Seakan dunia sedang baik padaku, saat sesampainya di puskesmas pun Bang Rio dengan siaga mendampingi aku dan Yoga untuk di periksa secara bergantian. Kurang dari tiga puluh menit, aku dan Yoga sudah selesai dan menerima obat. Mungkin karena kami datang terlalu pagi jadi antrian tak terlalu ramai.
Bang Rio juga sempat menawariku untuk melanjutkan berbelanja, tapi dengan tegas aku menolak. Tubuhku yang belum terlalu fit, membuat aku sangat merindukan tempat tidur.
Saat asik bercanda dengan dua anak lelakiku di halte yang tak jauh dari puskesmas, tempat kami menunggu angkot pulang.Tampa sengaja aku melihat seorang wanita muda, tengah tersenyum manis menatap suamiku dari kejauhan. Sepanjang ia berjalan mendekati suamiku, senyuman itu tak lepas juga dari paras cantiknya."Abang," sapa wanita itu, sembari menepuk pelan bahu suamiku yang tengah fokus memantau angkot. Bahu Rio sedikit terkejut, dengan tepukan yang tiba-tiba mendarat di bahunya.
"Beby tungguin semalam, Abang kok gak datang? Padalan Beby udah beli baju malam sexy sesuai permintaan Abang. Yang modelnya kayak jaring ikan itu, loh," ocehnya tampa malu, pada orang-orang yang ada di sekitarnya. Begitu juga suamiku, ia seperti enggan membalas sapaannya. Bang Rio juga menjadi salah tingkah, saat kedua iris kami saling bertemu.
"Siapa tadi namanya? Beby?" Gumamku berbicara sendiri.
Betapa kecewanya hati ini, mengetahui nama yang sempat Bang Rio sematkan kepada anak perempuan kami. Merupakan nama selingkuhannya. Membuat aku mendadak jijik, terhadap darah dagingku sendiri. Ah ... Bukan anakku yang salah, tapi Ayahnya yang memang tidak ada otak. Semoga aku tak melakukan hal aneh setelah ini.
"Ayo, Ana. Sadar, sadar," Gumamku berbicara sendiri.
"Kenapa sih bang? Kok, Beby di pelototin gitu? Abang lagi bayangin, Beby, ya? Make baju transparan, terus nari-nari di depan Abang, buat pemanasan ena-ena kita," oceh wanita itu lagi semakin vulgar. Sekarang ia saja tampa malu, bergelayut manja di bahu suamiku yang tak menolak kehadirannya sedari tadi.
Sekuat tenaga aku berusaha untuk tetap tenang, demi anak-anakku. Masalah perselingkuhan , ini bukan lah pertama kalinya Bang Rio mengkhianatiku. Bermodalkan wajah tampan yang semakin hari memudar karena faktor ekonomi. Ia tetap mampu mendapatkan wanita yang bersedia tidur dengannya. Entah itu secara suka sama suka atau harus mengeluarkan uang.
Bukan berarti aku tak pernah melarang perbuatan zina suamiku. Namun, karena itulah aku menjadi gila, yang berakhir kerap menyiksa Yoga ketika ia masih bayi. Setiap aku bertengkar dengan Bang Rio yang kedapatan selingkuh. Aku akan dihajar habis-habisan suamiku. Kata Bang Rio itu smw salahku, karena aku nifas dan belum bisa di sentuh, ia memilih berselingkuh.
Rasa sedih dan kecewa yang tak boleh aku luapkan lagi, berdampak fatal. Membuat aku sempat menyalahkan kelahiran Yoga yang membuat suamiku berubah. Karena semenjak kelahirannya, rumah tanggaku yang awalnya harmonis berubah menjadi seperti rumah duka. Di sanalah awal mula aku kerap menyiksa Yoga ketika ia masih bayi.
Kuraih tangan Yoga dan Iqbal untuk meninggalkan halte. Beruntung angkot sedari tadi kami tunggu kedatangannya, tengah menuju ke sini. Aku memang tak ingin anak-anakku melihat pemandangan dan mendengar pembicaraan yang menjijikan ini lebih lama lagi.
Belum sempat aku melambaikan tangan untuk menghentikan angkot yang makin mendekat. Angkot tersebut tampak hilang kendali. Laju angkot itu juga mendadak lebih kencang, beriringan suara klaksonnya yang terus berbunyi.
Tiiiiiin ....
Bruk!
"Abang.""
"Bapak, "
Aku beserta kedua anakku, reflek berteriak bersamaan. Setelah memastikan keadaan sudah aman untuk mendekat, kuajak anakk-annakku menghampiri Bang Rio yang sudah terduduk lemas di trotoar. Angkot yang hendak kami tumpangi menghantam tiang listrik, tepat di hadapan Bang Rio dan wanita laknat itu berdiri.
Syukurlah Bang Rio selamat dan tak mengalami luka fisik sedikitpun. Walaupun Bang Rio bukanlah kepala rumah tangga yang baik, tapi tetap saja aku takut ditinggal mati olehnya. BODOH!!! Itu lah diriku. Hanya karena aku yang sudah sebatang kara, mati-matian aku retap mempertahankan pernikahan yang tergolong toxic ini.
"Hei, Pak! Bagaimana kau bawa angkot? Hampir saja aku mati konyol disini," Bentak Bang Rio pada Sang Supir.
"Ma-maaf yah dek, rem saya blong," jawab Sang Supir dengan nada gemetar.
Melihat orang-orang yang mulai berdatangan dan semakin ramai berkumpul, supir tua itu tampak ketakutan. Apalagi selain Bang Rio masih terus membentak dan memaki-maki Supir tua itu, orang-orang yang menonton kecelakaan ini seperti mulai terprovokasi omongan suamiku. Aku yang memang tak suka keributan, mendadak jadi pahlawan kesiangan untuk sang supir.
"Bang, sudah lah, Abang kan gak apa-apa. Kasian bapak itu sudah tua, Abang jangan kasar-kasar," ucapku menghampiri Bang Rio yang tengah marah.
"Eh Mbak, Mbak, kalau bukan korban atau keluarga korban, gak usah ikut campur deh. Atau Mbak mau gantiin bapak ini bayarin kerugian kami?"
Betapa kagetnya aku, saat seorang wanita yang menyambar permintaanku kepada Bang Rio. Ternyata wanita tersebut adalah Beby. Karena kejadian ini, aku sempat lupa dengan kehadirannya. Kini jelas terlihat dari dekat olehku seperti apa rupa Beby. Wajah mulus dan putih Beby yang ia miliki, pengaruh dari riasan wajah yang terlalu tebal.
"Mbak kok bengong? Makanya sadar diri. Penampilan Mbak aja miskin gini sok jadi pahlawan kesiangan. Paling suami Mbak kerjanya kuli!"
ternyata ia belum puas mengomel. Hingga omelan yang terakhir membuyarkan lamunanku yang sedang memperhatikan seluruh tubuhnya
"Buk, Ibu kok pegang-pegang Bapak saya?" tanya Iqbal dengan polos. Kucubit pelan lengan Iqbal, memintanya untuk tetap diam.
"Bapak? Siapa bapak kamu? " Beby balik bertanya. Melihat wajah beby yang mendadak panik, karena pertanyaan Iqbal. Terbesit ingin memberi sedikit pelajaran kecil pada mereka berdua.
"Bang, Abang mau pulang atau tetap mau disini? Kalau Abang sama selingkuhan Abang sudah siap mental viral. Silahkan Abang tetap lah di sini, bersama dia," Ancamku. Aku belum pernah berani mengancam suamiku seperti ini.
Orang-orang yang tadinya memusatkan bidikan kamera handphone mereka pada kecelakaan tersebut. Seketika merubah arah bidikan kamera mereka, ke arah kami. Seakan-akan mereka senang tengah mendapatkan hal yang lebih menarik untuk diramaikan di dunia maya nanti. Padahal aku tak bermaksud mencari perhatian seperti ini.
"Kenalin Mbak, itu suami saya, dia memang seorang kuli bangunan!" ucapku santai kemudian berlalu meninggalkan Bang Rio dan Beby yang semakin dikerumuni masa.
Bagaimana nanti di rumah, tak ingin ku pikirkan. Akan ku hadapi apapun yang terjadi nanti. Yang penting saat ini aku bisa meluapkan sedikit rasa emosiku, agar tetap waras.
Sesampainya di rumah, aku menyuruh Yoga membawa Iqbal bermain di luar. Karena aku yakin sebentar lagi Bang Rio akan menyusulku yang sudah pulang duluan dan siap menghajarku. Benar saja, tak lama setelah aku selesai menidurkan anak perempuanku. Bang Rio pulang, dengan wajah seketat celana dalam baru."Dek! Apa kau sudah gila? Tega kau permalukan Abang dan diamuk massa sama orang-orang yang ada di sana!" Bang Rio langsung menyemburku. Sangkin emosinya ia padaku, aku sampai bisa mendengar suara geletukan giginya yang saling beradu."Aku gilak dan tega, Bang? lalu, Abang dan wanita tadi apa?" Bentakku tak kalah emosi."Yah, tapi gak perlu juga kau bilang kami asangan selingkuh disana!""Kalau kalian bukan pasangan selingkuh, jadi kalian itu apa, Bang? Pasangan mesum? Yang bebas bercerita hal yang tak senonoh di depan umum. Aku ini istrimu, Bang! Apa Abang tidak bisa menjaga perasaanku sedikit saja, Bang?
"Na, Keleng pulang sama cewek!" ujar kak Yanti dengan wajah terkejut. "Bapak ..., " teriak Iqbal dengan nada girang. "Mana ibu?" Tanya Bang Rio dengan nada ketus. Penasaran dengan wanita yang di bawa pulang suamiku. Aku bergegas keluar kamar untuk menemuinya. "Ada apa Bang?" jawabku. "Sekarang juga, Keluar kau dari rumah ini! Ini rumahku! Kenapa aku pula yang harus terusir dari rumah ini?" Tanpa basa-basi Bang Rio membentak dan mengusirku. Iqbal yang tadinya girang akan kepulangan ayahnya berlari ketakutan memeluk diriku. Tak lama seorang w
"Ana tau Rio sudah menikah?" tanya Pak salim padaku. Ketegangan dalam ruang tamuku saat ini sangatlah terasa. Aku saat ini tak jauh sama seperti mereka. Sama-sama terkejut mendengar pengakuan suamiku yang telah menikah lagi. "Tidak Pak," jawabku singkat. Mendengar jawabanku, Pak Salim Menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menatap suamiku yang duduk mesra dengan Beby. Mungkin bila orang yang tak mengenal kami. Orang-orang akan bilang, mereka adalah sepasang suami istri. Sementara aku orang lain yang tak ada hubungan apapun dengan mereka. "Rio, dalam hukum negara maupun hukum agama kita. Syarat pertama untuk menikah lagi adalah meminta izin atau restu dari istri pertama. It
Hai Reader's. Pertama-tama saat ingin mengucapkan terimakasih untuk kalian yang sudah membaca tulisan saya yang recehan ini. Berhubung ini cerita pertama saya, jadi tulisan saya masih terlalu kaku. Jadi karena itu saya sedikit stuck untuk mengupdate cerita selanjutnya. Sebelum saya lanjut mengupdate cerita, izinkan saya merevisi sedikit beberapa Bab agar lebih santai dan enak untuk dibaca. Jadi saya mohon maaf atas ketidak nyamananya. .•♫•♬•𝙸𝚖𝚊𝚐𝚒𝙽𝚊𝚝𝚒𝚘𝚗 •♬•♫•. Hai Reader's. Pertama-tama saat ingin mengucapkan terimakasih untuk kalian yang sudah membaca tulisan saya yang recehan ini. Berhubung ini cerita pertama saya, jadi tulisan saya masih terlalu kaku. Jadi karena itu saya sedikit stuck untuk mengupdate cerita selanjutnya. Sebelum saya lanjut mengupdate cerita, izinkan saya merevisi sedikit beberapa Bab agar lebih santai dan enak untuk dibaca. Jadi
"Hei pelakor ...! Bisa diem gak sih? " Kami yang berada di ruang tamu, tersentak kaget mendengar bentakan dari Kak Yanti. Ini untuk kedua kalinya Ia keluar dari kamarku dengan posisi sama, marah. sambil menggendong Rina yang tengah menangis. Kak Yanti pun menghampiriku dan menyerahkan Rina padaku untuk ditenangkan. Mungkin Kak Yanti sedikit panik dengan tangis Rina yang susah ia redakan. "Eh, Mbak! Tolong dong, sopan sedikit kalau bicara." ucap kak Yanti sambil berkacak pinggang. "Belum jadi istri sah Si Keleng kan? Masih cuman sebatas pelakor kan? Daerah sini, orangnya pada bar-bar loh, Mbak terhadap pelakor. Mbak mau saya panggil orang-orang sini sama ketua RT, buat ngeramein Mbak? Belum sah aja belagu!" "Pak, Buk. Tegur dong, tuh. Mereka belum sah udah n
Kuhentikan aktivitas Rina yang tengah menikmati ASI--ku. Bahkan tak kupedulikan tangisan Rina yang semakin histeris, karena ia belum juga puas menyusu. Tubuh mungilnya kini kembali kugendong menuju tempat perdebatan terjadi. Biarlah Rina menangis sebentar, yang penting rasa penasaran ku terbayarkan. Hanya itu isi pikiranku-------------------------------------------------------Mendapati aku kembali ke ruang tamu, Bang Rio dengan kasar merampas Rina dari gendonganku."Dimas Lihatlah ini!" ucap Bang Rio sambil menunjukan Rina pada pria itu. "aku tidak berbohong padamu. Istriku memang baru saja melahirkan dan kemarin ia memang pendarahan. Tanya saja pada ibu itu kalau kau tidak percaya pada ceritaku kemarin. Ibu itu yang mengatakan istriku pendarahan," tunjuk Bang Rio dengan wajahnya menghadap ke arah Bu Halimah. "Aku memang benar-benar membutuhkan uang Dimas, saat itu dimas." suara suamiku terdengar lirih saat ia menjelaskan. W
"Berhenti, jangan lari!" Teriak seseorang tiba-tiba. "Astagfirullahaladzim, Rina! Abang!" Teriakku panik. Suamiku berlari keluar rumah, masih dalam posisi menggendong Rina. Aku yang sempat menyadari gerak-gerik mencurigakan dari suamiku yang terus menggendong Rina, terduduk lemas sesaat. Apa ini alasan Bang Rio enggan menyerahkan Rina padaku. Agar ia tak terlihat mencurigakan jika kabur. Secepatnya aku berusaha menyadarkan diri, untuk mengejar suamiku yang membawa Rina pergi. Anakku dalam bahaya, itu lah yang terlintas dalam pikiranku. Aku menyusul Dimas beserta satu orang polisi yang terlebih dulu mengejar suamiku. Bang Rio berlari menuju jalan yang berada di ujung jalan rumahku ini. Sebuah jalan besar yang bebas di lewati kendaraan besar sekalipun. 
Pov Author *** "Abang!" Teriak Beby. Ia terkejut mendapati sang kekasih dalam kondisi memprihatinkan. Bahkan, salah satu tulang kaki Rio, tampak keluar. Membuat siapapun yang melihat luka tersebut, seolah ikut merasakan sakitnya. "Mbak, saya boleh ikut masuk," tanya Beby pada petugas ambulans yang seorang wanita," Saya calon istrinya," ucapnya lagi, memperjelas status hubungan mereka berdua. Namun, seorang polisi yang sedari tadi mengikuti langkah Beby, mencegahnya untuk ikut masuk ke dalam ambulans, "Maaf, Bu. Ibu harus ke kantor polisi untuk dimintai keterangannya." "Loh, loh, loh, saya kan sudah bilang sama, Abang. Saya cuman di t