Share

Bab 4

'Sebenarnya apa yang terjadi pada keluarga mereka? Kenapa mereka malah berdebat sendiri?' 

Bram masih setia memperhatikan dua wanita yang sedang berbicara masalah keluarga mereka. Pria itu baru mengetahui tentang keluarga istrinya. Selama ini Rere tidak pernah menceritakan tentang keluarganya.

Bram juga baru mengetahui kalau ternyata Laras adalah saudara tiri istrinya. Dia juga baru mengetahui kalau bunda Rere ternyata bukan ibu kandungnya.

"Kak, kenapa Kakak tidak memberitahu kami tentang pernikahan kalian?" ucap Laras melihat Rere berganti pada Bram.

"Itu bukan urusanmu!" Sekali lagi Rere menunjukkan rasa tidak suka karena Laras mempertanyakan tentang pernikahannya dengan Bram.

"Tapi ayah pasti akan marah kalau tau Kakak sudah menikah tanpa memberitahunya." Laras masih saja penasaran dengan pernikahan Rere dan Bram.

"Jangan pernah beritahu ayah! Atau kamu akan tau akibatnya." Rere mengeluarkan ancaman pada Laras karena adik tirinya itu masih saja berbicara tentang pernikahan mereka.

"Tapi, Kak?" ucap Laras tidak mengerti jalan pikiran Rere.

"Kalau aku bilang jangan, ya jangan!" ucap Rere marah. Wanita itu memukul meja sedikit keras berharap Laras tidak lagi mengurusinya, tapi dia salah. Laras masih saja mempertanyakan pernikahan mereka.

"Kenapa, Kak?"

"Jangan pernah ikut campur urusan kami, terlebih urusan pribadiku! Kamu hanya saudara tiri jadi tidak ada hak untuk mengatur hidupku," ucap Rere sambil menghabiskan nasi di piringnya.

"Aku akan mengusirmu dari rumah ini kalau kamu berani mencampuri urusanku!" ancam Rere.

Laras menatap wajah Rere dengan rasa tidak mengerti akan jalan pikiran kakak tirinya. Rere selalu tidak pernah bersikap baik padanya. Demi ayah dan bunda, Laras rela mendapatkan kebencian Rere dan menuruti perkataan kakak tirinya.

"Aku sudah kenyang, sebaiknya kalian selesaikan masalah kalian dengan pikiran dingin," ucap Bram berdiri meninggalkan dua wanita itu. Dia jengah dengan perdebatan Rere dan Laras yang tidak ada habisnya.

Rere menatap suaminya pergi hingga tidak terlihat lagi.

"Kamu dengar, ya! Sekali lagi aku tegaskan padamu, jangan pernah ikut campur urusanku! Satu lagi, pernikahan ini tidak boleh ada yang tau termasuk ayah."

"Tapi kenapa, Kak?"

Rere menoleh ke arah kamarnya memastikan bahwa Bram tidak ada.

"Karirku lebih penting dari pernikahan ini, apapun akan aku lakukan demi karirku."

"Sebenarnya Kakak kerja apa?"

"Aku seorang model."

"Tapi kenapa Kakak bilang pada ayah kalau Kakak kerja di perusahaan besar?"

"Itu urusanku. Aku memang punya perusahaan, tapi itu milik suamiku, jadi bukannya sama saja? Aku istrinya berarti aku juga pemilik perusahaan itu."

Laras hanya bisa menelan salivanya ketika mendengar perkataan kakak tirinya. Ternyata selama ini Rere sudah membohongi keluarganya tentang pekerjaan yang selama ini dia tekuni.

"Apa Kakak masih kuliah juga?"

"Tidak. Aku terlalu sibuk pemotretan jadi tidak ada waktu untuk kuliah. Lagi pula kuliah itu hanya menghabiskan uang saja."

"Apa keluarga kak Bram juga tidak mengetahui pernikahan kalian?"

"Tidak. Hanya Joy, asisten Bram yang tau."

"Laras harap Kakak bahagia." Laras tidak tau harus berkata apa lagi.

"Aku bahagia tanpa harus kamu doakan."

Setelah selesai makan Rere kembali ke kamar, sedangkan Laras membereskan peralatan makan. Laras tidak mengerti dengan jalan pikiran Rere, tapi yang jelas Rere sudah membuat hatinya kecewa.

Selama ini Laras ingin menjadi seperti Rere, yang dia tau Rere kuliah sambil bekerja makanya selama ini dia tidak pernah meminta kiriman uang. Ternyata dugaannya selama ini salah, Rere bahkan tidak kuliah lagi dan dia berbohong pada ayahnya.

Seharian ini Rere berada di rumah, hari ini tidak ada acara pemotretan.

"Sayang, hari ini aku free tidak ada pemotretan. Bagaimana kalau kita jalan-jalan berdua?" ucap Rere memeluk tubuh Bram dari belakang.

"Hari ini aku ada rapat dengan karyawan," tolak Bram tanpa membalas pelukan Rere.

"Kenapa setiap aku free kamu selalu sibuk?" Rere melepaskan tubuh Bram dan duduk di atas kasur.

"Bukannya terbalik?" Bram geram mendengar pertanyaan Rere.

"Sayang, kamu harus mengerti pekerjaanku donk, jadwalku sangat padat."

"Kenapa selalu aku yang harus mengerti kamu? Bagaimana denganmu? Apa kamu pernah mencoba mengerti perasaanku?" ucap Bram membalikkan tubuhnya menghadap Rere.

"Aku janji, setelah kontrak kerjaku selesai aku akan selalu ada di sampingmu," ucap Rere mendekat lagi pada Bram.

"Kapan?"

"Belum tau, minggu depan aku ada pemotretan ke luar kota mungkin aku akan meninggalkanmu selama dua minggu."

"Sudah biasa. Lagi pula aku juga tidak akan bisa melarangmu."

"Sayang, jangan marah donk." Rere merayu Bram agar suaminya itu tidak marah karena baginya Bram adalah aset besar yang bisa dijadikan sebagai jaminan hidup.

"Aku harus berangkat. Lain kali pikirkan hubungan kita!"

Bram mencium pucuk kepala istrinya dan meninggalkannya. Pria itu menutup pintu dengan sedikit kasar karena rasa kecewa dan marahnya pada Rere. Meski dia sudah berusaha meredam, tetap saja Bram merasa kesal.

Rere tersenyum sinis setelah Bram pergi. Kepergian Bram adalah kebebasan baginya.

"Kamu memang suamiku, Bram, tapi kamu tidak akan bisa melarang dan membatasi kebebasanku," ucap Rere sambil mengambil ponsel genggamnya.

Rere menghubungi seseorang lewat ponselnya dan mulai ngobrol, sesekali tertawa bahagia. Mana betah dia berdiam diri di kamar tanpa melakukan hal yang biasa dia lakukan. Apalagi kalau bukan kencan via online dengan kekasih gelapnya.

Laras mondar-mandir di dalam kamarnya. Dia merasa bosan karena seharian ini hanya berada di rumah dan tidak ada kegiatan sama sekali. Laras baru masuk kuliah mulai besok jadi hari ini dia masih menganggur.

Laras mengetuk kamar Rere.

"Kak, Kak Rere!" panggil Laras.

Sedangkan Rere di dalam kamar masih asyik teleponan dengan seseorang.

"Ish, ganggu saja sih!" gerutu Rere.

Rere mematikan ponselnya, berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Kenapa?" tanya Rere dengan muka masam.

"Aku mau ijin ke luar Kak, aku bosan." Meski Rere marah dan kesal, Laras tetap saja memasang wajah polos dan baiknya.

"Kalau mau ke luar, ya, tinggal ke luar saja! Kenapa harus ngomong sama aku? Mau minta uang jajan?" celetuk Rere sembari berkacak pinggang.

"Bukan, Kak. Aku hanya memberitahu Kakak saja takutnya Kakak mencariku." Jawaban yang sangat polos.

"Jangan GR! Aku tidak akan mencarimu."

"Kalau begitu Laras pergi dulu ya, Kak," ucap Laras lalu meninggalkan Rere.

Rere kembali menutup pintu dan melakukan panggilan pada ponselnya. Rere kembali melakukan obrolan yang sempat terputus.

Rere memang tidak mau peduli dengan Laras, bagi Rere Laras tidak lebih dari orang lain. Selama ini dia selalu cuek dengan urusan Laras.

Rere ngobrol tanpa mengenal waktu bahkan entah sudah berapa kali dia pindah tempat dan ganti posisi tubuh. Seolah obrolan yang mereka lakukan tidak ada habisnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status