Share

BAB 9 - PERMINTAAN MAMA

Pagi itu Bulan sudah mandi dan bersiap turun ke lantai dua dengan membawa beberapa paper bag yang berisi oleh-oleh dari Bali. 

Dibantu oleh bibi asisten rumah tangga, Bulan membawa semua barang-barang itu ke ruang keluarga untuk dibagikan ke semua orang.

“Bulan, kenapa repot-repot bawain mama oleh-oleh banyak begini.” Mama Silvi berkomentar saat ia masuk ke dalam ruang keluarga.

“Tidak repot, Ma. Mumpung sekalian di Bali. Kapan-kapan belum tentu ada waktu buat liburan lagi,” jawab Bulan diiringi tawa ringan. Ia mulai bisa menyesuaikan diri dengan keluarga Alfan dengan berbicara santai.

Mama Silvi ikut tertawa. Semua pekerja yang bekerja di rumah mendapatkan jatah semuanya tanpa terkecuali. 

Setelah keadaan hening, Mama Silvi menggenggam tangan Bulan dan menatapnya dengan intens penuh ketegasan. 

“Ada apa, Ma?” 

Mama Silvi masih belum bicara. Ia hanya menatap menantunya yang juga tengah menatapnya.

“Mama,” panggil Bulan sekali lagi.

“Berjanjilah dengan mama,” jawabnya dengan mendesak. 

“Janji apa, Ma? Aku tidak akan berjanji sebelum Mama kasih tahu apa yang harus kujanjikan.” Bulan menggeleng, “janji adalah hutang dan aku takut tak bisa menepatinya.” 

“Berjanjilah untuk selalu menemani Alfan dalam keadaan apa pun. Baik suka atau duka, jangan tinggalkan Alfan.” 

Bulan langsung menggeleng dengan tegas. “Aku tidak bisa berjanji untuk itu, Ma. Jodoh tidak ada yang tahu,” jawabnya dengan tegas.

“Kenapa?” 

“Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi nanti, Ma. Jangan membuatku mengemban sesuatu yang berat.” Bulan menghela napas pelan.

“Mama kenapa berpikir sejauh itu?” 

Apa Mama tahu sesuatu tentang hubungan Mas Alfan dan istrinya? Bulan menebak.

Mama Silvi memeluk Bulan dengan erat. “Setiap orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Begitu juga dengan kami sebagai orang tua Alfan. Kami ingin Alfan memiliki istri yang baik dan dari keluarga yang baik.” 

Perkataan Mama Silvi semakin membuat Bulan berpikir bahwa wanita paruh baya itu sudah mengetahui hubungan anaknya dengan wanita lain.

“Apa Mama merahasiakan sesuatu?” tanya Bulan dengan tatapan mata menyelidik.

Mama Silvi menggeleng. 

“Lalu sebenarnya apa maksud Mama? Aku masih tidak mengerti ke mana arah pembicaraan ini.” 

“Tidak ada orang tua yang tidak menginginkan kebahagiaan untuk anaknya. Tapi jika kebahagiaan itu hanyalah semu dan penuh kepalsuan, apakah kami akan membiarkannya?” 

Bulan menggeleng. “Semua orang tua pasti ingin yang terbaik dari sekedar yang baik, Ma.” 

Mama Silvi tersenyum puas dengan jawaban Bulan. 

“Jangan dipikirkan,” ucap Mama Silvi membuyarkan lamunannya. “Jalani saja semuanya seperti air mengalir.” 

Bulan mengangguk. 

Tok! Tok! Tok! 

“Mas Alfan, makan siang dulu.” 

Bulan berdiri di depan ruang kerja milik Alfan. Mengajak lelaki itu untuk makan siang bersama karena semenjak pagi lelaki itu selalu menghindarinya. 

Bulan tahu bahwa Alfan merasa bersalah. Ia juga tahu bahwa suaminya enggan bertemu karena pembicaraan semalam yang teramat menyakitkan. 

Tapi … dengan segala pengertian Bulan masih mau menunjukkan perhatiannya untuk Alfan yang jelas telah banyak menyakitinya.

Ceklek! 

Alfan keluar dari ruang kerjanya dengan mata sayu. 

“Makan siang dulu, Mas.” 

Alfan hanya mengangguk dan mengikuti langkah Bulan menuju meja makan.

Tidak ada Mama Silvi atau Papa Andre. Mereka hanya makan siang berdua dalam kebungkaman masing-masing. 

Setelah makan siang, Alfan pamit kembali ke ruang kerja karena harus menyelesaikan pekerjaannya. Bulan hanya mengangguk tanpa bertanya apapun. 

Keduanya berniat pulang ke rumahnya. Karena mereka berdua pulang mendekati makan malam, akhirnya Mama Silvi membawakan banyak makanan untuk menantunya agar mereka bisa langsung makan tanpa menunggu.

Awalnya Mama Silvi meminta anak dan menantunya menginap satu malam lagi, namun Bulan menolaknya karena besok mereka berdua sudah mulai menjalankan aktivitas kembali. 

Sore tadi Bulan sudah meminta tolong pada sopir Mama Silvi untuk mengantarkan oleh-olehnya ke rumah keluarga Latief. 

“Sering-sering main ke rumah kalau lagi libur.” Mama Silvi berpesan sambil memeluk Bulan. 

“Kami pulang, Ma, Pa. Jaga kesehatan kalian,” pamit Bulan kepada kedua mertuanya.

Mobil yang dikendarai Alfan membelah padatnya jalanan ibukota. Sebenarnya jarak rumah mereka tidak terlalu jauh seperti ke rumah keluarganya yang butuh waktu berjam-jam.

Satu jam kemudian ….

Mereka telah tiba di rumah sendiri. Bulan segera turun diikuti oleh Alfan.

“Kamu masuk saja duluan. Aku akan mengeluarkan kopernya dulu,” ucap Alfan ketika mobil sudah berhenti di rumahnya. 

“Iya.” Bulan langsung keluar dari dalam mobil setelahnya. 

Mbak Marni yang membukakan pintu dan bertanya apa yang diinginkan. Ia menyerahkan paper bag berisi makanan yang dibawakan dari rumah mertuanya. 

“Dihangatkan saja nanti, Mbak. Aku mau bersih-bersih dulu,” ucap Bulan menginterupsi yang langsung dibalas anggukan kepala.

Bulan langsung berjalan ke kamarnya dan langsung membersihkan diri dengan mencuci muka. Pikirnya tidak usah mandi karena sore tadi ia sudah mandi di rumah mertuanya. 

Setelahnya ia merebahkan diri sebentar di atas ranjang untuk meluruskan punggungnya yang sedikit pegal.

Ceklek! 

“Bulan,” panggil Alfan yang mengira Bulan tertidur.

“Ada apa, Mas?” 

“Sudah mandi?” 

“Sudah tadi. Kenapa?” 

“Tidak sholat isya dulu? Ayo sama-sama, kita berjamaah.” 

Mendengar itu Bulan tersenyum tipis dan segera duduk dengan tegak. 

Alfan pamit ke kamar mandi lebih dulu untuk membersihkan diri. Tak lama lelaki itu sudah keluar dengan penampilan yang segar dan terlihat tampan dengan baju koko yang dikenakan. 

“Wudhu dulu,” ucapnya. 

Alfan berdiri di depan sebagai imam sedangkan Bulan mengikuti di belakangnya sebagai makmum. Keduanya melakukan sholat dengan khusyuk untuk pertama kalinya setelah berstatus suami istri. Sebelumnya mereka selalu melakukan sholat sendiri. 

“Assalamualaikum warahmatullah.” 

Setelah mengucapkan salam keduanya masih duduk untuk memanjatkan doa. 

“Allaahumma baarik lii fii ahlii wa baarik li ahlii fiyya (Ya Allah, berkahilah istriku untukku dan berkahilah aku untuk istriku)."

“Allahummaghfirli, warhamni, wahdini, wa‘aafini, warzuqni (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah petunjuk kepadaku, selamatkanlah aku, dan berikanlah rezeki kepadaku).”

“Amin.”

Alfan berbalik badan menoleh ke arah Bulan yang sudah berlinang air mata. Lelaki itu menghapus air mata istrinya dengan pelan kemudian istrinya menangkap tangannya dan mencium punggung tangannya penuh kelembutan dan perasaan.

Alfan merengkuh tubuh Bulan ke dalam pelukannya dengan air mata yang juga ikut meleleh. 

‘Maaf’ satu kata itu sudah berulang kali diucapkan.

Jika seperti ini mereka berdua terlihat seperti pasangan yang berbahagia. Yang satunya sholeh yang satunya shalihah, tapi apa yang terlihat kadang tak sesuai dengan kenyataan. Begitulah kehidupan.

“Bulan bisa minta sesuatu?” Alfan berbicara serius.

“Ada apa, Mas?” 

“Bisa bicara padaku dengan bahasa santai saja? Jangan terlalu kaku, jika seperti ini kita terlihat seperti orang asing.” 

Bulan mengangguk. “Baiklah.”

Setelah makan malam, Bulan langsung masuk ke kamarnya sedangkan Alfan masuk ke ruang kerjanya kalau tidak salah. Ia tidak begitu memperhatikan karena saat Alfan pamit tadi, ia sedang bertelponan dengan Mami Tari.

Mami Tari terkejut ketika ia mengatakan berlibur bersama Alfan. Karena ibunya tahu bahwa di antara keduanya belum ada cinta di dalamnya. Namun penjelasan Bulan mematahkan semua prasangka buruk ibunya.

Wanita itu sedang menekuni buku yang sedang dibaca. Salah satu buku bisnis yang dulu dibeli atas rekomendasi dari dosennya saat ia menempuh pendidikan di Harvard University.

Bulan adalah lulusan Harvard University jurusan manajemen bisnis dengan predikat cumlaude. Namun memilih mengembangkan hobinya menggambar dengan menjadi seorang desainer. 

Fokusnya kembali terpecah saat mendengar getaran ponsel. Bulan melihat ponselnya, layarnya mati berarti bukan suara ponselnya. Ia menoleh dan mendapati ada ponsel tergeletak di atas meja. Bulan meraihnya dan melihat nama yang tertera di layarnya.

My Love, menjadi nama yang disematkan di kontak tersebut. 

Bulan menduga itu adalah istri pertama Alfan, cintanya, wanita yang dibela lelaki itu hingga mengorbankannya. 

Ragu.

Ia ingin menjawab panggilan tersebut dan mendengar suara dari wanita yang sudah membuat lelaki seperti Alfan bertindak gegabah. Namun, siapkah ia mendengar apa yang seharusnya tidak didengar? 

Dengan tangan sedikit gemetar dan hembusan napas panjang, ia meraih ponsel tersebut yang terus bergetar dan mengganggu konsentrasinya. Jemarinya menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan. 

“Halo Mas, kenapa pesanku dari tadi tidak dijawab?” 

Suaranya lembut dan terdengar manja di telinganya. 

“Mas Alfan. Kok diam saja. Ada apa, Mas? Tidak rindu aku ya?” 

Bulan masih terdiam dengan hati yang semakin melebur mendengar suara bernada manja itu mendayu di telinganya. 

“Halo, Mas Alfan.” 

“Maaf Mbak. Mas Alfan sedang sibuk,” ucapnya dengan bibir yang bergetar.

“Loh! Maaf Mbak siapa ya?” tanyanya sedikit terkejut. “Ini ponsel Mas Alfan. Mas Alfan di mana ya?” 

Aku istrinya, batin Bulan perih. 

“Mbak bisa tanya Mas Alfan siapa saya.” Bulan tidak berhak menjawab. “Ada yang ingin disampaikan sama Mas Alfan? Jika ya saya akan memanggilnya,” lanjutnya mencoba tetap biasa saja.

“Oh tidak perlu, Mbak. Nanti saja biar Mas Alfan yang menghubungiku.” 

“Ya sudah kalau begitu, Mbak.” 

“Maaf mengganggu, Mbak. Selamat malam.” 

Tut …. 

Bulan kembali meletakkan ponselnya di tempat semula dan menyahut segelas air kemudian meneguknya untuk membasahi tenggorokan. Ia menarik napas panjang untuk menenangkan hatinya. Mendengar suara manja itu membuatnya membayangkan sosok wanita bernama Zahra tersebut. 

Zahra mematung sambil menggenggam ponselnya dengan erat setelah memutuskan panggilan.

Bertanya-tanya dalam hati tentang siapa wanita yang menjawab panggilan di ponsel suaminya. 

“Mas Alfan, apa ini, Mas? Siapa wanita itu?” 

To Be Continue ….

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Toha Bin Khusnan
mahal hehehee
goodnovel comment avatar
Iosnolz Wiraatmadja
ini judul nya apa yah
goodnovel comment avatar
DEWATTA MAGICLY CREAM 3IN1
Mahal yah, jd ga lanjut deh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status