Harris mondar-mandir di balik pintu kamar mandi yang sudah setengah jam lebih tertutup rapat. Suara Harris yang terus menerus mengiba agar pintu di buka tak juga di dengar Asha. Harris tak tahu apa salahnya hingga Asha mengunci diri dalam waktu yang cukup lama. Harris gusar. "Sha. Kamu kenapa? Buka pintunya. Bicara yang jelas sama saya?" pinta Harris mengiba. "Mas Harris tidur aja. Gak usah sok peduli." hardik Asha di balik pintu. Isak tangis Asha terdengar jelas oleh telinga Harris yang masih berfungsi dengan sangat baik. "Saya memang peduli sama kamu Sha. Kamu kenapa tiba-tiba marah sama saya?" balas Harris seraya menggerak-gerakan gagang pintu yang terkunci. "Saya tunggu di sini ya, kamu kapan mau keluar dari sana?" tambah Harris yang sudah terduduk menyandar di daun pintu kayu yang tebal. "Aku gak akan keluar kalau Mas Harris nunggu di situ. Udah Mas Harris tidur sana! Malam ini aku gak mau bicara sama Mas Harris." cerocos Asha merajuk.
Harris diam beberapa
Harris sama sekali tidak bisa tenang bekerja, pikirannya di penuhi Asha hingga hampir mau pecah. Mengesalkan sekali memang, berhubungan dengan wanita yang tengah merajuk. Semua yang Harris lakukan akan tetap terlihat salah. Persis seperti saat ia tengah mencoba nembujuk.Mas Harrisku'Mau dibawain bunga anyelir?'Harris mengirim pesan singkat kepada Asha di sela-sela jam makan siangnya. Seperti biasa Asha pun menjawab dengan cepat pesan singkat suaminya itu.Istriku'Gak usah Mas.'Mas Harrisku'Mau saya bawain apa nanti malam supaya kamu maafin saya?'Istriku'Gak usah bawa apa-apa. Bawa diri kamu selamat udah cukup. Udah aku bilang berkali-kali kan, Mas Harris gak salah.'Harris mengacak rambutnya saat pesan terakhir Asha membuat Harris semakin stress. Kepalanya pening sekali memikirkan Asha yang justru semakin melebarkan jarak a
Asha terbangun dengan posisi kepala di atas dada Harris yang semalam mendadak menjadi bantalnya. Pemandangan itu memang sering terjadi jika mereka bercinta hingga larut bahkan menjelang subuh. Apalagi Harris begitu hangat di moment khusus dewasa itu. Tetapi semalam, mereka tidak melakukan apapun selain berciuman yang di tutup pelukan.Asha masih betah pada posisinya. Telapak tangannya bergerak melebar di atas permukaan dada bidang Harris yang tak bergerak sedikitpun. Asha tengah mencerna perilaku Harris yang berubah saat semalam Asha menungkapkan kerinduannya pada Tedi Sudjana dan Patricia Ananta Bakker kedua orang tuanya.Asha tak marah pada Harris tapi juga sedang tak ingin beramah tamah. Dia tengah kecewa pada kenyataan hidup yang membuatnya merasa sendirian. Apalagi Asha selalu rapuh saat merindukan kedua orang tuanya. Asha rindu dengan segala keistimewaan yang di berikan kedua orang tuanya dahulu.Benar kata H
Asha kembali ke kamar tidurnya setelah di usir Harris di dapur. Ada sesak yang tiba-tiba muncul saat matanya sayu menatap buket bunga anyelir yang sudah ia raih dari atas nakas. Apa dia keterlaluan dengan Harris yang sudah mati-matian memperbaiki kesalahannya?Asha masih tak bisa memejamkan matanya meski tubuhnya sudah meringkuk di atas tempat tidur setengah jam yang lalu. Dia hanya pura-pura menutup mata saat mendengar suara pintu yang di buka seseorang. Tentu saja orang itu Harris, siapa lagi kalau bukan dia?!Asha kembali membuka matanya saat suara pintu tertutup terdengar. Asha tertegun lama saat menyadari batal di sampingnya raib. "Mas Harris, maaf!" ucapnya lirih di iringi dua tetesan air mata membasahi pipi. Suasana hatinya yang buruk beberapa hari ini, membuatnya tak bisa mengontrol diri. Setelah buket bunga pertama Harris siang tadi, malam itu juga kali pertama Harris memilih tidur terpisah dengan Asha.&nbs
Asha dan Harris sudah kembali ke Jakarta setelah menghabiskan akhir pekan di kediaman Asha di Kota Bogor. Rutinitas pun kembali mereka jalani.Seperti biasa, Hari Rabu pagi, Harris mengantar Asha hingga ke tempat kursus menarinya. "Jika sudah tidak ada hal penting langsung pulang." titah Harris setelah mobilnya menepi. "Iya Mas." balas Asha mendaratkan kecupan singkat di pipi Harris lalu berjalan mundur menjauhi mobil yang segera melesat pergi.Asha tersenyum lebar, melambaikan tangannya di udara untuk membalas hal serupa yang di lakukan Jasmine sesaat setelah turun dari mobil hitam dua pintu milik kekasihnya. Rupanya, Mario, kekasih Jasmine adalah anak pengusaha kaya raya yang beruntung mendapatkan unit mobil mewah yang di buat terbatas dari koleksi produsen mobil ternama. "Apa kabar hari ini, Sha?" sapa Jasmine, memeluk Asha singkat. Dengan senang hati, Asha membalas pelukan Jasmine. "Baik banget, Jas." balas Asha tersenyum. "M
Ke esokan harinya, Harris kembali mengantar Asha ke tempat kursus menari. Asha tak pernah ingin absen kursus menari jika tidak ada keperluan mendesak. Kursus menari itu seperti obat manjur bagi Asha yang selalu merasa sepi dan sendiri di rumahnya.Setelah menepikan mobilnya, Harris tak pernah lupa berpesan pada Asha untuk segera pulang jika kursus selesai. Harris tak pernah tenang jika istrinya berlama-lama di luar rumah. Entah karena terlalu khawatir atau karena alasan lainnya yang tak pernah di ucapkan secara gamblang.Asha pun begitu, dia benar-benar melakukan pesan Harris yang berulang. Asha terlalu malas untuk sekedar memprotes suaminya yang posesif itu. Dia juga terlalu takut keributan menginterupsi kehidupan pernikahannya yang adem ayem. Bagi Asha, mendapatkan ijin mulus dari Harris untuk kursus menari saja sudah membuatnya mengucap syukur berkali-kali.Asha meraih tangan Harris untuk melirik arlogi su
Napas Harris terengah-engah, keringat bercucuran dari berbagai arah, anehnya, dia tak ingin berhenti, malah terus menyetel alat cardio agar larinya semakin kencang.Asha di ruangan yang sama, sedang berlenggak menari di iringi musik syahdu yang mengalun. Meski sempat tersalah-salah, Asha tetap riang melakukannya. Dia masih belajar membuat koreografi sendiri sebab di akhir semester kursus, akan di gelar kontes menari umum untuk semua peserta kursus dari berbagai genre. Dan Asha sudah tentu tak ingin melewatkannya begitu saja. Baginya, memenangkan kontes tersebut akan menjadi kebanggan sebab sejak menikah dengan Harris yang membuat Asha banyak berkegitan di rumah, ini akan jadi prestasi pertamanya.Asha melepas earphone yang melekat di kedua daun telinganya. Menarik napas panjang dan dalam lalu menghembuskannya perlahan, agar pernapasannya stabil. "Mas udahan yuk!" ajak Asha pada Harris yang tengah melakukan sit up di atas bench. Bagaima
Harris dan Asha sudah naik ke lantai dua rumahnya, berada di dalam kamar tidur untuk melanjutkan adegan panas di dapur yang menciptakan hasrat ingin saling memiliki.Harris turun dari atas tubuh Asha yang terkungkung badan atletisnya setelah puas bermain-main dengan kemolekan tubuh Asha yang menggoda jiwa. Degup jantungnya berkejaran dengan gemuruh napas yang memburu.Tangannya menyusup ke dalam laci nakas yang kecil, mencari-cari karet pelindung yang selama ini menjadi barang berharga baginya. “Sha, ini apa?” tanya Harris mengacungkan sebuah kotak kecil di udara. Asha menoleh malas, mengarahkan sorot matanya pada kotak menggantung di udara dengan napas terengah-engah. “Arrgh!” teriak Asha segera menarik bantal dan menangkupkan benda empuk tersebut ke wajahnya. Harris tergelak keras sekali. Jika Asha tak salah mengingat, ini adalah kali pertama Harris begitu puas menertawakannya. “Aku salah beli itu, Mas! Jangan
Asha bertumpu di atas sepatu berhak dua belas centimeter menghadap cermin besar. Berputar ke kiri dan ke kanan, memastikan atasan brokat berwarna krem tangan pendek yang melekat di tubuhnya sudah tertata dengan rapi. Begitu pas membentuk tubuh rampingnya, namun menyembul sempurna pada bagian dada. Asha memang sengaja memilih model atasan pressed body yang sederhana, sebab ia nyaman menggunakannya.Sementara kain jarik motif parang kawung yang di dominasi hitam begitu ketat mengikat bagian bawah tubuhnya hingga ke mata kaki. Mentok sempurna pada bagian pantatnya.Rambut keritingnya tak begitu nampak, saat di ikat membentuk sanggul tipis.Asha tak pernah suka berdandan menor, dia hanya mengoles beberapa macam makeup dasar dengan warna natural, hanya permukaan bibirnya ya