. Namun, rasa kesal itu hanya bisa ia luapkan di dalam hatinya.

"Kenapa kamu lama? Saya tuh capek diri di sini nungguin kamu."

"Lah, lagian nggak ada juga yang nyuruh Bapak nungguin saya!" Kedua mata Viola tampak melotot. Menatap wajah Devan dengan nyalang.

"Karena saya tuh harus ngingetin kamu sesuatu sebelum ketemu ibu dan orang tua kamu di bawah."

"Ngingetin apa ya?"

"Syarat keempat."

Viola sejenak diam. Mengingat 5 syarat yang sudah Devan katakan waktu itu. "Syarat keempat apa ya? Saya lupa, Pak."

"Sepertinya kamu memang harus sering-sering saya ingatkan ya!"

"Habisnya syarat yang Bapak bilang waktu itu kebanyakan, udah gitu tadi juga Bapak tambahin lagi satu."

Devan menaikkan sebelah alisnya, menatap Viola tanpa berkedip sambil melipat tangan di depan dada dan tetap menyandarkan tubuhnya pada dinding yang ada di belakang. "Syarat keempat, kita akan berakting seperti pasangan suami-istri sebagaimana mestinya di depan keluarga saya juga keluarga kamu, tapi tidak saat di kampus. Di sana, kita harus bersikap layaknya dosen dan mahasiswa seperti biasanya." Devan semakin menatap tajam wajah Viola yang tiba-tiba langsung menemukan cara untuk membalas apa yang telah Devan lakukan padanya.

"Gue punya ide," batin Viola mengulas senyuman hingga terlihat jelas oleh Devan yang seketika merasa heran.

"Apa yang kamu pikirkan?"

"Bukan apa-apa. Ayo, Pak! Pasti sekarang kedua orang tua kita udah nungguin." Viola pun melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti. Meninggalkan Devan yang hanya bisa mendengus kesal karena pertanyaannya tak mendapatkan jawaban dari Viola.

"Sebenarnya apa yang dia pikirkan? Kenapa dia tersenyum seperti tadi?" batin Devan langsung menyusul langkah Viola yang hampir menuruni anak tangga di depan sana. "Semoga dia enggak ngelakuin hal-hal yang aneh." Devan hanya bisa mengatakan itu dalam hati. Coba tetap tenang, walau kini sudah timbul sedikit kekhawatiran dalam dirinya.

Setibanya Devan di meja makan, kedatangannya langsung disambut dengan ramah oleh Viola yang sudah lebih dulu tiba di sana.

"Nah, ini Mas Devan, Mah. Panjang umur kamu, Mas, baru aja tadi ditanyain sama Mama kamu."

Devan pun tersenyum. Menatap sekitarnya di mana hanya kursi yang ada di sebelah Viola yang kosong.

"Ayo, Mas, makan! Biar aku ambilin ya!" Viola bersikap baik di depan semuanya. Membuat kedua orang tuanya merasa sangat bangga karena ternyata menikah muda bukan masalah besar bagi Viola karena diusianya sekarang, gadis cantik itu sudah tahu tugas-tugas yang harus dilakukan sebagai seorang istri.

"Ibu Dina ini sangat pintar ya mendidik anak perempuannya, padahal anak teman saya yang seusia Viola dan sudah menikah, nggak seperti ini lho."

"Jeng Nilam bisa aja mujinya." Dina sebenarnya merasa heran dengan sikap Viola. Namun, ia tak mau ambil pusing dan berpikir jika Viola benar-benar mengingat setiap nasihat yang ia berikan sebelum hari pernikahan. Hari di mana Dina coba menanyakan lagi keseriusan Viola yang tiba-tiba memutuskan untuk menikah muda.

Devan hanya menatap tidak suka ke arah ibunya. Namun, tentu saja ia tidak bisa menunjukkannya begitu saja. Terlebih saat sang ibu melihat ke arahnya, pria itu seketika merubah pandangannya dan tersenyum menatap Nilam.

"Kamu beruntung punya istri seperti Viola, Devan. Pokoknya Mama mau, acara resepsi kamu jangan kelamaan ya! Lagian kamu ini aneh, masa punya istri sebaik Viola resepsi malah kamu tunda-tunda sih."

"Bukan begitu, Mah. Lagian Viola kan masih kuliah, Mah. Ini juga permintaan Viola kok karena dia masih malu kalau sampai teman-teman di kampusnya tahu kalau dia menikah muda, benar begitu, kan, Vi?"

Viola yang sudah duduk di kursinya setelah memberikan sepiring makanan lengkap dengan lauk juga sayuran pada Devan pun seketika menoleh menatap bingung pria itu. Bagaimana tidak, Devan memang tidak pernah mengatakan soal masalah tersebut hingga Viola merasa terkejut saat mendengarnya.

"Ka-pan aku—"

Belum sempat melanjutkan ucapannya, Devan langsung menginjak kaki Viola hingga gadis cantik itu meringis, menahan sakit.

"Kamu ingat yang kamu omongin waktu itu, kan, Sayang?" Devan menatap tajam Viola yang seketika berbunga-bunga dengan panggilan sayang yang begitu saja lolos dari mulut Devan. Ya, walau Viola tahu itu hanya pura-pura, tapi setidaknya ini adalah kali pertama pria itu memanggilnya dengan sebutan sayang.

"Iya, Mah, betul kata Mas Devan. Itu permintaan aku. Soalnya aku tuh enggak mau kalau nama baik Mas Devan sampai rusak karena ada omongan yang nggak enak di kampus. Aku tuh takutnya, teman-teman aku malah ngira yang nggak-nggak karena aku nikahnya tiba-tiba gini. Nanti mereka malah pada ngomongin yang nggak benar dan reputasi mas Devan di kampus bisa jelek."

Alasan Viola seketika dapat dipahami oleh Nilam yang langsung tersenyum menanggapinya. "Tuh, Devan, istri kamu ini emang benar-benar baik lho. Dia mengutamakan nama baik kamu dibanding keinginannya sendiri. Padahal asal kamu tahu ya, bagi seorang perempuan, resepsi itu sangat penting karena selain untuk mendeklarasikan hubungan kalian ke banyak orang, lewat resepsi itu juga kita sebagai perempuan bisa ngerasain gimana rasanya jadi ratu dalam satu hari. Bukan begitu, Bu Dina?"

"Iya, betul apa yang dibilang mama kamu, Devan. Ibu juga sebenarnya setuju kalau resepsinya jangan lama-lama, tapi balik lagi, ini kan udah jadi keputusan kalian berdua. Jadi, Ibu sih terserah kalian aja, benar begitu, kan, Pak?" Dina menoleh, menatap suaminya yang sejak tadi hanya diam tak ikut menanggapi pembahasan yang tengah terjadi. Pria paruh baya itu sejak tadi terus melihat Devan. Menatap penuh selidik pria yang mulai hari ini baru saja menjadi menantunya.

"Kenapa bokap Viola ngelihatin gue begitu ya?" batin Devan sambil merasa canggung dan penuh tanda tanya.

"Oh ya, Devan, bagaimana kalau beberapa hari ke depan kamu ajak Viola bulan madu dulu? Kebetulan Om ada kenalan di Bali, nanti dia bisa atur rencana bulan madu kamu di sana. Gimana? Kamu mau enggak?" Tiba-tiba tawaran itu terlontar dari seorang pria lainnya yang merupakan adik dari Nilam. Pria bernama Sadewo itu memang hadir untuk menemani Nilam menggantikan ayah Devan yang sudah tiada.

"Kalau untuk bulan madu, saya belum pu—"

"Saya mau, Om." Viola memotong sebelum Devan melanjutkan perkataannya. Membuat pria itu tak berkutik dan langsung menatap sinis Viola dengan tajam.

"Ini saatnya gue ngebales perlakuannya tadi di kamar," batin Viola tersenyum penuh kemenangan. Senyuman yang sengaja ia perlihatkan pada Devan sebelum kembali melihat Sadewo.

"Nah, itu istri kamu mau, Devan. Okelah, kalau begitu Om akan atur jadwalnya. Bagaimana kalau seminggu lagi?"

Devan tercekat luar biasa. Ia bahkan sampai tersedak hingga Viola langsung inisiatif menuangkan segelas air untuk pria itu minum. "Ini, Mas, minum dulu. Kamu pelan-pelan dong makannya, Mas, masa bisa tersedak begitu." Layaknya sebuah perhatian jika didengar oleh yang lainnya hingga membuat semuanya tersenyum melihat betapa manisnya pasangan pengantin yang baru saja menikah. Namun bagi Devan, perkataan itu seperti sebuah sindiran yang semakin membuatnya geram.

"Cewe ini benar-benar menyebalkan," batin Devan merasa kesal sambil mulai meminum segelas air yang sudah ia terima dari Viola. Sementara itu, Viola terdengar mengiyakan rencana dari Sadewo yang akan mengatur bulan madu mereka dalam satu Minggu ke depan.

Bersambung ✍️

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
pinter nih Viola. pingin balas dend4m ke Devan dengan cara yg lain. keknya nanti klo beneran bulan madu Devan bakalan diobrak Abrik nih sama Viola. dia kan jahil banget.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status