Share

Bab 6. Sandiwara Ketahuan

Penulis: Eka Pradita
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-17 10:40:43

"Kenapa sih punya suami nyebelin banget, ya? Tapi ... gue enggak boleh nyerah. Gue bakal terus godain Pak Devan biar dia luluh dan akhirnya bisa cinta sama gue." Viola terdengar menggerutu kesal saat baru saja masuk kamar mandi. Masih ingat dengan penolakan Devan tadi.

Sementara itu, pria yang sempat merasa kesal dengan sikap Viola tadi terlihat duduk di tepi ranjang.

"Cinta? Dulu Renata bilang cinta, tapi dia malah main belakang dan nyakitin gue." Devan berdecih kesal. Menguatkan hati untuk tak begitu saja percaya dengan perkataan Viola. Ya, ingatan pria itu sesaat tertarik ke belakang waktu di mana ia memergoki tunangannya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan alasan yang didapat Devan dari wanita bernama Renata itu adalah momen yang paling menyakitkan dalam hidupnya. Momen di mana sejak saat itu, Devan menderita disfungsi ereksi sampai hari ini. "Cinta itu bulshit! Gue enggak boleh lagi percaya sama yang namanya cinta. Dulu Renata juga bilang cinta sama gue, tapi apa, dia malah selingkuh sama Elmer hanya karena gue enggak pernah bisa muasin dia, belum lagi Silvi, dia malah nikah sama anak pejabat. Ah, kayanya semua cewek sama aja." Mengingat hal itu, amarah mulai menguasai dirinya. Tangan Devan tampak mengepal erat, memukul beberapa kali tepi ranjang dengan cukup keras saat mengingat kisah cintanya yang selalu berakhir mengenaskan.

Di tengah rasa kesal Devan, suara ketukan pintu terdengar dari depan kamar. Pria itu pun dengan cepat menyudahi amarahnya.

"Devan, Viola, yuk kita makan siang dulu di bawah!" Suara itu terdengar tak asing di telinga Devan. Suara dari wanita yang sangat dicintainya. Ya, ibunya yang bernama Nilam Sari adalah seorang single parent sejak Devan berusia 17 tahun.

"Iya, Mah, tapi Viola lagi mandi dulu." Sambil menjawab Devan melangkah. Membuka pintu dan tersenyum menatap wajah keriput ibunya yang beberapa bulan lagi akan berusia 55 tahun.

"Ya udah, Mama tunggu di bawah, ya. Kamu coba kasih tahu Viola soalnya ayah dan ibunya juga nungguin dia!"

"Iya, Mah." Devan tersenyum. Melihat sang ibu yang setelah mengulas senyum langsung berbalik, lalu kembali melangkah menuju anak tangga yang ada di ujung koridor sana.

"Kenapa gue harus terjebak hubungan kaya gini sama cewe yang gue pikir enggak akan pernah lagi gue temuin?" Sambil menutup pintu kamar, Devan menghela napas dengan kasar. Pria itu benar-benar tidak menyangka bahwa ia akan mengabulkan ancaman Viola demi menutupi rahasia penyakitnya.

"Vi, buruan mandinya! Mama saya tadi ke sini, katanya orang tua kamu juga nungguin di bawah. Mereka ngajakin makan siang bareng."

Satu sampai dua kali, Devan terus memanggil Viola. Namun, gadis cantik itu tetap tidak menggubris panggilannya. Devan pun meradang. Pria itu mengetuk dengan lebih keras. Ia mengira Viola memang sengaja tak menjawab karena ingin mengerjainya.

"Kenapa dia enggak jawab-jawab, ya?" Devan semakin heran, terlebih setelah ia mengetuk pintu dengan keras, tetapi masih tak ada jawaban dari Viola. "Jangan-jangan ...." Amarah dan rasa kesal yang sempat mengusiknya, tiba-tiba berubah jadi cemas. Tanpa ragu, Devan langsung membuka pintu kamar mandi yang ternyata memang tidak terkunci.

"Viola ...." Pandangan Devan langsung tertuju pada sosok wanita tanpa pakaian dengan tubuh yang basah kini terbaring membelakanginya di bawah guyuran air dari shower yang belum dimatikan. "Kamu kenapa, Vi?" Sebelum berlutut menghampiri Viola, Devan mengambil handuk tebal berwarna putih yang menggantung di sisi pintu kamar mandi.

"Vi, sadar, Vi ... kenapa kamu bisa pingsan begini?" Devan sudah berlutut setelah memutar kran shower agar tak lagi membasahi tubuh Viola.

Dengan perlahan, Devan mulai mengangkat tubuh Viola hingga menghadapnya dan tepat berada di atas pangkuannya. Tubuh polos itu terpampang jelas di kedua mata Devan hingga membuat pria itu sampai kesulitan menelan saliva-nya sendiri.

"Sebaiknya gue keringin dulu tubuh Viola." Walaupun pikirannya tengah melayang, Devan tetap mengusap setiap bagian di tubuh Viola dengan handuk yang ada di tangan kirinya, sementara tangan kanannya masih menopang tubuh Viola yang ada di atas pangkuannya.

"Kenapa setiap ngelihat tubuh Viola, seperti ada reaksi yang gue rasain di bawah sana? Apa mungkin Viola emang bisa nyembuhin penyakit impoten gue?" Di dalam hati, Devan coba mengerti dengan situasi yang tengah dihadapinya. Situasi yang tentu saja sangat membingungkan. Bagaimana tidak, ini adalah pertama kali pusaka miliknya bereaksi, padahal sebelumnya hal itu tidak pernah terjadi. Bahkan sekalipun Devan sengaja membayar wanita malam, semua itu sia-sia. Bukan hanya tak ada reaksi, pria yang memang sejak kecil memiliki cita-cita menjadi dosen itu tidak merasakan hasrat apa pun, walau wanita itu menyentuh tubuhnya sampai membuka pakaian hingga tubuh polosnya terlihat jelas di mata Devan.

"Ish, sempet-sempetnya di saat kaya gini gue malah ingat itu." Sadar dari lamunannya, Devan langsung menggendong tubuh Viola. Tubuh ramping yang putih mulus itu kini sudah berada dalam kedua tangannya.

Sepanjang perjalanan menuju ranjang, Viola yang ternyata hanya pura-pura pingsan tak kuasa menahan senyuman. "Ya ampun, baru digendong Pak Devan aja gue udah sebegini senengnya, apa lagi kalau lebih dari ini," batin Viola yang memang sengaja bersandiwara hanya agar bisa lebih dekat dengan Devan.

"Oh, jadi kamu pura-pura pingsan." Tiba-Tiba suara itu terdengar lantang saat melihat senyuman Viola yang hampir luput dari pandangannya.

Perkataan Devan seketika membuat Viola terkejut. Gadis cantik itu pun langsung membuka mata, lalu tersenyum dengan barisan gigi putih yang tampak rapi tepat ketika Devan sudah tiba di samping ranjang. "Ketahuan ya, Pak."

"Udah salah malah nyengir lagi!" Devan menatap tajam. Tanpa aba-aba, pria itu melepas dekapannya hingga tubuh Viola jatuh mengenai tepi ranjang dan mendarat tepat di atas lantai.

"Aduh, sakit, Pak." Gadis itu terdengar mengaduh. Merintih sambil memegangi bagian pinggulnya yang baru saja membentur tepi ranjang.

"Bisa enggak sih, Pak, jangan kasar-kasar sama istri sendiri!"

"Ya, suruh siapa ngerjain saya!" Devan balik menampilkan raut wajah kesal.

Dengan acuh, pria itu pun berbalik, lalu pergi begitu saja menuju pintu kamar. Namun sebelum keluar, Devan sempat menoleh kembali melihat Viola yang tengah berusaha bangkit dari posisi jatuhnya.

"Sudah cepat pakai bajumu dan langsung ke bawah! Jangan sampe Ibu saya ke atas lagi cuma buat manggil kamu!" perintah Devan dengan suara tegas tanpa ada rasa bersalah karena telah menjatuhkan Viola.

"Ih, dasar nyebelin! Enggak jadi dosen, enggak jadi suami, sama aja killer-nya. Aduh, mana sakit lagi ... apes, apes, udah di jatuhin, enggak di tolongin, eh ditinggal juga." Viola masih menggerutu, menatap kepergian Devan yang sudah tak lagi terlihat.

Bersambung ✍️

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
astagaa viola kamu ada-ada ajja udahh tau punya suami itu kiler malahh d jahili terus ......
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
pinter nih Viola. pingin balas dend4m ke Devan dengan cara yg lain. keknya nanti klo beneran bulan madu Devan bakalan diobrak Abrik nih sama Viola. dia kan jahil banget.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 49. Terjebak Rencana Jahat

    Selamat membaca!Viola tampak begitu cemas. Menanti balasan pesan suaminya. Namun, sampai ia mau berangkat pergi ke rumah Arya, Devan tak kunjung membalas. Membuat raut wajahnya semakin murung. Gadis itu pun mulai berpikir jika suaminya itu memang sudah tak lagi peduli."Apa ini akhir dari rumah tanggu gue?" Kenangan demi kenangan mulai bermunculan. Satu persatu terbesit jelas dalam pikirannya. Membuat air mata tak sanggup lagi Viola tahan untuk tak menetes. Gadis itu coba menguatkan hati. Memaksa isak tangisnya mereda saat panggilan dari sang ibu terdengar di depan kamar."Vi, ada temen kamu datang.""Iya, Bu, bentar." Sebelum keluar dari kamar, Viola sejenak mematutkan diri di depan cermin. Memastikan tak ada air mata yang tertinggal di wajahnya. Tentu saja ia tidak ingin jika Arya sampai tahu bahwa ia habis menangis karena menunggu balasan pesan dari Devan yang tak kunjung datang."Vi, apa kamu sudah izin sama suami kamu kalau mau pergi sama Arya?" tanya Dina begitu melihat Viola

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 48. Di Luar Dugaan

    Selamat membaca!Di dalam mobil, Viola dan Devan masih diam tak saling bicara, padahal mereka sudah menempuh setengah perjalanan pulang."Ngapain diajak bareng kalau cuma didiemin doang. Tahu gitu kan mending tadi pulang sendiri aja." Kesal Viola menggerutu dalam hati. Masih menatap ke luar jendela tanpa pernah melihat Devan sejak dirinya berada di dalam mobil."Saya minta maaf ya, Vi."Akhirnya, kata-kata itu terdengar dari mulut Devan. Viola pun tersenyum. Namun, sengaja ia tahan karena tak ingin terlalu kelihatan bahagia di depan Devan."Kenapa minta maaf, Pak?" Viola menatap wajah Devan yang sesekali melihatnya karena harus fokus dengan kemudi."Saya udah salah. Nggak seharusnya beberapa hari ini saya menyalahkan kamu dan bersikap tidak baik sama kamu."Viola masih diam. Hatinya merasa sangat lega karena akhirnya Devan menyadari kesalahannya."Kalau saya nggak mau maafin gimana?" Viola yang masih ingin melihat Devan lebih berusaha, berpura-pura dingin meski di dalam hati, dirinya

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 47. Undangan Arya

    Selamat membaca!"Berarti bokap lo bisa terlibat kecelakaan setelah nganterin bokapnya William ke rumah sakit?" tanya Viola setelah mendengar cerita dari Tari di jam istirahat. Ya, setelah mata kuliah pertama selesai, keduanya kini tampak sudah berada di kantin."Iya, Vi. Ternyata begitu ceritanya. Pantes aja di lokasi kejadian nggak ada motor bokap gue, bokap gue naik ojek online saat itu.""Sekarang lo udah nggak ngerasa bersalah lagi, kan?""Iya, gue lega sekarang, tapi gue sebenarnya keberatan dengan niat William mau nikahin gue. Gue udah bilang dia nggak harus ngelakuin itu kalau dia nggak mau, cuma dia tetap mau nikahin gue karena itu keinginan yang terakhir dari bokapnya sebelum meninggal.""Oh, bokapnya William meninggal, bukannya bokap lo udah bawa dia ke rumah sakit?""Bokap gue emang udah nyelametin bokapnya William, tapi satu bulan kemudian, bokap William meninggal.""Oh gue ngerti sekarang. Jadi, William dan ibunya ngerasa berutang budi sama bokap lo karena bokap lo mereka

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 46. Menyadari Kesalahan

    Selamat membaca!Devan menuruni anak tangga dengan langkah yang tergesa-gesa. Wajar saja, pagi ini ia bangun kesiangan setelah semalam sulit sekali memejamkan mata meski sudah menyalakan alarm pada ponselnya."Bi, tolong panggilin Viola! Bilang sarapan di kampus aja karena saya udah telat." Setibanya di lantai bawah, Devan langsung memerintahkan Retno yang terlihat sedang menyapu lantai di ruang tengah."Tapi, Mas, Mbak Viola udah jalan dari 15 menit yang lalu." Retno tampak bingung. Merasa heran karena Devan bisa tidak tahu akan hal itu."Dia udah jalan ...?" Devan seketika terdiam. Teringat perdebatan semalam di mana keduanya sampai harus pisah kamar."Bibi pikir Mas Devan tahu. Apa Mas Devan lagi ada masalah sama Mbak Viola?" Meski tak enak hati menanyakan itu, tetapi Retno penasaran karena mencemaskan kedua majikannya. Terlebih Retno tahu jika mereka baru saja bahagia setelah hubungan keduanya sempat diguncang karena kedatangan Renata."Oh, nggak apa-apa, Bi. Mungkin karena saya k

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 45. Hubungan Renggang

    Selamat membaca!"Ini semua salah kamu, Devan! Harusnya kamu temui Audrey saat dia sakit, kenapa kamu malah nggak percaya kalau dia sakit? Kenapa?" Renata langsung mencengkram erat kerah kemeja Devan dengan kasar saat melihat kedatangan pria itu bersama Viola yang seketika langsung berusaha melepaskan tangan Renata dari suaminya."Jangan seperti ini, Renata! Lagi pula kematian Audrey bukan kesalahan Devan. Ini sudah takdir, kamu harus bisa terima."Renata menatap nyalang. Penuh dendam dengan sorot mata yang tajam. "Lebih baik kalian pergi dari sini! Aku nggak sudi kalian datang, cepat pergi!" Dengan mendorong tubuh Devan, Renata mengusir paksa keduanya agar pergi.Suara wanita itu sampai membuat beberapa orang jadi menatap sinis ke arah Devan dan Viola yang seketika merasa tidak nyaman berada di sana."Mas, lebih baik kita pulang aja! Percuma kita datang, niat baik kita nggak dihargai di sini!"Devan menatap sendu. Masih tak mengalihkan pandangannya. Pria itu terus melihat jenazah anak

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 44. Sang Penyelamat

    Selamat membaca!Sejak mengakhiri sambungan teleponnya dengan Viola, Devan kembali pergi, padahal pria itu baru saja tiba di rumah beberapa menit lalu. Namun, entah kenapa ia merasa tidak tenang. Memikirkan Viola yang baru diizinkan pulang dari rumah sakit, tetapi sudah pergi keluar rumah seorang diri."Apa sebaiknya gue jemput Viola dulu, ya?" Setelah cukup lama bergelut dalam keraguan, Devan pun akhirnya memutuskan untuk pergi menuju cafe tempat di mana Viola berada. "Lebih baik gue jemput Viola dulu. Setelah itu, baru gue bisa nemuin Elmer. Lagian kenapa juga Viola harus pergi segala, padahal dia baru dibolehin pulang dari rumah sakit."Devan merasa cemas. Menambah kecepatan mobilnya agar segera tiba di cafe yang berada dekat dari kampus tempatnya mengajar.Tak butuh waktu yang lama, Devan sudah berbelok ke jalan di mana tempat tujuannya berada. Cafe Brewbee ada di sisi kanan dari jalan yang dilaluinya. Artinya, Devan harus memutar dulu di pertigaan yang berada di ujung depan sana

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status