Share

5. Meledak

Author: Imagi_Nation
last update Last Updated: 2022-01-24 19:30:58

Sesampainya di rumah, aku menyuruh Yoga membawa Iqbal bermain di luar. Karena aku yakin sebentar lagi Bang Rio akan menyusulku yang sudah pulang duluan dan siap menghajarku. Benar saja, tak lama setelah aku selesai menidurkan anak perempuanku. Bang Rio pulang, dengan wajah seketat celana dalam baru. 

"Dek! Apa kau sudah gila? Tega kau permalukan Abang dan diamuk massa sama orang-orang yang ada di sana!" Bang Rio langsung menyemburku. Sangkin emosinya ia padaku, aku sampai bisa mendengar suara geletukan giginya yang saling beradu. 

"Aku gilak dan tega, Bang? lalu, Abang dan wanita tadi apa?" Bentakku tak kalah emosi. 

"Yah, tapi gak perlu juga kau bilang kami asangan selingkuh disana!" 

"Kalau kalian bukan pasangan selingkuh, jadi kalian itu apa, Bang? Pasangan mesum? Yang bebas bercerita hal yang tak senonoh di depan umum. Aku ini istrimu, Bang! Apa Abang tidak bisa menjaga perasaanku sedikit saja, Bang?" ucapku dengan nada bergetar, bahkan tanganku yang membentuk kerucut saat mengatakan sedikit, tampak gemetar juga. 

"Abang punya hati kan? Punya otak kan? Apa gak bisa Abang pakai sebentar saja?"  sambungku memelas.

"Alah, ini kan bukan pertama kali kali tau, kalau aku punya cewek lain? Atau sekarang, kau mau ngelarang aku lagi, seperti dulu? Sudah siap rupanya kau jadi gembel di jalan? Karena jika berani kau larang aku mempunya perempuan lain di luar sana. Akan aku ceraikan langsung dirimu. Aku akan pilih, Beby. Dia lebih cantik dan lebih jago di atas ranjang. Lihat dirimu, Diana! Kucel, hitam, berantakan. Melihatmu yang berantakan setiap hari, membuat mataku sakit. Apa pernah kau coba senangi hatiku! Menyambutku pulang kerja dengan wajah cantik dan tubuh yang wangi." sindirnya menyalahkan diriku lagi.

Sumpah, aku tak habis pikir dengan perkataannya suamiku barusan. Penampilanku saat ini tak lepas dari campur tangannya yang memintaku untuk tampil alami apa adanya. Walau akhirnya aku tau, itu semua karena ketidak sanggupan Bang Rio menafkahiku dengan layak.

"Abang sadar ucapan Abang barusan. Memangnya siapa yang meminta aku untuk tak berhias, Bang? Apa pernah, Abang memberikan aku uang untuk membeli baju dan make-up? Jangankan untuk itu. Untuk kebutuhan rumah ini saja, uangku yang lebih banyak keluar untuk mencukupinya!"

"Jadi kau sekarang mulai hitung-hitungan dengan suamimu sendiri, Diana? Biar aku hitung juga, uang sewa selama kau menumpang gratis di rumahku ini!."Hardik Bang Rio. 

"siapa pula yang hitung-hitungan. Aku hanya mengatakan apa yang membuatku tampak buruk di suamiku sendiri." ucapku mulai tergugu. 

"Ah sudah lah. Aku benar-benar sudah muak mempunyai istri busuk seperti dirimu! Benar-benar kuceraikan juga kau ini."

Ancaman cerai yang dilontarkan Bang Rio barusan, tak membuatku merasa takut seperti biasa. Aku yang tadinya ingin menangis, malah semakin tersulut rasa emosi. 

"Oh, oke kalau Abang maunya begitu. Abang ceraikan aku, sekarang juga. Aku juga sudah gak sanggup diajak hidup miskin dan diduakan terus. Jangan kira aku masih takut Abang ceraikan," Bentakku murka.

 Hilang sudah sabarku menghadapi manusia yang tak pernah mau mengaku salah ataupun disalahkan. Apalagi Bang Rio selalu membenarkan kesalahannya sebagai hal yang lumrah. 

 Bang Rio tercengang mendengar tantangan cerai dariku. Jangankan dia, aku sendiri tak percaya berani menantangnya bercerai. Aku benar-benar lepas kendali saat ini. Entah kemana, Diana yang pengecut selama ini. 

"Oke,"

Hanya itu yang terlontar dari runggu suamiku, kemudian berlalu meninggalkan aku ke dapur. Suara air yang tertuang ke dalam gelas. membuat aku yang masih gemetaran ikut merasa haus. Mungkin marahku saat ini, pengaruh dari cuaca panas siang ini. Selesai minum, Bang Rio kembali lagi ke ruang tamu, dimana aku masih terduduk kesal. 

Bolak-balik ia melirikku yang masih memasang wajah masam. Saat kutangkap basah curi pandangannya, Bang Rio tampak salah tingkah. Bosan tak mendapatkan respon apapun lagi, suamiku pergi entah kemana. Semoga ia keluar untuk menenangkan diri, karena jujur saja, nyaliku yang nyalang tadi kembali menciut. 

Tapi setidaknya kali ini Bang Rio tak memukulku sedikit pun. Bahkan tadi ia tampak banyak mengalah. Biasanya bila menurutnya aku salah, tampa mendengarkan penjelasan dariku. Tangan kekar suamiku langsung menghantam tubuh ringkihku, tanpa ampun. 

***

Semalam Bang Rio kembali tak pulang, aku sempat khawatir. Namun, aku teringat kejadian di halte. Aku yakin suamiku asti menginap di rumah wanita yang bernama Beby tersebut.

Setelah mengetahui nama Beby merupakan nama pacar suamiku, segera aku memberikan nama pada anak perempuanku. Tak perlu lah, meminta persetujuan Bang Rio, ayahnya. Takutnya Bang Rio kembali memberikan nama salah satu pacarnya lagi. 

Rina. Itulah nama anak perempuanku sekarang. Rina berasal dari gabungan namaku dan Bang Rio, Rina ... Rio dan Diana. Aku berharap dengan nama itu, Rina mengembalikan rasa cinta suamiku yang telah hilang. Karena jujur saja, aku ingin hidup menua bersama Bang Rio. 

"Untung anakmu ini gak mirip Bapaknya. Kalau tadi bayimu mirip si Keleng, Na? Malas aku mandiinnya, " ucap Kak Yanti saat menyerahkan bayiku yang baru saja ia mandikan. 

Kak Yanti adalah teman kecil Bang Rio. Namun, ia dan Bang Rio, bagaikan anjing dan kucing bila saling bertemu. Uniknya mereka berdua saling memberi julukan. Bila Kak Yanti menjuluki Bang Rio Si Keleng yang artinya Si hitam. Bang Rio memanggil kak Yanti, Kristal cool killer. Terdengar cantik memang nama kristal di dengar. Namun, arti julukan tersebut 'kriting semak gatal pembunuh yang berdarah dingin'. 

Antara lucu dan seram terdengar, saat kutanya kenapa harus ada kata cool killer-nya. Bang Rio bilang, sewaktu kecil. Bang Rio sering mendapati nyamuk mati yang terjebak di rambut keriting Kak Yanti yang mengembang. Karena itu lah, kak Yanti sangat membenci suamiku akibat masa kecilnya sering dibully dengan suamiku. Tapi walau mereka berdua saling bermusuhan, aku dan Kak Yanti berteman baik. 

Seperti pagi ini, Kak Yanti datang ke rumahku setelah mendengarkan aku sempat pendarahan. Awalnya dia hendak mengantarkan oleh-oleh untukku, karena dia baru saja mengikuti suaminya pulang kampung. 

"Gak pulang lagi si Keleng, Na?" Tanya Kak Yanti, padaku. 

"Belum Kak," Balasku singkat. 

"Nelepon atau W*?" tanyanya lagi. 

 

"Aku kan gak punya HP, Kak!" 

"Oh iya lupa. Kalau Keleng punya kan? Sini biar aku telepon pake HP-ku. Memang gak ada O Si Keleng ni. Istri baru lahiran, malah sering ditinggal." 

"Iya, Bang Rio memang punya HP kak, tapi aku gak tau nomornya."

Netra Kak Yanti membulat sempurna, saat mendengar perkataanku. 

"Gimana ceritanya, kamu gak tau nomor HP suami sendiri." 

Di tengah kuis tanya jawab bersama Kak Yanti, terdengar suara motor memarkir di halaman rumahku. Kak Yanti yang rasa penasarannya tinggi, langsung mendekat ke jendela kamarku mengintip siapa yang datang.

"Na, Keleng pulang sama cewek!" ujar kak Yanti dengan wajah terkejut. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Toxic   28. Bertemu Dengan Salsa

    Tiara sudah berada di klinik yang tak jauh dari rumah Diana. Sementara wanita yang seharusnya memiliki tiga anak itu, masih mengontrol rasa takutnya. Tubuh Diana terus saja gemetar. Kejadian Tiara hilang kesadaran, bertemu orang asing dan harus berhadapan dengan tenaga medis, membuat Diana mengingat Rina, anak perempuannya yang sudah berpulang. "Na," panggil Tiara yang susah siuman. Diana yang duduk tak jauh dari ranjang Tiara menoleh. "Hey, ini Aku yang pingsan apa kamu. Kenapa kamu yang pucet gini, Na?" tanya Tiara dengan suara yang masih lemah. "Kamu, jangan masuk lagi ke rumahku ya, Ra.""Kenapa?" tanya Tiara bingung. "Rumahku kotor, kamu akan seperti ini lagi nanti," jawab Diana mulai tergugu. Diana mulai menangis, tapi dia bingung sendiri. Apa pemicu yang membuat ia menangis. Apa tentang Tiara yang pingsan, atau karena ingat anak perempuannya."Kita bersihkan yah, Na," kata Tiara lembut. "Iyah, nanti aku saja yang membersihkannya, tapi selama rumahku masih seperti itu kam

  • Pernikahan Toxic   27. Isi Bungkusan

    Entah apa yang membuat Diana tetap menikmati aktivitasnya melayani pelanggan toko roti. Hingga tanpa ia sadari jam sudah menunjukan pukul 11 siang, merasa keadaan sudah tenang Diana pun naik menemui Henny.Sesampainya di depan kantor Henny, terdengar suara tawa Iqbal yang renyah dari dalam sana. Diana menahan langkahnya untuk masuk kedalam.ia sudah lama tak mendengar tawa putra bungsunya itu, jadi ia ingin mendengarnya sedikit lama. Tok tok tok"Permisi Bu," sapa Diana saat ia sudah puas mendengar tawa Iqbal.Henny yang berada di samping Iqbal menoleh. Ada pemandangan yang cukup janggal disana. Dimana Iqbal duduk di kursi kerja Henny sambil menonton sesuatu dari laptop milik Henny. Sementara Henny sedang bergumul dengan beberapa kertas yang ada di hadapannya. "Diana, kemarah," titah Henny.Diana menurut dia mendekat menghampiri Henny."Bu, saya sudah putuskan," ujar Diana tak ingin berbasa-basi. Namun, belum selesai ia berbicara, Henny memotong ucapannya."Diana," panggil Henny. "Apa

  • Pernikahan Toxic   26. Sahabat Yang baik

    Setelah sekuat tenaga Tiara mencoba meredam emosi ibu dua anak tersebut. Diana akhirnya berhenti mengamuk. Kini ia tengah menangis tersedu di pelukan Tiara, seakan menumpahkan semua beban yang selama ini ia simpan dan telan sendiri."Iqbal mau kemana sayang," tegur Tiara melihat Iqbal mengekori abangnya yang hendak pergi sekolah. Sedikit lucu namun sebenarnya penampilan Iqbal membuat Tiara merasa sakit. Baju dan celana Iqbal tampak tak rapi. Bisa Tiara pastikan Iqbal memakai pakaian sendiri atau ia terburu-buru mengenakannya.Iqbal berhenti menatap sahabat ibunya yang ia panggil dengan sebutan Tante. "Iqbal mau ke sekolah bang Yoga, sebentar lagi, Ibu akan bekerja, jadi Iqbal di menunggu di sana," kata Iqbal polos.Benar-benar kehidupan yang Diana dan kedua anaknya sungguh pelik. Sebagai sahabat Tiara merasa kurang peka. "Yoga dan Iqbal sudah sarapan, sayang," tanya Tiara lagi ambil menarik lembut tangan Iqbal mendekat, kemudian merapikan baju dan celana Iqbal yang terlihat sudah keke

  • Pernikahan Toxic   25. Hilang Kendali

    Lagi saat Diana hendak membuka pintu, ia harus kembali menyingkirkan bungkusan-bungkusan besar yang menghalangi akses keluar masuk rumahnya. Dia begitu ceroboh, tadi malam saat merapikan barang-barang tersebut, sebagian besar sengaja ia letakan di dekat pintu. Awalnya itu hanya sementara karena memang tak ada ruang lagi untuk meletakan barang yang sudah ia pilah. Namun, tubuhnya yang mulai merasa lelah, membuat Diana melupakan barang-barang tersebut dan pergi tidur."Sebentar yah, pintu saya macet." Lagi, Diana berbohong.Tak ada jawaban di balik pintu tersebut, Diana terus menyingkirkan bungkusan plastik tersebut dengan cepat. Akibatnya rumah Diana kembali berantakan tidak jelas. Sedikit Ruang untuk membuka pintu telah siap. Diana membuka pintu dengan sedikit celah."Lama amat sih," ucap sosok yang menunggu di depan sana."Tiara!" Ucap Diana terkejut. Ia tak menyangka Tiara akan kembali datang. "Ana, kamu nggak mau mempersilahkan aku masuk gitu?" tanya Tiara yang kebingungan melihat

  • Pernikahan Toxic   24. Sedikit Ruang Gerak

    "Diana, ayo duduk dulu sini. Kita selesaikan masalah ini baik-baik. Kamu jangan ambil hati perkataan anak saya," bujuk Henny menenangkan Diana yang tampak emosi."Maaf Bu. Apa yang anak Ibu bilang mungkin memang benar. Disini bukan, apa itu, tempat penitipan anak," ujar Diana kesulitan mengulang kata Daycare. "Saya ini hanya karyawan, Bu. Saya pribadi juga tidak akan merasa enak hati, jika saya menitipkan anak saya untuk tidur di kantor, Ibu," ujar Diana berhati-hati."Dan untuk Mbak, saya sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjadikan anak saya untuk mencari uang tambahan. Jujur, saya juga sedih, melihat anak saya di anggap pengemis oleh orang-orang termasuk Mbak Bu Henny. Ini juga pertama kalinya saya membawa anak kemari."Melati yang sudah mendengarkan sedikit cerita tentang Diana, yang diceritakan oleh sang ibu, semakin merasa bersalah."Begini saja Diana, mungkin saat ini kamu sedang emosi. Saya paham keadaanmu saat ini cukup berat. Biasanya mengambil keputusan saat emosi, aka

  • Pernikahan Toxic   Hallo semuanya

    hai, sebelumnya terimakasih yang masih bersedia mampir membaca kisah ini. Maaf saya terlalu lama Hiatus. sebelumnya saya benar-benar stuck dan tidak sanggup melanjutkan kisah ini. karena saya merasa saya tidak sanggup menulis cerita drama rumah tangga dengan baik. Namun, kali ini saya mau mencoba lagi. bagaimana pun saya harus menyelesaikan kisah ini untuk kalian yang sudah terlanjur membaca. Saya juga minta maaf kalau cerita ini sedikit berantakan dan membosankan. namun, ini adalah cerita pertama yang saya buat. jangan lupa meninggalkan komentar yah. kritik dan saran kalian sangat saya butuhkan untuk menjadi cambuk semangat saya. salam sehat dan bahagia selalu. untuk kalian yang membaca kisah ini.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status