Share

4. Beby

Sesuai perkataan suamiku, Bang Rio menepati janjinya membawa aku dan Yoga berobat. Bang Rio membawa kami berobat di Puskesmas, yang jaraknya bisa kami tempuh lima menit saja dengan menggunakan angkot.

Seakan dunia sedang baik padaku, saat sesampainya di puskesmas pun Bang Rio dengan siaga mendampingi aku dan Yoga untuk di periksa secara bergantian. Kurang dari tiga puluh menit, aku dan Yoga sudah selesai dan menerima obat. Mungkin karena kami datang terlalu pagi jadi antrian tak terlalu ramai.

Bang Rio juga sempat menawariku untuk melanjutkan berbelanja, tapi dengan tegas aku menolak. Tubuhku yang belum terlalu fit, membuat aku sangat merindukan tempat tidur.

Saat asik bercanda dengan dua anak lelakiku di halte yang tak jauh dari puskesmas, tempat kami menunggu angkot pulang.Tampa sengaja aku melihat seorang wanita muda, tengah tersenyum manis menatap suamiku dari kejauhan. Sepanjang ia berjalan mendekati suamiku, senyuman itu tak lepas juga dari paras cantiknya.

"Abang," sapa wanita itu, sembari menepuk pelan bahu suamiku yang tengah fokus memantau angkot. Bahu  Rio sedikit terkejut, dengan tepukan yang tiba-tiba mendarat di bahunya.

"Beby tungguin semalam, Abang kok gak datang? Padalan Beby udah beli baju malam sexy sesuai permintaan Abang. Yang modelnya kayak jaring ikan itu, loh," ocehnya tampa malu, pada orang-orang yang ada di sekitarnya. Begitu juga suamiku, ia seperti enggan membalas sapaannya. Bang Rio juga menjadi salah tingkah, saat kedua iris  kami saling bertemu.

"Siapa tadi namanya? Beby?" Gumamku berbicara sendiri.

Betapa kecewanya hati ini, mengetahui nama yang sempat Bang Rio sematkan kepada anak perempuan kami. Merupakan nama selingkuhannya. Membuat aku mendadak jijik, terhadap darah dagingku sendiri. Ah ... Bukan anakku yang salah, tapi Ayahnya yang memang tidak ada otak. Semoga aku tak melakukan hal aneh setelah ini.

"Ayo, Ana. Sadar, sadar," Gumamku berbicara sendiri.

 

"Kenapa sih bang? Kok, Beby di pelototin gitu? Abang lagi bayangin, Beby, ya? Make baju transparan, terus nari-nari di depan Abang, buat pemanasan ena-ena kita," oceh wanita itu lagi semakin vulgar. Sekarang ia saja tampa malu, bergelayut manja di bahu suamiku yang tak menolak kehadirannya sedari tadi.

Sekuat tenaga aku berusaha untuk tetap tenang, demi anak-anakku.  Masalah perselingkuhan , ini bukan lah pertama kalinya Bang Rio mengkhianatiku. Bermodalkan wajah tampan yang semakin hari memudar karena faktor ekonomi. Ia tetap mampu mendapatkan wanita yang bersedia tidur dengannya. Entah itu secara suka sama suka atau harus mengeluarkan uang. 

Bukan berarti aku tak pernah melarang perbuatan zina suamiku. Namun, karena itulah aku menjadi gila, yang berakhir kerap menyiksa Yoga ketika ia masih bayi. Setiap aku bertengkar dengan Bang Rio yang kedapatan selingkuh. Aku akan dihajar habis-habisan suamiku. Kata Bang Rio itu smw salahku, karena aku nifas dan belum bisa di sentuh, ia memilih berselingkuh.

 Rasa sedih dan kecewa yang tak boleh aku luapkan lagi, berdampak fatal. Membuat aku sempat menyalahkan kelahiran Yoga yang membuat suamiku berubah. Karena semenjak kelahirannya, rumah tanggaku yang awalnya harmonis berubah menjadi seperti rumah duka. Di sanalah awal mula aku  kerap menyiksa Yoga ketika ia masih bayi.

Kuraih tangan Yoga dan Iqbal untuk meninggalkan halte. Beruntung angkot sedari tadi kami tunggu kedatangannya, tengah menuju ke sini. Aku memang tak ingin anak-anakku melihat pemandangan dan mendengar pembicaraan yang menjijikan ini lebih lama lagi.

Belum sempat aku melambaikan tangan untuk menghentikan angkot yang makin mendekat. Angkot tersebut tampak hilang kendali. Laju angkot itu juga mendadak lebih kencang, beriringan suara klaksonnya yang terus berbunyi.

Tiiiiiin ....

Bruk!

"Abang.""

"Bapak, "

Aku beserta kedua anakku, reflek berteriak bersamaan. Setelah memastikan keadaan sudah aman untuk mendekat, kuajak anakk-annakku menghampiri Bang Rio yang sudah terduduk lemas di trotoar. Angkot yang hendak kami tumpangi menghantam tiang listrik, tepat di hadapan Bang Rio dan wanita laknat itu berdiri.

Syukurlah Bang Rio selamat dan tak mengalami luka fisik sedikitpun. Walaupun Bang Rio bukanlah kepala rumah tangga yang baik, tapi tetap saja  aku takut ditinggal mati olehnya.  BODOH!!! Itu lah diriku. Hanya karena aku yang sudah sebatang kara, mati-matian aku retap mempertahankan pernikahan yang tergolong toxic ini. 

"Hei, Pak! Bagaimana kau bawa angkot? Hampir saja aku mati konyol disini," Bentak Bang Rio pada Sang Supir.

"Ma-maaf yah dek, rem saya blong," jawab Sang Supir dengan nada gemetar.

Melihat orang-orang yang mulai berdatangan dan semakin ramai berkumpul, supir tua itu tampak ketakutan. Apalagi selain Bang Rio masih terus membentak dan memaki-maki Supir tua itu, orang-orang yang menonton kecelakaan ini seperti mulai terprovokasi omongan suamiku. Aku yang memang tak suka keributan, mendadak jadi pahlawan kesiangan untuk sang supir.

"Bang, sudah lah, Abang kan gak apa-apa. Kasian bapak itu sudah tua, Abang jangan kasar-kasar," ucapku menghampiri Bang Rio yang tengah marah.

 

"Eh Mbak, Mbak, kalau bukan korban atau keluarga korban, gak usah ikut campur deh. Atau Mbak mau gantiin bapak ini bayarin kerugian kami?"

Betapa kagetnya aku, saat seorang wanita yang menyambar permintaanku kepada Bang Rio. Ternyata wanita tersebut adalah Beby. Karena kejadian ini, aku sempat lupa dengan kehadirannya. Kini jelas terlihat dari dekat olehku seperti apa rupa Beby. Wajah mulus dan putih Beby yang ia miliki, pengaruh dari riasan wajah yang terlalu tebal.

"Mbak kok bengong? Makanya sadar diri. Penampilan Mbak aja miskin gini sok jadi pahlawan kesiangan. Paling suami Mbak kerjanya kuli!"

ternyata ia belum puas mengomel. Hingga omelan yang terakhir membuyarkan lamunanku yang sedang memperhatikan seluruh tubuhnya

 

"Buk, Ibu kok pegang-pegang Bapak saya?" tanya Iqbal dengan polos. Kucubit pelan lengan Iqbal, memintanya untuk tetap diam.

"Bapak? Siapa bapak kamu? " Beby balik bertanya.  Melihat wajah beby yang mendadak panik, karena pertanyaan Iqbal. Terbesit ingin memberi sedikit pelajaran kecil pada mereka berdua. 

 

"Bang, Abang mau pulang atau tetap mau disini? Kalau Abang sama selingkuhan Abang sudah siap mental viral. Silahkan Abang tetap lah di sini, bersama dia," Ancamku. Aku belum pernah berani mengancam suamiku seperti ini.

Orang-orang yang tadinya memusatkan bidikan kamera handphone mereka pada kecelakaan tersebut. Seketika merubah arah bidikan kamera mereka, ke arah kami. Seakan-akan mereka senang tengah mendapatkan hal yang lebih menarik untuk diramaikan di dunia maya nanti. Padahal aku tak bermaksud mencari perhatian seperti ini. 

"Kenalin Mbak, itu suami saya, dia memang seorang kuli bangunan!" ucapku santai kemudian berlalu meninggalkan Bang Rio dan Beby yang semakin dikerumuni masa.

Bagaimana nanti di rumah, tak ingin ku pikirkan. Akan ku hadapi apapun yang terjadi nanti. Yang penting saat ini aku bisa meluapkan sedikit rasa emosiku, agar tetap waras.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status