Sesampainya di rumah, aku menyuruh Yoga membawa Iqbal bermain di luar. Karena aku yakin sebentar lagi Bang Rio akan menyusulku yang sudah pulang duluan dan siap menghajarku. Benar saja, tak lama setelah aku selesai menidurkan anak perempuanku. Bang Rio pulang, dengan wajah seketat celana dalam baru.
"Dek! Apa kau sudah gila? Tega kau permalukan Abang dan diamuk massa sama orang-orang yang ada di sana!" Bang Rio langsung menyemburku. Sangkin emosinya ia padaku, aku sampai bisa mendengar suara geletukan giginya yang saling beradu. "Aku gilak dan tega, Bang? lalu, Abang dan wanita tadi apa?" Bentakku tak kalah emosi. "Yah, tapi gak perlu juga kau bilang kami asangan selingkuh disana!" "Kalau kalian bukan pasangan selingkuh, jadi kalian itu apa, Bang? Pasangan mesum? Yang bebas bercerita hal yang tak senonoh di depan umum. Aku ini istrimu, Bang! Apa Abang tidak bisa menjaga perasaanku sedikit saja, Bang?" ucapku dengan nada bergetar, bahkan tanganku yang membentuk kerucut saat mengatakan sedikit, tampak gemetar juga. "Abang punya hati kan? Punya otak kan? Apa gak bisa Abang pakai sebentar saja?" sambungku memelas."Alah, ini kan bukan pertama kali kali tau, kalau aku punya cewek lain? Atau sekarang, kau mau ngelarang aku lagi, seperti dulu? Sudah siap rupanya kau jadi gembel di jalan? Karena jika berani kau larang aku mempunya perempuan lain di luar sana. Akan aku ceraikan langsung dirimu. Aku akan pilih, Beby. Dia lebih cantik dan lebih jago di atas ranjang. Lihat dirimu, Diana! Kucel, hitam, berantakan. Melihatmu yang berantakan setiap hari, membuat mataku sakit. Apa pernah kau coba senangi hatiku! Menyambutku pulang kerja dengan wajah cantik dan tubuh yang wangi." sindirnya menyalahkan diriku lagi.Sumpah, aku tak habis pikir dengan perkataannya suamiku barusan. Penampilanku saat ini tak lepas dari campur tangannya yang memintaku untuk tampil alami apa adanya. Walau akhirnya aku tau, itu semua karena ketidak sanggupan Bang Rio menafkahiku dengan layak."Abang sadar ucapan Abang barusan. Memangnya siapa yang meminta aku untuk tak berhias, Bang? Apa pernah, Abang memberikan aku uang untuk membeli baju dan make-up? Jangankan untuk itu. Untuk kebutuhan rumah ini saja, uangku yang lebih banyak keluar untuk mencukupinya!""Jadi kau sekarang mulai hitung-hitungan dengan suamimu sendiri, Diana? Biar aku hitung juga, uang sewa selama kau menumpang gratis di rumahku ini!."Hardik Bang Rio. "siapa pula yang hitung-hitungan. Aku hanya mengatakan apa yang membuatku tampak buruk di suamiku sendiri." ucapku mulai tergugu. "Ah sudah lah. Aku benar-benar sudah muak mempunyai istri busuk seperti dirimu! Benar-benar kuceraikan juga kau ini."Ancaman cerai yang dilontarkan Bang Rio barusan, tak membuatku merasa takut seperti biasa. Aku yang tadinya ingin menangis, malah semakin tersulut rasa emosi. "Oh, oke kalau Abang maunya begitu. Abang ceraikan aku, sekarang juga. Aku juga sudah gak sanggup diajak hidup miskin dan diduakan terus. Jangan kira aku masih takut Abang ceraikan," Bentakku murka. Hilang sudah sabarku menghadapi manusia yang tak pernah mau mengaku salah ataupun disalahkan. Apalagi Bang Rio selalu membenarkan kesalahannya sebagai hal yang lumrah. Bang Rio tercengang mendengar tantangan cerai dariku. Jangankan dia, aku sendiri tak percaya berani menantangnya bercerai. Aku benar-benar lepas kendali saat ini. Entah kemana, Diana yang pengecut selama ini. "Oke,"Hanya itu yang terlontar dari runggu suamiku, kemudian berlalu meninggalkan aku ke dapur. Suara air yang tertuang ke dalam gelas. membuat aku yang masih gemetaran ikut merasa haus. Mungkin marahku saat ini, pengaruh dari cuaca panas siang ini. Selesai minum, Bang Rio kembali lagi ke ruang tamu, dimana aku masih terduduk kesal. Bolak-balik ia melirikku yang masih memasang wajah masam. Saat kutangkap basah curi pandangannya, Bang Rio tampak salah tingkah. Bosan tak mendapatkan respon apapun lagi, suamiku pergi entah kemana. Semoga ia keluar untuk menenangkan diri, karena jujur saja, nyaliku yang nyalang tadi kembali menciut. Tapi setidaknya kali ini Bang Rio tak memukulku sedikit pun. Bahkan tadi ia tampak banyak mengalah. Biasanya bila menurutnya aku salah, tampa mendengarkan penjelasan dariku. Tangan kekar suamiku langsung menghantam tubuh ringkihku, tanpa ampun. ***Semalam Bang Rio kembali tak pulang, aku sempat khawatir. Namun, aku teringat kejadian di halte. Aku yakin suamiku asti menginap di rumah wanita yang bernama Beby tersebut.Setelah mengetahui nama Beby merupakan nama pacar suamiku, segera aku memberikan nama pada anak perempuanku. Tak perlu lah, meminta persetujuan Bang Rio, ayahnya. Takutnya Bang Rio kembali memberikan nama salah satu pacarnya lagi. Rina. Itulah nama anak perempuanku sekarang. Rina berasal dari gabungan namaku dan Bang Rio, Rina ... Rio dan Diana. Aku berharap dengan nama itu, Rina mengembalikan rasa cinta suamiku yang telah hilang. Karena jujur saja, aku ingin hidup menua bersama Bang Rio. "Untung anakmu ini gak mirip Bapaknya. Kalau tadi bayimu mirip si Keleng, Na? Malas aku mandiinnya, " ucap Kak Yanti saat menyerahkan bayiku yang baru saja ia mandikan. Kak Yanti adalah teman kecil Bang Rio. Namun, ia dan Bang Rio, bagaikan anjing dan kucing bila saling bertemu. Uniknya mereka berdua saling memberi julukan. Bila Kak Yanti menjuluki Bang Rio Si Keleng yang artinya Si hitam. Bang Rio memanggil kak Yanti, Kristal cool killer. Terdengar cantik memang nama kristal di dengar. Namun, arti julukan tersebut 'kriting semak gatal pembunuh yang berdarah dingin'. Antara lucu dan seram terdengar, saat kutanya kenapa harus ada kata cool killer-nya. Bang Rio bilang, sewaktu kecil. Bang Rio sering mendapati nyamuk mati yang terjebak di rambut keriting Kak Yanti yang mengembang. Karena itu lah, kak Yanti sangat membenci suamiku akibat masa kecilnya sering dibully dengan suamiku. Tapi walau mereka berdua saling bermusuhan, aku dan Kak Yanti berteman baik. Seperti pagi ini, Kak Yanti datang ke rumahku setelah mendengarkan aku sempat pendarahan. Awalnya dia hendak mengantarkan oleh-oleh untukku, karena dia baru saja mengikuti suaminya pulang kampung. "Gak pulang lagi si Keleng, Na?" Tanya Kak Yanti, padaku. "Belum Kak," Balasku singkat. "Nelepon atau W*?" tanyanya lagi. "Aku kan gak punya HP, Kak!" "Oh iya lupa. Kalau Keleng punya kan? Sini biar aku telepon pake HP-ku. Memang gak ada O Si Keleng ni. Istri baru lahiran, malah sering ditinggal." "Iya, Bang Rio memang punya HP kak, tapi aku gak tau nomornya."Netra Kak Yanti membulat sempurna, saat mendengar perkataanku. "Gimana ceritanya, kamu gak tau nomor HP suami sendiri." Di tengah kuis tanya jawab bersama Kak Yanti, terdengar suara motor memarkir di halaman rumahku. Kak Yanti yang rasa penasarannya tinggi, langsung mendekat ke jendela kamarku mengintip siapa yang datang."Na, Keleng pulang sama cewek!" ujar kak Yanti dengan wajah terkejut."Na, Keleng pulang sama cewek!" ujar kak Yanti dengan wajah terkejut. "Bapak ..., " teriak Iqbal dengan nada girang. "Mana ibu?" Tanya Bang Rio dengan nada ketus. Penasaran dengan wanita yang di bawa pulang suamiku. Aku bergegas keluar kamar untuk menemuinya. "Ada apa Bang?" jawabku. "Sekarang juga, Keluar kau dari rumah ini! Ini rumahku! Kenapa aku pula yang harus terusir dari rumah ini?" Tanpa basa-basi Bang Rio membentak dan mengusirku. Iqbal yang tadinya girang akan kepulangan ayahnya berlari ketakutan memeluk diriku. Tak lama seorang w
"Ana tau Rio sudah menikah?" tanya Pak salim padaku. Ketegangan dalam ruang tamuku saat ini sangatlah terasa. Aku saat ini tak jauh sama seperti mereka. Sama-sama terkejut mendengar pengakuan suamiku yang telah menikah lagi. "Tidak Pak," jawabku singkat. Mendengar jawabanku, Pak Salim Menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menatap suamiku yang duduk mesra dengan Beby. Mungkin bila orang yang tak mengenal kami. Orang-orang akan bilang, mereka adalah sepasang suami istri. Sementara aku orang lain yang tak ada hubungan apapun dengan mereka. "Rio, dalam hukum negara maupun hukum agama kita. Syarat pertama untuk menikah lagi adalah meminta izin atau restu dari istri pertama. It
Hai Reader's. Pertama-tama saat ingin mengucapkan terimakasih untuk kalian yang sudah membaca tulisan saya yang recehan ini. Berhubung ini cerita pertama saya, jadi tulisan saya masih terlalu kaku. Jadi karena itu saya sedikit stuck untuk mengupdate cerita selanjutnya. Sebelum saya lanjut mengupdate cerita, izinkan saya merevisi sedikit beberapa Bab agar lebih santai dan enak untuk dibaca. Jadi saya mohon maaf atas ketidak nyamananya. .•♫•♬•𝙸𝚖𝚊𝚐𝚒𝙽𝚊𝚝𝚒𝚘𝚗 •♬•♫•. Hai Reader's. Pertama-tama saat ingin mengucapkan terimakasih untuk kalian yang sudah membaca tulisan saya yang recehan ini. Berhubung ini cerita pertama saya, jadi tulisan saya masih terlalu kaku. Jadi karena itu saya sedikit stuck untuk mengupdate cerita selanjutnya. Sebelum saya lanjut mengupdate cerita, izinkan saya merevisi sedikit beberapa Bab agar lebih santai dan enak untuk dibaca. Jadi
"Hei pelakor ...! Bisa diem gak sih? " Kami yang berada di ruang tamu, tersentak kaget mendengar bentakan dari Kak Yanti. Ini untuk kedua kalinya Ia keluar dari kamarku dengan posisi sama, marah. sambil menggendong Rina yang tengah menangis. Kak Yanti pun menghampiriku dan menyerahkan Rina padaku untuk ditenangkan. Mungkin Kak Yanti sedikit panik dengan tangis Rina yang susah ia redakan. "Eh, Mbak! Tolong dong, sopan sedikit kalau bicara." ucap kak Yanti sambil berkacak pinggang. "Belum jadi istri sah Si Keleng kan? Masih cuman sebatas pelakor kan? Daerah sini, orangnya pada bar-bar loh, Mbak terhadap pelakor. Mbak mau saya panggil orang-orang sini sama ketua RT, buat ngeramein Mbak? Belum sah aja belagu!" "Pak, Buk. Tegur dong, tuh. Mereka belum sah udah n
Kuhentikan aktivitas Rina yang tengah menikmati ASI--ku. Bahkan tak kupedulikan tangisan Rina yang semakin histeris, karena ia belum juga puas menyusu. Tubuh mungilnya kini kembali kugendong menuju tempat perdebatan terjadi. Biarlah Rina menangis sebentar, yang penting rasa penasaran ku terbayarkan. Hanya itu isi pikiranku-------------------------------------------------------Mendapati aku kembali ke ruang tamu, Bang Rio dengan kasar merampas Rina dari gendonganku."Dimas Lihatlah ini!" ucap Bang Rio sambil menunjukan Rina pada pria itu. "aku tidak berbohong padamu. Istriku memang baru saja melahirkan dan kemarin ia memang pendarahan. Tanya saja pada ibu itu kalau kau tidak percaya pada ceritaku kemarin. Ibu itu yang mengatakan istriku pendarahan," tunjuk Bang Rio dengan wajahnya menghadap ke arah Bu Halimah. "Aku memang benar-benar membutuhkan uang Dimas, saat itu dimas." suara suamiku terdengar lirih saat ia menjelaskan. W
"Berhenti, jangan lari!" Teriak seseorang tiba-tiba. "Astagfirullahaladzim, Rina! Abang!" Teriakku panik. Suamiku berlari keluar rumah, masih dalam posisi menggendong Rina. Aku yang sempat menyadari gerak-gerik mencurigakan dari suamiku yang terus menggendong Rina, terduduk lemas sesaat. Apa ini alasan Bang Rio enggan menyerahkan Rina padaku. Agar ia tak terlihat mencurigakan jika kabur. Secepatnya aku berusaha menyadarkan diri, untuk mengejar suamiku yang membawa Rina pergi. Anakku dalam bahaya, itu lah yang terlintas dalam pikiranku. Aku menyusul Dimas beserta satu orang polisi yang terlebih dulu mengejar suamiku. Bang Rio berlari menuju jalan yang berada di ujung jalan rumahku ini. Sebuah jalan besar yang bebas di lewati kendaraan besar sekalipun. 
Pov Author *** "Abang!" Teriak Beby. Ia terkejut mendapati sang kekasih dalam kondisi memprihatinkan. Bahkan, salah satu tulang kaki Rio, tampak keluar. Membuat siapapun yang melihat luka tersebut, seolah ikut merasakan sakitnya. "Mbak, saya boleh ikut masuk," tanya Beby pada petugas ambulans yang seorang wanita," Saya calon istrinya," ucapnya lagi, memperjelas status hubungan mereka berdua. Namun, seorang polisi yang sedari tadi mengikuti langkah Beby, mencegahnya untuk ikut masuk ke dalam ambulans, "Maaf, Bu. Ibu harus ke kantor polisi untuk dimintai keterangannya." "Loh, loh, loh, saya kan sudah bilang sama, Abang. Saya cuman di t
Pov RioAku baru saja pulang dari rumah pacar baruku, Beby. Seorang janda tanpa anak, berumur 20 tahun yang sudah kupacari sebulan terakhir ini. Sikapnya yang manja membuatku jatuh hati. Beby, sangat berbeda dengan pacar-pacarku yang lain, termasuk istriku sendiri.Selesai membayar ongkos ojek online yang mengantarkanku pulang. Netra ini membulat, mendapati seorang pria asing keluar dari rumahku. Melihat istriku melemparkan senyum hangat pada pria itu, membuat darah ini mendidih seketika. Ya, aku pencemburu! Tapi bukankah itu hal wajar? Suami mana yang tak marah? Melihat istrinya beramah tamah pada pria lain. "Diana widuri!" panggilku lantang memanggil nama panjang istriku. Bukannya terkejut dengan kehadiranku yang memergokinya selingkuh, istriku malah menyambutku dengan senyuman yang merekah. 'Bangga sekali kau, bisa membalasku, ya, Diana. Kuhajar juga kau.'Plak! Kulayangkan tamparan keras, di wajah istri