Share

5. Meledak

Sesampainya di rumah, aku menyuruh Yoga membawa Iqbal bermain di luar. Karena aku yakin sebentar lagi Bang Rio akan menyusulku yang sudah pulang duluan dan siap menghajarku. Benar saja, tak lama setelah aku selesai menidurkan anak perempuanku. Bang Rio pulang, dengan wajah seketat celana dalam baru. 

"Dek! Apa kau sudah gila? Tega kau permalukan Abang dan diamuk massa sama orang-orang yang ada di sana!" Bang Rio langsung menyemburku. Sangkin emosinya ia padaku, aku sampai bisa mendengar suara geletukan giginya yang saling beradu. 

"Aku gilak dan tega, Bang? lalu, Abang dan wanita tadi apa?" Bentakku tak kalah emosi. 

"Yah, tapi gak perlu juga kau bilang kami asangan selingkuh disana!" 

"Kalau kalian bukan pasangan selingkuh, jadi kalian itu apa, Bang? Pasangan mesum? Yang bebas bercerita hal yang tak senonoh di depan umum. Aku ini istrimu, Bang! Apa Abang tidak bisa menjaga perasaanku sedikit saja, Bang?" ucapku dengan nada bergetar, bahkan tanganku yang membentuk kerucut saat mengatakan sedikit, tampak gemetar juga. 

"Abang punya hati kan? Punya otak kan? Apa gak bisa Abang pakai sebentar saja?"  sambungku memelas.

"Alah, ini kan bukan pertama kali kali tau, kalau aku punya cewek lain? Atau sekarang, kau mau ngelarang aku lagi, seperti dulu? Sudah siap rupanya kau jadi gembel di jalan? Karena jika berani kau larang aku mempunya perempuan lain di luar sana. Akan aku ceraikan langsung dirimu. Aku akan pilih, Beby. Dia lebih cantik dan lebih jago di atas ranjang. Lihat dirimu, Diana! Kucel, hitam, berantakan. Melihatmu yang berantakan setiap hari, membuat mataku sakit. Apa pernah kau coba senangi hatiku! Menyambutku pulang kerja dengan wajah cantik dan tubuh yang wangi." sindirnya menyalahkan diriku lagi.

Sumpah, aku tak habis pikir dengan perkataannya suamiku barusan. Penampilanku saat ini tak lepas dari campur tangannya yang memintaku untuk tampil alami apa adanya. Walau akhirnya aku tau, itu semua karena ketidak sanggupan Bang Rio menafkahiku dengan layak.

"Abang sadar ucapan Abang barusan. Memangnya siapa yang meminta aku untuk tak berhias, Bang? Apa pernah, Abang memberikan aku uang untuk membeli baju dan make-up? Jangankan untuk itu. Untuk kebutuhan rumah ini saja, uangku yang lebih banyak keluar untuk mencukupinya!"

"Jadi kau sekarang mulai hitung-hitungan dengan suamimu sendiri, Diana? Biar aku hitung juga, uang sewa selama kau menumpang gratis di rumahku ini!."Hardik Bang Rio. 

"siapa pula yang hitung-hitungan. Aku hanya mengatakan apa yang membuatku tampak buruk di suamiku sendiri." ucapku mulai tergugu. 

"Ah sudah lah. Aku benar-benar sudah muak mempunyai istri busuk seperti dirimu! Benar-benar kuceraikan juga kau ini."

Ancaman cerai yang dilontarkan Bang Rio barusan, tak membuatku merasa takut seperti biasa. Aku yang tadinya ingin menangis, malah semakin tersulut rasa emosi. 

"Oh, oke kalau Abang maunya begitu. Abang ceraikan aku, sekarang juga. Aku juga sudah gak sanggup diajak hidup miskin dan diduakan terus. Jangan kira aku masih takut Abang ceraikan," Bentakku murka.

 Hilang sudah sabarku menghadapi manusia yang tak pernah mau mengaku salah ataupun disalahkan. Apalagi Bang Rio selalu membenarkan kesalahannya sebagai hal yang lumrah. 

 Bang Rio tercengang mendengar tantangan cerai dariku. Jangankan dia, aku sendiri tak percaya berani menantangnya bercerai. Aku benar-benar lepas kendali saat ini. Entah kemana, Diana yang pengecut selama ini. 

"Oke,"

Hanya itu yang terlontar dari runggu suamiku, kemudian berlalu meninggalkan aku ke dapur. Suara air yang tertuang ke dalam gelas. membuat aku yang masih gemetaran ikut merasa haus. Mungkin marahku saat ini, pengaruh dari cuaca panas siang ini. Selesai minum, Bang Rio kembali lagi ke ruang tamu, dimana aku masih terduduk kesal. 

Bolak-balik ia melirikku yang masih memasang wajah masam. Saat kutangkap basah curi pandangannya, Bang Rio tampak salah tingkah. Bosan tak mendapatkan respon apapun lagi, suamiku pergi entah kemana. Semoga ia keluar untuk menenangkan diri, karena jujur saja, nyaliku yang nyalang tadi kembali menciut. 

Tapi setidaknya kali ini Bang Rio tak memukulku sedikit pun. Bahkan tadi ia tampak banyak mengalah. Biasanya bila menurutnya aku salah, tampa mendengarkan penjelasan dariku. Tangan kekar suamiku langsung menghantam tubuh ringkihku, tanpa ampun. 

***

Semalam Bang Rio kembali tak pulang, aku sempat khawatir. Namun, aku teringat kejadian di halte. Aku yakin suamiku asti menginap di rumah wanita yang bernama Beby tersebut.

Setelah mengetahui nama Beby merupakan nama pacar suamiku, segera aku memberikan nama pada anak perempuanku. Tak perlu lah, meminta persetujuan Bang Rio, ayahnya. Takutnya Bang Rio kembali memberikan nama salah satu pacarnya lagi. 

Rina. Itulah nama anak perempuanku sekarang. Rina berasal dari gabungan namaku dan Bang Rio, Rina ... Rio dan Diana. Aku berharap dengan nama itu, Rina mengembalikan rasa cinta suamiku yang telah hilang. Karena jujur saja, aku ingin hidup menua bersama Bang Rio. 

"Untung anakmu ini gak mirip Bapaknya. Kalau tadi bayimu mirip si Keleng, Na? Malas aku mandiinnya, " ucap Kak Yanti saat menyerahkan bayiku yang baru saja ia mandikan. 

Kak Yanti adalah teman kecil Bang Rio. Namun, ia dan Bang Rio, bagaikan anjing dan kucing bila saling bertemu. Uniknya mereka berdua saling memberi julukan. Bila Kak Yanti menjuluki Bang Rio Si Keleng yang artinya Si hitam. Bang Rio memanggil kak Yanti, Kristal cool killer. Terdengar cantik memang nama kristal di dengar. Namun, arti julukan tersebut 'kriting semak gatal pembunuh yang berdarah dingin'. 

Antara lucu dan seram terdengar, saat kutanya kenapa harus ada kata cool killer-nya. Bang Rio bilang, sewaktu kecil. Bang Rio sering mendapati nyamuk mati yang terjebak di rambut keriting Kak Yanti yang mengembang. Karena itu lah, kak Yanti sangat membenci suamiku akibat masa kecilnya sering dibully dengan suamiku. Tapi walau mereka berdua saling bermusuhan, aku dan Kak Yanti berteman baik. 

Seperti pagi ini, Kak Yanti datang ke rumahku setelah mendengarkan aku sempat pendarahan. Awalnya dia hendak mengantarkan oleh-oleh untukku, karena dia baru saja mengikuti suaminya pulang kampung. 

"Gak pulang lagi si Keleng, Na?" Tanya Kak Yanti, padaku. 

"Belum Kak," Balasku singkat. 

"Nelepon atau W*?" tanyanya lagi. 

 

"Aku kan gak punya HP, Kak!" 

"Oh iya lupa. Kalau Keleng punya kan? Sini biar aku telepon pake HP-ku. Memang gak ada O Si Keleng ni. Istri baru lahiran, malah sering ditinggal." 

"Iya, Bang Rio memang punya HP kak, tapi aku gak tau nomornya."

Netra Kak Yanti membulat sempurna, saat mendengar perkataanku. 

"Gimana ceritanya, kamu gak tau nomor HP suami sendiri." 

Di tengah kuis tanya jawab bersama Kak Yanti, terdengar suara motor memarkir di halaman rumahku. Kak Yanti yang rasa penasarannya tinggi, langsung mendekat ke jendela kamarku mengintip siapa yang datang.

"Na, Keleng pulang sama cewek!" ujar kak Yanti dengan wajah terkejut. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status