Share

3. Cium aku!

Chava tersenyum mendengar jawaban - jawaban Alvian yang memuaskan dan tanpa ia pikir terlebih dahulu sudah menjawab. Memang tidak salah Chava menerima Alvian sebagai calon suami.

Chava tiba – tiba saja mendekatkan tubuhnya kepada Alvian. Alvian mengerutkan matanya, memundurkan badannya dari Chava. “Aku boleh cium kamu sekarang, gak sih?” Tanya Chava tanpa merasa malu.

Alvian terkekeh, kemudian menempelkan telapak tangannya di dahi Chava. “Gak boleh. Belum muhrim.”

Chava mendengus sebal mendengar jawaban Alvian. Orang lain ketika di lamar, akan berakhir berpelukan dan berciuman. Tapi Chava dan Alvian hanya berpelukan saja tanpa ada adegan cium – cium.

Sekarang juga, Chava ingin cium Alvian tapi dilarang oleh Alvian dengan alasan belum muhrim. Bukan karena Alvian sangat taat agama, ibadah saja masih bolong - bolong, mabuk juga masih suka. Cuman Alvian sangat memperlakukan Chava dengan berbeda.

“Dih padahal dulu, aku tuh sering lihat ya kamu di cium – cium sama mantan kamu, tapi mana? Kamu gak nolak di cium – cium sama mereka?! Tapi kenapa sama aku gak mau? Aku kan tunangan kamu!”

Mengingat hal itu saja sudah membuat darahnya berdesir merangkak naik ke wajahnya. Mungkin itu kejadian dulu tapi tetap saja membuat Chava terbakar cemburu.

“Tapi kamu gak pernah lihat kan aku ciumin mereka balik?”

Chava diam mendengar pertanyaan Alvian. Memang sih kebanyakan mantannya yang mencium Alvian, itu juga hanya pada pipi Alvian saja, karena setiap kali mereka ingin cium bibir Alvian, Alvian selalu menghindar.

“Ya, gak pernah. Bisa aja kan di belakang aku, kamu ciumin mereka balik.” Ujar Chava membela dirinya.

“Enggak pernah tuh. Pernah juga ada satu cewek yang ambil first kiss aku di bibir. Ciri – ciri cewek itu, tingginya sekitar 165 centi, waktu cium aku dia lagi pake baju dress merah. Terus keliatannya cewek itu lagi patah hati.”

Merasa tidak asing dengan ciri – ciri yang disebutkan Alvian, Chava mencubit perut Alvian hingga Alvian meringgis kesakitan. “ITU AKU! Ih kan aku udah bilang, aku waktu itu lagi mabuk, aku gak sadar cium kamu!” Klarifikasi Chava pada Alvian yang kesekian kalinya karena Alvian selalu membahas hal tersebut untuk menggoda Chava.

Saat itu Chava benar - benar sedang mabuk parah karena patah hati—putus dengan pacarnya. Chava benar - benar tidak sadar sudah mencium Alvian yang menolongnya.

“Tuh kan berarti kamu udah pernah cium aku. First kiss aku lagi.” Ledek Alvian pada Chava.

“Aku gak percaya sama tampang berandal kamu, kalau itu first kiss kamu. Bisa aja kan itu ngarang, kamu pernah juga lakuin hal itu sama cewek lain.”

“Yaudah kalau gak percaya. By the way berandal – berandal gini juga, bisa bikin kamu cinta kan?” Tanya Alvian kemudian mengedipkan satu matanya pada Chava. Menyebalkan sekali. Lagi – lagi pipi Chava memerah.

Chava juga tidak bisa mengelak atas perkataan Alvian. Memang benar, meski Alvian itu menyebalkan, kaku, cuek, gila kerja dan sibuk terus, Chava tetap cinta.

Chava juga akui, meski Chava kadang kesal dan dibuat sedih oleh Alvian, tetap saja Chava akan selalu kembali pada Alvian. Memang benar cinta itu bisa membutakan manusia, ya seperti cinta Chava pada Alvian.

“Ih apaan sih?!” ucap Chava dengan melemparkan bantal pada Alvian. Alvian selalu saja bisa membuat pipi Chava memerah.

Chava hendak berdiri untuk meninggalkan Alvian, namun Alvian menarik Chava kembali hingga Chava terpaksa ke posisi semula.

“Mau kemana? Katanya mau cium aku?” goda Alvian menaik turun kan alisnya yang tebal, tak lupa dengan seringai miring di bibirnya.

“Enggak jadi! Udah gak nafsu!” jawab Chava dengan bibir yang cemberut.

Alvian tertawa lepas. Chava yang marah selalu saja membuat Alvian kesenangan, apalagi jika Chava marah karena di ganggu olehnya. Namun jika Chava yang marahnya benar – benar marah hingga tidak mengeluarkan kata, nah bagi Alvian itu sangat menyeramkan.

Jika Chava sudah marah seperti itu, minta maaf saja harus benar – benar minta maaf dengan tulus, karena sangat sulit untuk dimaafkan oleh Chava.

Alvian menghentikan tawanya melirik perempuan yang menjadi tunangannya itu sedang menekuk wajahnya. Sekarang rasanya Alvian merasa gemas melihat Chava, apalagi bibir Chava yang mencebik seperti anak kecil. Tak hanya itu, matanya juga menatap sinis Alvian.

Alvian tersenyum, Chava delapan tahun lalu dan Chava yang sekarang, bagi Alvian masih sama, sama – sama Chava yang selalu banyak energinya, gampang marah, dan selalu ceria.

Alvian merasa tenang melihat Chava nya kembali lagi seperti awal dia bertemu. Karena saat Chava berusia 19 tahun, Alvian seperti melihat orang lain pada diri Chava, Chava yang selalu ceria berubah menjadi menangis terus. Satu penyebab yang membuat Chava sangat sedih, yaitu Gavin, mantan pacar Chava yang meninggalkan trauma yang sangat mendalam untuk Chava.

Hubungan beracunnya dengan Gavin, hampir saja membuat Chava menghilangkan nyawanya sendiri.

Alvian mendekatkan bibirnya pada pipi gadis yang masih saja mencebikan bibirnya, lalu mengecup pipi Chava yang membuat Chava tersentak kaget hingga matanya membulat.

Chava menoleh pada Alvian, lalu mendapati Alvian yang tersenyum jahil. “Di cicil dulu ciumnya. Nanti sisanya saat udah menikah.” Kata Alvian yang mengedipkan satu matanya, lagi, pada Chava.

“IH ABANG! Sini cium lagi? Yang benar tuh cium di bibir!” Protes Chava yang kini mulai mendekati Alvian yang sudah terlebih dahulu menghindar. Chava ingin ciuman, bukan di cium di pipi saja, karena menurut Chava kurang romantis.

Malam semakin larut, namun kedua calon pengantin ini sedang melakukan aksi kejar – kejaran. Alvian yang enggan untuk di cium, Chava yang ingin mencium Alvian. Chava bahkan tidak merasa lelah mengejar Alvian, sedangkan Alvian tidak mau menyerah juga, Alvian tetap berlari dari Chava dengan tawanya yang mengema di ruangan.

Tidak ada yang mau mengalah atas hal ini, mereka adalah dua orang yang sama – sama memiliki ego yang tinggi. Namun takdir ingin mereka bersatu menjadi pasangan.

***

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status