Pagi hari Laras sudah rapi karena hari ini dia sudah mulai kuliah. Meski dia harus kuliah tapi gadis itu tidak lupa selalu membuat sarapan dan menyiapkan bekal untuk makan siangnya."Selamat pagi, Kak Rere," sapanya saat melihat Rere turun."Apa kamu melihat Bram?" tanya Rere sembari mengedarkan mata mencari sosok Bram."Kak Bram tadi pagi sudah pergi, Kak." Meski Rere tidak memperhatikannya, tapi Laras tetap melihatnya saat berbicara."Nanti kalau dia mencari aku, katakan kal
Hari ini Bram malas untuk bangun dari tempat tidurnya, tangannya kembali menarik selimut tebal dan menutupi seluruh tubuhnya.Sedangkan Laras, gadis itu sudah sibuk dengan tangannya. Kali ini Laras sedang menyirami bunga di halaman rumah Bram. Gadis itu memang tidak bisa diam, selalu ada yang dia kerjakan.Sebuah mobil memasuki halaman rumah Bram dan berhenti sempurna. Seorang wanita ke luar dari mobil dengan senyum di bibirnya saat melihat Laras.Laras membalas senyum wanita itu dengan sopan dan membungkukkan tubuhnya tanda hormat."Selamat pagi, Nyonya," sapa Laras."Pagi, apa Bram ada di rumah?" tanya wanita itu ramah."Ada, Nyonya, kak Bram sepertinya masih tidur."Wanita itu nampak heran saat mendengar Laras memanggil Bram dengan sebutan kakak. Dia mengerntitkan kedua alis menatap lekat Laras."Siapa namamu?" tanyanya penasaran dan merasa tertarik ingin mengenalnya."Saya Laras, Nyonya," jawab Laras memperkenalkan diri dengan sedikit membungkuk memberi hormat."Panggil aku tante
Makanan sudah terhidang sempurna di atas meja. Laras dengan cekatan merapikan alat masak yang tadi mereka gunakan."Biarkan saja dulu, sebaiknya kita makan dulu baru nanti dibereskan!" ucap Soya melarang saat Laras membereskan dan merapikan alat yang mereka gunakan untuk masak."Ga' apa-apa, Tante. Sambil nunggu kak Bram turun.""Bagaimana kalau kamu panggil saja dia di kamarnya?""Maksud Tante aku harus ke kamar kak Bram?" Wajah Laras dihiasi dengan bola mata yang bulat. Dia tertegun dan sedikit kaget mendengar Soya memintanya ke kamar Bram dan memanggil kakak iparnya itu."Kenapa? Apa kamu keberatan?" Soya menatap lekat Laras dengan tatapan penuh harap agar Laras mau melakukannya."Ah, tidak, Tante. Kalau begitu biar aku panggil kak Bram."Laras merasa tidak enak hati untuk menolak permintaan mama Bram, tapi dia juga merasa kaku untuk memanggil Bram di kamarnya.Meski dipenuhi dengan trasa gugup, Laras akhirnya pergi ke kamar Bram juga. Masih disel
Sejak bertemu dengan Laras, Soya sering mengunjungi dan menginap di rumah Bram. Dia merasa senang dan nyaman bila bersama Laras, bahkan berharap Laras menjadi menantunya.Bram bukan tidak senang mamanya s ering mengunjunginya dan menginap di rumahnya, hanya saja dia merasa salah tingkah setiap kali Soya membicarakan hal yang menjurus pada perjodohan dirinya dengan Laras. Tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya bila dia sudah menikah dan Laras adalah adik iparnya. Bisa-bisa Bram kena semprot dan Soyta marah besar.Hari ini Soya datang tanpa memberitau Bram atau pun Laras. Saat ini Bram tidak ada di rumah, begitu pula dengan Laras, dia masih kuliah. Soya menunggu kedatangan mereka dengan kegiatan memasak untuk makan malam bersama.Pintu rumah terbuka dan seorang wanita dengan pakaian sexy masuk tanpa permisi. Rere masuk ke dalam rumah tanpa memberi salam, bahkan dia tidak tahu kalau mama Bram ada di rumahnya."Hey! Siapa kamu?" tanya Soya ketika melihat Rere menai
Makan telah usai dan mereka bercengkerama bersama. "Malam ini mama akan menginap di sini." Mata Rere langsung terbuka lebar, begitu pula dengan Bram. Apa yang dikatakan oleh wanita itu membuat kedua orang itu gelisah. Tentu saja gelisah, bila mamanya menginap di sana pasti mereka tidak akan bisa bebas. "Ma, lain kali lagi saja ya," ucap Bram menolak secara halus. Bukan hanya Rere yang gelisah, Bram juga gelisah. Pernikahan mereka tanpa diketahui oleh orang tuanya, kalau malam ini mamanya menginap, artinya mereka harus melakukan sandiwara agar tidak menimbulkan kecurigaan. "Apa kamu mengusir mama?" Ada nada kesal, marah dan kecewa dalam ucapannya. "Bukan begitu, Ma." Bram tidak bisa memberi alasan lagi. Kali ini dia tidak bisa menolak kemauan mamanya. "Kamar di rumah ini hanya ada tiga, Ma. Ada Laras dan juga ada Rere di sini." Bram kembali memberi alasan agar mamanya tidak menginap. "Biarkan Rere tidur sama Laras! Bukannya mereka bersaudara? Atau mama saja yang tidur sama Laras
Soya mendekati dan merangkul pundak Laras. Wanita itu bisa merasakan kepedihan hati Laras."Kita bercerai saja! Aku tidak mau lagi hidup bersama wanita sepertimu." Suara Bram terdengar dingin, namun sangat merasuk dan menusuk setiap hati yang mendengarnya, kecuali Soya. Mama Bram itu jelas tidak memiliki rasa sakit, melainkan malah senang mendengarnya.Mata Rere membulat sempurna. Dia kaget mendengar putusan yang dikatakan oleh Bram."Sayang, kamu tidak bisa melakukan itu. Aku mencintaimu."Rere meraih tangan Bram dan terus membujuknya untuk tidak melakukan perceraian itu. Wajahanya sendu mengisyaratkan kesedihan."Tapi aku sudah tidak mencintaimu lagi." Sekali lagi suara Bram masih terdengar dingin tanpa kompromi dan terkesan tidak ingin mendengarkan rayuan Rere.Karena sikap Bram ini, wajah sedih dan memelas Rere seketika berubah menjadi marah, lalu dengan tatapan penuh kebencian dia menatap tajam Laras."Kenapa Bram? Apa karena wanita itu?" ucap Rere mengangkat dan menunjukkan tanga
Laras sudah bangun pagi ini, rumah itu masih terlihat sepi. Hanya Laras yang sudah sibuk di dapur untuk membuat sarapan yang lainnya masih terlelap dalam mimpi indah. "Laras, kamu sudah bangun?" sapa Bram yang baru turun dari tangga. "Sudah, Kak. Kakak mau aku buatkan kopi?" Laras menoleh dan memberikan satu senyuman untuk menyapa Bram. "Boleh, tapi aku mau mandi dan bersiap dulu. Hari ini aku ada rapat pagi di kantor." Bram menatapnya lekat membalas senyuman Laras. "Baik, Kak." Bram kembali berjalan menaiki anak tangga dan bersiap-siap. Sedangkan Laras masih sibuk dengan rutinitasnya. Setelah selesai dan semua beres, Laras masuk ke dalam kamar dan bersiap untuk kuliah. Laras keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi dan beberapa buku dalam tangannya. Dia telah siap untuk melakukan rutinitas hariannya, kuliah. Mereka duduk di meja makan sambil menikmati sarapan pagi. "Kak, apa kak Rere tidak ikut kita sarapan?" Laras heran kenapa Rere tidak ada bersama mereka. Laras mengarahkan
Saat keluar dari ruang belajar, Pits sudah menunggu Laras di depan pintu."Pits?" Laras heran dan bingung melihat Pits."Kita pulang bareng." Pits segera meraih tangan Laras dan menggandengnya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dia juga tidak peduli dengan setiap mata yang melihat."Pits, jangan lepaskan!" Laras berusaha menepis tangan Pits, tetapi pria itu malah semakin erat menggenggamnya dan membaawanya berjalan.Pits juga meminta Laras segera naik ke atas motornya."Begini!" Pits menuntut tangan Laras melingkari pinggangnya.Laras memeluk erat pinggang pria di depannya, sebenarnya dia tidak ingin melakukan itu tapi Pits memaksanya. Laras merasa canggung, selama ini dia tidak dekat dengan pria itu. Pits melajukan motornya dengan santai, pria itu ingin menikmati kebersamaannya dengan Laras. "Bagaimana kalau kita makan dulu?" ucap Pits dari motornya. "Terserah kamu," ucap Laras pasrah. Pits menghentikan motornya di depan rumah makan sederhana