Nathan tertawa mendengar perkataan Kalea yang menurutnya itu hanyalah candaan semata. Nathan memegang kedua pipi Kalea yang memerah akibat udara dingin yang masuk ke tubuhnya.
"Apaan sih sayang.. aku gak lagi ulang tahun loh," ucap Nathan mencoba untuk menyadarkan apa yang Kalea ucapkan. Kalea menggelengkan kepalanya sambil menurunkan tangan Nathan dari kedua pipinya. Ia mencoba untuk menahan air matanya yang sangat ingin keluar dari kelopak matanya.
"Aku serius, Nathan. Aku tau aku jahat banget sama ku saat ini, tapi aku enggak bisa nerusin hubungan ini. Aku harap kamu ngerti.."
Kalea menundukkan kepalanya, ia tidak tahan untuk melihat wajah Nathan yang masih belum mengerti apapun.
"Aku gak ngerti dan gak akan pernah ngerti, Kalea. Aku salah apa sama kamu? Kenapa.. kenapa semuanya tiba-tiba seperti ini. Kita udah merencanakan hubungan kita ke jenjang yang serius. Lihat aku, Kalea!" Amarah Nathan sudah mulai membara. Ia masih belum mengerti mengapa Kalea membuat keputusan seperti ini.
"Aku minta maaf, Nathan. Aku minta maaf," tutur Kalea lirih. Ia tidak bisa mengatakan apapun lagi selain permintaan maafnya.
"Aku gak butuh permintaan maaf kamu, Kalea. Aku mohon... Bilang kalau ini cuman candaan kamu aja. Aku gak akan bisa jalanin hidup aku tanpa kamu."
Air mata Kalea akhirnya jatuh ketika melihat Nathan menangis dihadapannya. Nathan yang biasanya jarang sekali menangis, sekarang ia menangis dihadapan Kalea.
"Kalau aku salah aku minta maaf. Aku gak akan maksa kamu untuk mempertemukan aku sama keluarga kamu, Lea. Tapi tolong... Jangan tinggalin aku," Nathan memegang tangan Kalea erat.
Beberapa pasang mata di jalan mulai menatap ke arah Kalea dan Nathan. Tetapi mereka berdua tidak memperdulikan tatapan itu. Terlebih Nathan yang sudah tidak memikirkan apapun lagi selain Kalea.
Kalea yang melihat Nathan seketika melepaskan genggaman tangan Nathan dan beralih memegang kedua pipi Nathan untuk menghapus air mata pria ini.
Kalea mencoba untuk menenangkan Nathan terlebih dahulu. Setelahnya ia membawa Nathan untuk duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Nathan masih setia menatap wajah Kalea. Ia ingin meminta penjelasan lebih mengenai semua ini.
"Kamu gak salah, Nat. Kamu gak punya salab apapun sama aku. Malahan, aku yang salah sama kamu. Aku gak mungkin bisa mempertahankan hubungan kita ini. Aku tau kamu sangat sayang sama aku, begitu pula sebaliknya. Aku cinta sama kamu dan aku enggak tau kapan aku bisa mengakhiri cinta aku ini. Tapi aku gak bisa berbuat apapun," tutur Kalea masih dengan menggenggam tangan Nathan.
"Kamu tau kan, selama ini aku hanya hidup dengan om dan Tante ku. Hanya mereka yang ada untuk aku. Aku sangat berhutang budi sama mereka, Nat. Dan tadi pagi, mereka mengabarkan akan menjodohkan aku. Aku tau ini gila, tapi aku gak bisa nolak permintaan mereka. Aku akan Nerima perjodohan itu, Nat. Untuk itu... Aku harap kamu bisa menerima semua ini dan lupain aku. Lupain semua hal yang kita lalui," sambung Kalea.
Nathan tidak tau harus berkata apa ketika mendengar penjelasan Kalea. Air matanya masih terus mengalir.
Kalea melepaskan genggaman tangannya dari Nathan. Ia menghapus air matanya dan menghela napas panjang. Mencoba untuk tegar menghadapi semua hal terjadi kepadanya.
Detik berikutnya, Kalea bangkit dari duduknya dan berjalan pergi meninggalkan Nathan sendiri. Nathan sama sekali tidak bisa mencegah kepergian Kalea. Ia hanya diam menatap punggung Kalea yang mulai menjauh darinya.
Dibalik langkah cepat Kalea, ia menyimpan air matanya yang sudah tidak dapat ia bendung lagi. Kalea tidak tahan jika ia semakin lama bersama dengan Nathan. Ia akan semakin bersalah jika melihat tatapan kekecewaan dari Nathan.
Langkah Kalea berhenti ketika ia sudah sangat jauh dari Nathan. Ia sudah tidak tahan untuk melanjutkan langkahnya lagi. Kalea perlahan berjongkok dan menangis di pinggir jalanan. Ia sama sekali tidak perduli dengan orang-orang yang berlalu lalang menatap dirinya dengan aneh.
"Are you okay?" Tanya seseorang yang bahkan tidak dapat Kalea tatap. Tangisan Kalea semakin menjadi mendengar pertanyaan itu. Ia tidak sedang baik-baik saja sekarang.
***
Suara langkah kaki yang cepat memenuhi pendengaran Kalea. Kalea menghela napas panjang, mencoba untuk kembali meyakinkan niatnya.
Ia pun berjalan sambil menggeret koper miliknya. Keputusan Kalea sudah bulat. Ia akan segera pulang ke Indonesia untuk melaksanakan pernikahannya.
Kalea sudah mengabari om dan tantenya kalau ia akan pulang menuju Indonesia hari ini. Seperti dugaannya, mereka sangat kaget dengan perkataan Kalea. Mereka bahkan meminta Kalea untuk tidak terlalu buru-buru untuk kembali ke Indonesia. Tetapi Kalea dengan yakin mengatakan ia akan pulang hari ini.
Kalea tidak mau jika ia menunda kepulangannya, ia akan semakin berat meninggalkan negara ini terutama Nathan.
Setelah selesai dengan urusan check-in dan lain sebagainya, akhirnya Kalea masuk ke dalam pesawat dan duduk di bangku yang sesuai dengan tiketnya.
Sebelum ia mematikan handphone miliknya, Kalea tidak lupa untuk mengabari Nathan. Mengabari pria itu kalau ia akan kembali ke Indonesia dan akan segera menikah dengan pria pilihan om dan tantenya. Kalea tidak mau Nathan kebingungan mencari dirinya. Karena setelah mengabari Nathan, Kalea akan memblokir seluruh kontak Nathan di handphone miliknya.
Nathan... Aku memutuskan untuk kembali ke Indonesia hari ini. Saat ini aku sudah ada di dalam pesawat dan mungkin sebentar lagi akan berangkat. Maaf aku tidak mengabarimu terlebih dahulu. Aku tau tidak seharusnya aku egois dan memutuskan hubungan kita seperti ini. Tapi aku harap... Kamu mengerti dengan keputusanku. Setelah ini aku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi. Jikalau kita bertemu, mungkin saat itu kamu akan melihat aku sudah menikah. Aku harap.. kamu mendapatkan wanita yang lebih dari aku. Tolong lupakan aku.
Pesan singkat itu langsung Kalea kirim. Setelah Kalea mengirim pesan tersebut, ia langsung memblokir nomor Nathan dan menonaktifkan handphone miliknya.
Kalea menoleh ke arah jendela pesawat yang tepat di sebelah kanannya. Tanpa ia sadari, air matanya kembali menetes. Ia akan segera meninggalkan negara yang mempertemukannya dengan pria yang ia cintai. Negara yang telah mengenalkan kepada Kalea tentang pria yang selalu ada buatnya dan negara yang juga memisahkan dirinya dengan cinta pertamanya itu.
Nathan tidak akan pernah Kalea lupa seumur hidupnya. Nathan akan tetap berada di hari Kalea, walaupun ia tidak bisa memilik Nathan sepenuhnya. Kenangannya dengan Nathan tidak akan pernah ia lupakan. Ia.. Kalea memang egois. Ia meminta Nathan untuk melupakannya dan melukapakan seluruh kenangan mereka bersama, tetapi Kalea sendiri tidak dapat melupakan semua itu.
Menurutnya, Nathan adalah pria yang akan tetap ada diingatkannya.
***
Suasana antara Kalea dan Aslan seketika sunyi. Aslan tidak bisa menjawab pertanyaan yang Kalea berikan. Tentu saja hal itu semakin membuat Kalea curiga pada Aslan. Tidak biasanya Aslan diam kaku seperti ini jika ia tidak menyembunyikan apapun. "Kenapa kamu gak jawab, mas?" Kalea tidak bisa seperti ini. Jiwa penasarannya seketika menjadi. "Mama!" Teriakkan dari Zura membuat Kalea dan Aslan menoleh ke sumber suara. Zura sudah berdiri di pinggir tangga sembari menatap Kalea."Mama.. Zura udah pakai baju renangnya. Sekarang mama yang pakai biar kita berenang sekarang," ucap Zura memperjelas keinginannya. "Iya sayang.. bentar lagi mama ke sana," balas Kalea. Kalea kembali menoleh kearah Aslan, menunggu jawaban yang akan Aslan berikan padanya. "Kenapa diam aja sih, mas? Kamu kok tiba-tiba gak mau jawab pertanyaan simpel aku. Kamu hanya perlu jawab pernah atau tidak. Sesulit itu emangnya pertanyaan aku?" Kali ini Kalea mulai kesal dengan Aslan. "Mama.. ayo cepat!" Fokus Kalea seketika
Kalea menatap pemandangan pepohonan yang ada di depannya. Saat ini mereka berhenti sebentar untuk beristirahat sebelum ke villa, di sebuah tempat makan dengan pemandangan pepohonan dan udara yang sangat segar. Kalea menghirup udara segar dengan dalam. Ini kali pertamanya berada di puncak setelah ia pulang dari kuliahnya. Tidak terlalu banyak yang berubah dari terakhir ia di kesini. Benar kata Aslan, puncak tidak seramai biasanya. Mereka datang di waktu yang tepat. Suara langkah kaki membuat Kalea menoleh ke sumber suara. Ia dapat melihat Aslan sembari menggendong Zura yang sedang tertidur pulas. Aslan duduk di sebelah Kalea."Aku pesenin makan ya?" Tanya Kalea. Setelah mendapatkan anggukan dari Aslan, Kalea pun memanggil seorang pelayan dan memesan pesanannya. Tak menunggu lama, pesanan yang mereka pesan datang. "Zura gak mau makan.." Kalea tersenyum tipis mendengar perkataan Zura. Suasana hati Zura setelah bangun dari tidurnya berubah seketika. Sepertinya Zura berharap setelah ba
Kepulangan Kalea disambut hangat oleh mama dan papa Aslan. Sedangkan Nathan, Kalea dapat melihat pria itu menatapnya dengan pandangan penuh kebencian. Kalea sama sekali tidak mengerti mengapa Nathan bisa begitu berubah seperti ini. Nathan yang dia kenal dulu sangat manis dan lembut kepadanya. Pelukan hangat Kalea dapat dari mama mertunya. Kecupan singkat di kening juga ia dapatkan. Kalea hanya bisa tersenyum kikuk sekarang. Pasalnya ia pergi dengan kemauannya sendiri dan sekarang ia kembali dengan Aslan yang menjemputnya."Rumah ini sepi tanpa kamu," ucap papa mertua Kalea ketika memeluk Kalea. Setelah selesai berpelukan dan menerima kata-kata manis dari mertuanya, Kalea menatap mertuanya dengan sungkan. "Ma.. Pa.. Maaf ya aku pergi tanpa pamit. Maaf juga karena udah buat kegaduhan seperti ini," ucap Kalea tulus. "Enggak sayang kamu gak perlu minta maaf. Ini semua ujian rumah tangga. Tapi lain kali mama minta untuk tidak bersikap gegabah. Ingat.. Zura butuh kamu."Anggukkan dari Ka
Suara kecil itu seketika mengalihkan Kalea. Dengan cepat ia menoleh ke sumber suara dan mendapati Azura yang sudah berdiri di depannya. Tanpa menunggu lagi, Kalea menghampiri Zura dan memeluk tubuh kecil putrinya itu.Suara tawa Zura terdengar ketika ia dipeluk oleh Kalea. "Mama kangen banget sama Zura," ucap Kalea di tengah pelukannya."Zura juga kangen sama mama," balas Zura. Pandangan Kalea teralihkan ketika melihat Aslan yang juga sudah berada di dalam kamarnya. Aslan tersenyum tipis melihat pemandangan yang ada di depannya.Setelah puas memeluk tubuh Zura, Kalea akhirnya melepasnya dan mengusap pipi Zura dengan kedua tangannya. Ia dapat merasakan suhu tubu Zura yang sedikit hangat. "Zura sakit?" tanya Kalea."Tadi Zura sakit ma.. tetapi setelah ketemu mama, sakitnya Zura udah pergi." Kalea tersenyum sembari khawatir dengan keadaan Zura. Ia sangat yakin keadaan Zura seperti ini dikarenakan dirinya yang pergi meninggalkan Zura."Malam ini Zura tidur sama mama ya. Papa pulang dulu,"
Pandangan pertama yang Kalea lihat ketika memasuki kamarnya ialah Riska dan Rizky yang sedang duduk di sofa kamarnya. Mereka berdua seketika berdiri ketika melihat kehadiran Kalea. Terutama Riska, Ia segera mendekati Kalea yang terlihat lemah itu. "Gue gak tahu apa yang udah suami lo bilang ke lo, tapi tolong jangan dengerin apapun itu. Lo akan semakin sakit kalo lo mikirin apa yang dia katakan," ucap Riska sembari mengelus lembut bahu Kalea. Kalea yang mendengar itu malah kembali meneteskan air matanya. Melihat Kalea yang mulai menangis, dengan sigap Riska membawanya kedalam pelukannya. "Lo kan tahu gimana suami lo... udah gak usah dipikirin.""Dia sepertinya benar-benar akan ceraikan gue, Ris." "Lo gak usah khawatir, Lea. Gue siap kok gantiin posisi suami lo kalau dia minta cerai," tutur Rizky dengan serius. Tangisan Kalea semakin menjadi ketika mendengar penuturan Rizky. Melihat itu, Riska langsung memberikan tatapan mautnya kepada Rizky."Gak usah dengarin dia. Gue yakin seratu
Langkah lebar Aslan berjalan mendekat kearah Kalea dan Rizky. Melihat Aslan yang semakin mendekat kearahnya, entah kenapa jantung Kalea seketika berdegup kencang. Ia sangat takut Aslan akan kembali salah paham lagi kepadanya. Pasalnya, masalahnya dan Aslan masih belum selesai dan sekarang mereka berdua bertemu di waktu yang sangat tidak tepat.Kalea dapat melihat raut wajah Aslan yang menahan amarahnya. Ingin sekali rasanya ia menghilang dari tempat ini sekarang, tetapi sayangnya Kalea sama sekali tidak memiliki kekuatan seperti itu. Alhasil ia harus menghadapi Aslan sekarang."Mas.. kamu apa kabar?" Kalea merutuki pertanyaan bodohnya itu. Entah kenapa pertanyaan itu yang keluar dari mulutnya sekarang."Bisa kita bicara sekarang?" tanya balik Aslan tanpa menjawab pertanyaan Kalea. Aslan meraih tanggan Kalea. Ia hendak membawa Kalea pergi bersamanya. Tetapi langkah Kalea tertahan ketika Rizky ikut memegang tangan Kalea yang lain. "Rizky.." Kalea mencoba untuk memperingati Rizky agar