BAGIAN 56
POV ZULAIKA
RUJUKAN KE PSIKIATER
Kikan dan Dinda dengan semudah itu telah menyerahkan jiwa raganya kepadaku. Keduanya menjadi ‘sukarelawan’ untuk misi besok hari. Aku yang kini sedang menandaskan setengah cetak besar puding buah suguhan Kikan, merasa bahagia yang bukan kepalang. Jikalau bisa berteriak, aku rasanya kepingin sekali menyuarakan ungkapan bahagia sekaligus syukur nikmat atas karunia sore ini. Gila! Sepertinya aku memang berbakat untuk jadi mucikari. Sebuah kata yang dulunya kerap kudengar di berita-berita kriminal televisi. Kupikir, mucikari itu begitu buruk dan pekerjaan yang menyeramkan saat kelas enam SD, seorang teman memberi tahu arti dari kata tresebut. Namun, kenyataannya tidak juga setelah dijalani sendiri. Profesi yang mulia bagiku. Bisa membantu mewujudkan cita-cita orang lain, contohnya punya ponsel mahal dan uang berlimpah. S
BAGIAN 57POV ZULAIKASI BIADAB DATANG LAGI “Iya, Ika. Mami juga nggak mau kehilangan kalian. Mami minta maaf ya, Nak, sekali lagi.” Sore itu, berkas-berkas jingga senja yang menyelinap dari kisi-kisi lubang angin, menerpa tubuhku dan Mami. Suasana menjadi semakin syahdu sekaligus membuat hati terasa cukup pilu. Tak pernah kubayangkan, betapa di kehidupan ini akan terjadi episode mengejutkan seperti yang dialami oleh Mami hari ini. Rasa benci yang sempat menggeliat dalam jiwa, kini perlahan redup berganti jadi simpati. Pintu hati yang dulunya tertutup, bahkan ikut terbuka perlahan untuk menyambut kasih sayang serta permintaan maaf dari Mami. Seolah aku sudah berlapang dada dengan segala yan
BAGIAN 58POV ZULAIKATUBUH YANG TERKULAI LEMAS “Sebelum Papi membongkar semuanya, kupastikan kepala Papi sudah bolong duluan tertembus timah panas.” Tak perlu panjang lebar untuk menusuk seorang penjahat. Penjahat tetaplah penjahat, meskipun di antara kami mengalir DNA yang sama. Mendengar serangan balik yang cukup pedas dariku, tentu saja Papi bungkam. Mau jawab apa lagi dia? Sedangkan kendali kini berada di tanganku. “Punya mulut nggak dididik, ya?” Saking geramnya, terlontar juga pertanyaan tak sopan sekaligus tak pantas tersebut.Nuraniku sebagai seorang putri yang dia besarkan deng
BAGIAN 59POV ZULAIKASIAL! “I-ika ….” Mami mengerang kecil sembari menyebut namaku terbata-bata. Matanya perlahan membuka, menatap dengan ekspresi yang payah. Wajah Mami benar-benar pucat, sementara keningnya terasa begitu panas. Mami demam! Aku sangat syok, padahal kemarin dia masih baik-baik saja. “Mi, Mami kenapa? Mami nggak apa-apa?” “D-dingin ….” Aku buru-buru mendekap tubuh Mami. Mencoba mentransfer rasa hangat kepadanya. Badanku seketika merasa panas. Suhu tubuh Mami benar-benar tinggi akibat demam ini. Aku harus membawa Mami segera ke rumah sakit kalau kondisi
BAGIAN 60POV ZULAIKAJALANGKAH DIA? “Din, sebentar, ya. Ini aku lagi di perjalanan nuju rumah sakit. Mamiku juga lagi demam tinggi. Nanti, aku hubungi lagi, ya?” kataku dengan suara yang pelan. “Iya, Ika. Semoga mamimu cepetan sembuh, ya. Hati-hati di jalan.” Nada bicara Dinda terdengar prihatin sekaligus cemas. Tanpa menjawab, aku langsung mematikan ponsel dan memasukannya ke dalam tas. Hatiku gelisah. Aku benar-benar tak tenang pagi ini. Matahari yang mulai perlahan menyinari bumi dengan kilau keemasan, nyatanya tak membuat hatiku hangat sedikit pun. Rasa beku di lubuk sini membuat jiwaku meriang sendiri. Bagaimana kalau Dinda benar-benar tak bisa ikut? Daddy pasti bakal mara
BAGIAN 61POV ZULAIKATAK BISA BERKATA-KATA! “Ika, halo?” Terdengar dari seberang sana suara Dinda mendesak untuk dijawab. Aku yang masih terhenyak akibat perkataan sebelumnya, tentu gelagapan tatkala harus menjawab. “I-iya ….” “Jadi, aku harus pakai baju apa?” “Din, kenapa kamu mikirnya sejauh itu?” Aku bertanya dengan sangat hati-hati. Gila si Dinda! Bagaimana bisa dia menembakku dengan pertanyaan yang sama sekali tak pernah kuduga bakal tercetus dari bibirnya. Gadis cantik yang terlihat polos dan bintang kelas itu, mengapa bisa sesantai itu saat menanyakan peri
BAGIAN 62POV ZULAIKADITUSUK DARI BELAKANG “Oh, ya, betul juga,” jawabku sedikit agak salah tingkah. Sial! Lihatlah mereka, bahkan lebih cantik dan tampilannya lebih meyakinkan ketimbang diriku. Tatkala mereka berdandan lengkap begini, rasanya diriku terasa sangat kerdil bila bersanding dengan keduanya. Tahu begitu, seharusnya aku tak boleh kalah cakep. Bisa-bisa, Daddy bakal membuangku kalau kelewat nyaman dengan keduanya. “Ayo, buruan. Nanti telat, lho!” Dinda melangkah maju keluar dari pintu rumah Kikan. Gadis yang mengenakan sepatu kets warna biru itu segera menggamit lenganku. Senyumnya tampak manis sekali. Terlebih, rambut lurus sebahunya hari ini dikuncir gulung dua atau space buns yang membuat wajah cantik milik Dinda semakin tampak menawan. Gila! Aku la
BAGIAN 63POV ZULAIKASOSOK-SOSOK YANG MENGEJUTKAN Ting! Pintu lift terbuka di depan kami dan membuatku lekas masuk serta membuang muka dari Kikan. Kedua temanku juga ikut masuk dan masing-masing berdiri di samping kiri maupun kanan. Mereka seakan tengah mengawal diriku. Jujur saja, di sini aku semakin merasa tak nyaman. “Yang tadi hanya bercanda. Jangan dimasukin ke pikiran.” Kikan menyikut pelan. Berucap dengan sangat santai. Padahal, perkataannya yang semula sudah sukses membuat paru-paruku hampir kolaps karena sesak. Betul-betul anak ini. Diam-diam, dia sangat berbahaya. Mungkin, aku harus tetap waspada kepada Kikan maupun Dinda. Kupilih untuk bungkam. Tak menjawab sepatah kata pun dan
BAGIAN 64POV ZULAIKAKECANDUAN “Kabar baik, Pak Bona. Wah, sudah ramai ya, ternyata.” Sesosok pria tinggi berusia matang dengan wajah yang klimis dan tatanan rambut rapi dibelah pinggir itu masuk. Sedangkan seorang rekannya lagi yang berkepala botak dan wajahnya masih sangat kuingat ketika kami tak sengaja bersitatap di lantai satu tepatnya siang kemarin, masih bersalaman dengan Pak Bona. Ya Tuhan, dua lelaki itu adalah orang-orang yang kemarin menunggu Daddy! Orang-orang yang berkelahi dengannya dan disebut-sebut sebagai auditor keuangan. Jadi, Kikan dan Dinda disiapkan untuk menyogok mereka? “Silakan Pak Bram, Pak Tirta. Masuk-masuk. Kita duduk dulu, ngobrol-ngobrol.” Daddy terlihat meran