Sepanjang perjalanan, suasana dalam mobil sunyi. Melirik pria di sampingnya, Lily merasa kalau Gregory sepertinya enggan berbincang-bincang untuk mengisi waktu perjalanan. Lelaki itu tampak berkonsentrasi mengendarai mobilnya dengan sangat hati-hati, menjaga kecepatannya konstan dan teratur. Lampu yang menunjukkan merah di depan, membuat pria itu memelankan kendaraannya dan berhenti tepat di belakang garis zebra cross dengan sangat mulus. Teknik berkendaranya seperti seorang pengemudi yang sedang membawa pejabat penting. Cepat, tapi stabil dan konsisten. Tidak seperti kebiasaannya dulu yang lebih suka memacu adrenalin di jalanan dengan kecepatan tinggi dan melakukan manuver berbahaya.Memandang lampu lalu-lintas itu, Lily bertanya lembut."Sejak kapan kamu menyetir mobil seperti ini? Seingatku, dulu kamu sering terlibat balapan di jalanan, kan?"Pria itu tidak menoleh tapi tetap menjawab. "Itu sudah lama sekali, Red. Aku masih sangat muda ketika itu.""Muda? Bukannya waktu itu..."Pe
= Flashback 15 tahun yang lalu. Rumah keluarga Walton. Kota CA, Amerika =Sore itu, keluarga Walton mengadakan acara barbeque yang rutin diadakan tiap akhir bulan. Pasangan itu memang sangat senang menyelenggarakan acara-acara kecil dengan mengundang beberapa tetangga dekat untuk turut meramaikan suasana. Biasanya para pria akan berkumpul sambil memanggang makanan dengan segelas bir di tangan, sedangkan para wanita sibuk bergosip di dapur atau pun mengawasi anak-anak mereka yang sedang bermain di area kolam renang. Seperti bulan-bulan sebelumnya, Alexander Walton mengambil tugas untuk memanggang sosis. Pria itu baru membalikkan sosis-sosisnya di grill saat merasakan tepukan pelan di bahunya."Alexander."Tahu siapa yang menepuknya, Alex hanya menoleh singkat dan menyapa."Hai, Rod. Datang juga kau. Sendirian?""Aku datang bersama Greg. Kau lihat Lory?""Lorelai? Tadi sepertinya sedang bersama Lily kecil. Fred tidak ikut?"Membuka bungkusan lain yang ternyata daging mentah, tanpa basa
Di depan pintu kamar mandi di lantai dua itu, tampak sosok kecil yang sedang berdiri menunggu. Kedua tangannya yang mungil terlihat saling mer*mas gelisah. Menoleh ke kanan-kirinya, ia pun mengetuk gugup."Lory? Masih lama?"Suara teredam terdengar dari dalam. "Sebentar lagi, Lils. Masih belum keluar. Tunggu di situ dulu ya.""Kenapa tidak di kamarku saja, sih? Biar lebih enak.""Tanggung, Lils. Biar ga' bolak-baik. Tinggal satu lagi. nih.""Cepetan ya!""Iya! Iya!"Menghela nafasnya gugup, gadis kecil itu menunduk dan menatap kedua telapak tangannya yang memerah. Sedikit rileks, ia mengusap-usap tangannya sambil melamun. Selama beberapa saat, gadis itu masih asyik membersihkan jari-jarinya yang ternyata ternoda tinta di beberapa tempat. Ia sama sekali tidak sadar ada seseorang yang mendekat dari arah belakangnya."Red?"Tidak menoleh karena panggilan itu, sebuah tangan terulur ke arahnya. Badan mungil itu terlonjak saat telapak besar itu menepuk pelan bahunya."OH!?"Sangat terkejut,
Pesta kecil di rumah keluarga Walton baru selesai hampir pukul 10 malam. Saat ini, pasangan itu berhadapan dengan tamu terakhir yang tampaknya enggan untuk meninggalkan lokasi. Tatapan Rod terlihat mengarah ke tangga melingkar yang berada di depannya.Menepuk bahu temannya, Alex mend*sah pelan."Sudahlah, Rod. Gadis-gadis seusianya memang seperti itu. Apalagi saat ini Lorelai baru kehilangan figur ibu. Biarkan saja dulu dia bersama Lily. Lagipula, di sini ada Liliana kalau memang anakmu butuh teman bicara.""Tapi aku tetap khawatir, Alex. Sudah beberapa hari ini, anak itu kelihatan susah makan. Aku bahkan harus meminta Gregory jauh-jauh datang hari ini hanya untuk membawa makanan kesukaannya dari NY."Tampak pria muda di samping Rod mengulurkan sebuah bungkusan ke arah tuan rumah."Paman Alex. Tolong berikan ini pada Lory. Aku sudah berusaha menemuinya tadi, tapi dia sama sekali tidak mau membuka pintu. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara memberikan makanan ini kecuali melalui dirimu."
Suasana kelabu serta berat terasa menggantung dalam rumah yang tadinya penuh tawa dan kegembiraan di dalamnya. Musim gugur yang sebentar lagi akan datang, menimbulkan angin kencang dan menerbangkan dedaunan yang banyak berjatuhan ke halaman rumah yang terlihat kosong itu. Kolam yang tadinya selalu berisi air yang jernih, sekarang tampak kering dan mulai dipenuhi daun-daun yang berguguran di dalamnya. Tidak terlihat sama sekali bekas pesta kecil yang baru diadakan satu setengah bulan lalu di sana.Dalam sebuah ruangan di rumah besar itu, tampak dua pasang mata sedang menatap sosok kecil yang berdiri di tengah ruangan. Terasa hawa canggung dan tidak nyaman di sana.Suara yang sangat lembut mengalun di ruang perpustakaan besar itu. "Liliana... Kau yakin akan pergi?"Kepala Lily mengangguk dan tatapannya tertunduk ke bawah. Posturnya tampak kaku."Lily. Kami sama sekali tidak mau kalau kau pergi dalam keadaan seperti ini. Peristiwa itu sama sekali bukan kesalahanmu, darling. Semua ada di
"Kamu tidak bisa tidur?"Suara rendah yang terdengar dari kegelapan itu sedikit mengejutkan Lily."Tidak. Hanya sedikit gelisah."Wanita itu berbalik membelakangi dan berusaha menata bantal di bawah kepalanya."Kenapa?""Tidak apa-apa, Greg. Kamu tidur saja lagi."Tubuh Lily sebenarnya sangat capek tapi suasana yang gelap seperti ini membuatnya tidak nyaman. Ia ingin meminta lelaki itu tidur dalam keadaan lampu menyala, tapi tidak mungkin. Sebelum tidur tadi, Gregory dengan santainya mengatakan kalau ia terbiasa tidur t*lanjang dan sempat membuatnya bergidik. Untuk menghindari sentuhan tidak perlu, ia juga meletakkan bantal lain sebagai pembatas di tengah tempat tidur.Matanya baru saja akan tertutup, saat ia merasakan kasur bergerak dan tangan memeluknya dari belakang. "Greg!"Mencengkeram lengan Gregory yang sedikit berbulu, Lily berusaha melepaskannya dari tubuhnya."Lepaskan aku, Greg!""Aku tidak mau."Tangan pria itu terasa mulai mengelus tubuhnya dan bergerak memasuki kaos tid
= Rumah sakit St. Collins. Beberapa jam kemudian ="Kalian telah sah menjadi pasangan suami-isteri. Sekarang, kau boleh mencium isterimu."Tamu yang tidak banyak itu bertepuk tangan, membuat pasangan baru itu tersenyum canggung. Berbeda dengan pengantin wanita yang menunduk dan tampak malu, sang pengantin pria terlihat lebih mantap dan dengan percaya diri memberikan kecupan singkat tapi dalam di bibir pengantinnya.Menggenggam erat tangan pasangannya, pengantin pria itu menoleh dan tersenyum samar pada pria baya yang masih berdiri di depannya. Ia mengulurkan tangan kanannya."Anda tidak tahu betapa berartinya bantuan Anda telah menikahkan kami, father."Pria baya itu terkekeh pelan dan membalas erat jabatan tangan itu."Anda benar-benar luar biasa, Tuan Ashley. Anda berhasil membuat saya menunda kepulangan dari rumah sakit demi menikahkan kalian berdua."Memberikan tekanan terakhir, Gregory memberikan senyuman lebar yang jarang diberikannya."Sekali lagi, semoga Tuhan memberkati Anda.
= Kediaman keluarga Harrington. Malam hari ="Liliana."Panggilan pelan itu membuat tatapan Lily naik dan menatap cermin di depannya. Ia dapat melihat pantulan Gregory yang berdiri di belakangnya dengan menjulang. Sama seperti sebelumnya, tatapan pria itu terlihat datar dan dingin. Tidak tampak adanya emosi dalam kedua mata biru mudanya."Ya?"Mengamati benda yang ada di tangan kanan Lily, pria itu dengan ringan mengambilnya. Ia ikut duduk di kursi panjang rias yang sedang diduduki oleh isterinya."Biar aku menyisiri rambutmu."Permintaan pelan itu membuat Lily tertegun. Jantungnya berdebar saat merasakan Gregory membuka ikatan rambutnya dan mulai menelusuri helaiannya yang jatuh tergerai dengan menggunakan jari-jarinya. Bulu-bulu halus di tengkuk wanita itu mulai meremang saat pria itu menyentuh ringan kulit lehernya."Rambutmu sudah panjang. Seperti dulu."Wanita itu menggigit lidah untuk menahan erangannya. Sentuhan lelaki itu memabukkan. "Hmm... Ya.""Aku suka rambutmu. Jangan per