Share

Chapter 1

Seorang wanita dengan balutan baju pengantin, berlari dengan bertelanjang kaki. Sesekali wanita itu menoleh ke arah belakang, untuk memastikan jika telah jauh dari orang-orang yang tengah mengejarnya. Namun sial, tiba-tiba di depan ada sebuah mobil BMW i8 Roadster berwarna silver melintas. Mobil tersebut berhenti tepat di depan wanita itu.

"Aaa." Wanita dengan balutan baju pengantin itu menjerit.

"Sial, cari mati kamu ya," umpat seorang pria pemilik mobil tersebut.

Selepas itu pria berkemeja putih dengan balutan blazer berwarna hitam turun dari mobil mewahnya. Pria beralis tebal itu berjalan menghampiri wanita yang masih berdiri di depan mobilnya. Nampak jika wanita berbaju pengantin itu sangat gusar dan juga panik. Terlebih saat melihat beberapa orang pria berbadan kekar serta ototnya yang besar datang menghampirinya.

"Om, tolong saya. Mereka mau memperk*sa saya. Tolong saya, Om," ucap wanita itu yang terus memohon agar pria tersebut mau menolongnya.

"Sialan, dia pikir aku om-om apa," batin pria tampan pemilik mobil mewah tersebut.

"Mau lari kemana lagi kamu hah!" bentak salah satu dari mereka.

"Salsa! Ayo ikut, budhe pulang. Jangan bikin malu kamu! Ayo pulang!" bentak seorang perempuan. 

"Salsa nggak mau, Salsa nggak mau nikah sama tua bangka itu. Karena, Salsa sudah punya calon suami sendiri," ucap wanita berbaju pengantin itu, yang tak lain adalah Salsa.

Perempuan tersebut tertawa. "Budhe nda percaya, lebih baik sekarang kamu ikut, budhe pulang. Tuan Hendra sudah menunggumu."

"Dia calon suami aku. Iya kan, Sayang." Salsa menarik lengan kekar pria yang berdiri di sampingnya. Bahkan Salsa memeluknya dengan mengedipkan sebelah matanya, untuk memberi kode pada pria itu.

"What, dia ngaku-ngaku sebagai calon istriku. Mimpi apa aku semalam." Pria itu membatin, bahkan ia sama sekali tidak mengerti dengan kode yang Salsa berikan.

"Budhe ndak percaya, buktinya dia diam saja," ujar perempuan itu, seraya menunjuk ke arah pria tampan yang berada di samping Salsa.

"Kalau, Budhe Mira nggak percaya. Nggak apa-apa kok, Salsa nggak maksa," ujar Salsa dengan menatap tajam ke arah Mira.

Salsa kembali mengedip-ngedipkan matanya ke arah pria tersebut. Berharap si pria mau mengerti dengan kode yang ia berikan. Sementara pria tersebut terlihat bingung, hal ini membuat budhe Mira merasa curiga. Namun, tiba-tiba saja hal tak terduga terjadi, pria tersebut seperti mengerti dengan kode yang Salsa berikan padanya.

"Benar, saya calon suaminya. Saya ke sini untuk menjemputnya." Pria beralis tebal itu merangkul pundak Salsa. Hal itu membuat wanita bermata bulat itu tubuhnya seperti tersengat aliran listrik.

Budhe Mira tersenyum. "Kalau begitu buktikan jika situ beneran calon suami Salsa. Nikahi dia sekarang, dan lunasi hutang ibunya. Ibu dia yang punya hutang, saya yang dikejar-kejar."

"Astaga, sudah di suruh pura-pura jadi calon suaminya. Sekarang di suruh nikahi dan lunasi hutang. Dia pikir aku apaan, dasar cewek stres," batin pria tersebut.

"Tapi kalau nggak di tolongin kasihan juga nih cewek. Kelihatannya dia benar-benar butuh pertolongan," batinnya lagi.

"Baik, saya akan nikahi Salsa sekarang juga," ujar pria tersebut. Hal tersebut membuat Salsa seperti mati berdiri.

"Ya sudah, sekarang kalian ikut, budhe pulang." Budhe Mira berjalan meninggalkan tempat tersebut dengan diikuti oleh Salsa dan juga pria tampan itu.

***

Hanya butuh waktu tiga puluh menit kini mereka sudah tiba di sebuah rumah joglo. Meski sederhana tetapi cukup nyaman, pria beralis tebal itu sedikit kaget karena begitu banyak tamu undangan yang datang. Terlihat jika seorang pria setengah abad dengan balutan jas berwarna hitam duduk di depan pak penghulu. Mungkin pria tua itu yang akan dinikahkan dengan Salsa.

"Pantas saja nih cewek tidak mau. Dia lebih pantas jadi bapaknya bukan suaminya," batin pria berlesung pipi itu.

"Siapa pemuda itu?" tanya seorang pria yang tak lain adalah, tuan Hendra.

"Dia mengaku sebagai calon suaminya, Salsa,  Tuan." Budhe Mira menjawab pertanyaan yang, tuan Hendra lontarkan seraya melirik ke arah pria tampan itu.

Tuan Hendra berdiri dan berjalan menghampiri pria tersebut. "Apa benar kamu calon suaminya? Punya uang berapa untuk melunasi hutang Maya."

"Berapa jumlahnya?" tanya pria tua tersebut.

"Semua menjadi lima miliar, beserta bunga yang sudah menumpuk," jawab tuan Hendra.

"Buset, kirain berapa. Ternyata cuma lima miliar," batinnya, pria beralis tebal itu menyunggingkan senyumnya.

"Hanya lima miliar saja?" tanya pria itu dengan menaikkan satu alisnya.

"Heh bocah, jangan belaga sombong kamu! Cepat buktikan kalau kamu bisa melunasinya!" bentak tuan Hendra dengan tatapan mata yang tajam.

"Kenalkan, namaku Dewa. Bukan bocah," ucap pria tampan itu yang tak lain adalah Dewa. Bahkan pria beralis tebal itu mengulurkan tangannya, tetapi dengan kasar tuan Hendra menepisnya.

"Cepat lunasi hutang Mirna, jika kamu tidak ingin merasakan pijatan dari pada anak buahku," ancam tuan Hendra.

"Segini cukup." Dewa menyerahkan cek yang sudah tertulis nominal yang lebih dari cukup untuk melunasi hutang Maya.

"Bagus, kamu boleh miliki Salsa. Ayo kita pergi." Tuan Hendra mencium cek tersebut. Lalu mengajak orang-orangnya untuk meninggalkan tempat tersebut.

Salsa bernapas lega saat melihat tuan Hendra dan anak buahnya sudah pergi. Namun ia masih merasa bimbang dengan pria yang bernama Dewa. Ia merasa jika pria itu adalah dewa penolong untuknya, jika tidak ada dia mungkin sekarang Salsa sudah menjadi istri kelima dari tuan Hendra. Pasalnya pria setengah abad itu sudah memiliki empat orang istri.

"Lalu pernikahan ini bagaimana, Bu?" tanya pak penghulu.

"Iya, pernikahan ini batal atau bagaimana," sambung salah seorang ibu-ibu.

"Ndak batal kok, dia yang akan menikah dengan Salsa." Budhe Mira memegang bahu Dewa dari samping, sembari tersenyum.

"Eh buset, jadi beneran aku harus nikahi gadis ini. Kirain setelah hutang lunas, aku juga bebas," batin Dewa.

"Tapi, Budhe .... "

"Diem, budhe udah bosen ngurusin kamu. Kalau kamu menikah dengan dia, otomatis kehidupanmu akan ditanggung sama suamimu ini, mengerti." Budhe Mira memotong ucapan Salsa, seraya berbisik di telinga wanita itu.

"Baik, kalau begitu kita mulai sekarang saja. Karena saya masih ada urusan lagi," sela pak penghulu.

Dengan terpaksa Dewa harus menikah dengan Salsa, wanita yang baru saja ia temui di jalan. Tidak ada rasa cinta ataupun sayang, tetapi Dewa benar-benar merasa iba melihat kehidupan Salsa. Setelah semua siap, proses ijab qobul pun akan segera di mulai. Dewa tidak tahu nanti setelah menikah harus bagaimana, karena ia tahu jika dirinya sudah dijodohkan dengan Viola, wanita pilihan ibu dan kakeknya.

Pernikahan Dewa dan Salsa berjalan dengan lancar, meski tidak mewah tetapi keduanya telah sah menjadi pasangan suami istri. Kini hanya tinggal Dewa, Salsa dan budhe Mira. Semua tamu undangan sudah pulang, pria beralis tebal itu cukup bingung harus berbuat apa. Ia menikah tanpa sepengetahuan keluarganya, jika nanti kakek serta ibunya tahu. Bisa-bisa Dewa dicincang hidup-hidup oleh keluarganya karena telah menikahi wanita lain.

"Sekarang kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri. Dan kamu Salsa, tanggung jawabmu sekarang ada pada suamimu ini loh. Budhe udah bebas, jadi mau ndak mau kamu harus ikut dia," ujar budhe Mira, hal itu membuat Dewa dan Salsa sedikit terkejut.

"Tapi, Budhe .... "

"Ndak ada tapi-tapian. Budhe udah capek ngurusin kamu dan ibumu, sekarang budhe ingin bebas, ngerti kamu." Budhe Mira memotong ucapan Salsa.

"Kasihan juga dia, apa dia tidak punya keluarga lain selain budhe Mira," batin Dewa, ia menoleh ke arah Salsa yang tengah tertunduk. Bahkan mata sendunya seperti sudah berkaca-kaca.

"Budhe tidak perlu khawatir, malam ini juga saya akan membawa Salsa pergi dari rumah ini," sela Dewa.

"Salsa, sekarang kamu beresin barang-barangmu, kita pergi malam ini," titah Dewa dan dibalas dengan anggukan oleh Salsa.

Wanita bermata sendu itu segera beranjak menuju ke kamarnya untuk membereskan barang-barang miliknya. Budhe Mira tersenyum saat melihat Salsa keluar dengan menyeret koper berukuran sedang. Salsa berjalan menghampirinya pria yang telah sah menjadi suaminya. Lebih tepatnya suami dadakan, karena ia tidak pernah berpikir jika akan menikah mendadak dengan pria yang baru saja ditemui.

"Sudah siap?" tanya Dewa untuk memastikan.

"Sudah." Salsa menganggukkan kepalanya.

"Eh tunggu, sebelum kalian pergi. Kamu sebagai suaminya harus membayar ganti ruginya," sergah budhe Mira.

Dewa mengernyitkan keningnya. "Ganti rugi? Ganti rugi apa."

"Heh, kamu pikir selama ini saya menghidupi Salsa itu dengan gratis. Ndak lah, kamu harus bayar biaya hidup Salsa selama tinggal di sini," jelas budhe Mira.

"Jadi selama ini, Budhe ... tapi, Budhe kasihan .... "

"Apa ini cukup." Dewa memberikan selembar cek bertuliskan nominal yang tidak sedikit.

"Wah, ini lebih dari cukup. Sudah, sekarang kalian cepat pergi, jangan pernah kembali lagi ya." Budhe Mira terlihat begitu senang setelah menerima cek tersebut.

"Dasar mata duitan. Rugi besar aku hari ini," batin Dewa. Ia menatap heran pada wanita berusia tiga puluh lima tahunan itu.

Kini Dewa dan Salsa sudah dalam perjalanan, wanita bermata sendu itu tidak tahu kemana pria tampan itu akan membawanya. Mungkinkah ke rumahnya orang tuanya, lalu apa yang akan dikatakan nanti jika menanyakan siapa dirinya. Apakah Dewa akan jujur, tapi sepertinya itu tidak mungkin. Salsa pusing sendiri memikirkan hal itu. Sesekali Salsa melirik pria yang sedari tadi fokus menyetir.

"Om, terima kasih ya atas .... "

"Kamu bilang apa tadi? Coba ulangi  lagi," potong Dewa dengan cepat.

"Om." Salsa menggigit bibir bawahnya saat melihat ekspresi wajah Dewa berubah.

"Kamu pikir aku om-om apa, kamu tidak bisa lihat wajah tampanku ini, yang sudah melewati batas," ujar Dewa dengan rasa percaya dirinya yang begitu tinggi.

Salsa tersenyum saat mendengar Dewa memuji dirinya sendiri. "Kan umur kita beda jauh. Umur, Om udah tiga puluh tahun, lalu umurku baru sembilan belas tahun."

Dewa menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan sedikit kasar. "Terserah kamu lah, ngomong sama bocah emang harus sabar."

Dewa kembali fokus untuk menyetir, sementara Salsa tersenyum lagi saat mendengar ucapan Dewa. Selepas itu, Salsa memilih untuk melihat pemandangan di luar jendela. Bangunan gedung bertingkat menghiasi jalanan ibu kota. Kendaraan berlalu-lalang, menambah keramaian tersendiri. 

***

Pukul sembilan malam mereka baru sampai di apartemen mewah di mana Dewa tinggal. Sebenarnya ia masih tinggal dengan kedua orang tuanya. Hanya saja, untuk sekarang ia tidak mungkin pulang ke rumah dengan membawa seorang istri. Karena mereka tidak tahu jika dirinya telah menikah. Dewa baru saja memarkirkan mobil mewahnya, setelah itu ia akan mengajak Salsa untuk segera turun.

"Salsa, ayo turun kita sudah sampai," ajaknya. Dewa segera melepas sabuk pengamannya.

"Salsa .... " ucapannya terhenti, saat melihat jika istrinya yang baru saja ia nikahi sudah tertidur pulas.

Dewa tersenyum. "Dasar kebo, baru aja jam sembilan udah tidur."

Setelah itu Dewa memutuskan untuk mengangkat tubuh mungil istrinya itu. Sebelum Dewa masuk ke dalam apartemen, ia telah memanggil salah satu bodyguardnya untuk membawakan barang milik Salsa. Setelah itu ia akan menggendong istrinya itu yang sudah tertidur. Dewa tidak tega jika harus membangunkannya, perjalanan yang cukup jauh yang membuat Salsa sampai tertidur.

Kini Dewa sudah tiba di kamar apartemennya, ia segera membaringkan tubuh mungil istrinya itu di atas ranjang. Tak lupa Dewa menyelimutinya agar tidak terasa dingin. Setelah itu, ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Ia ingin merendam tubuhnya agar kembali fresh, agar besok bisa berpikir untuk kedepannya nanti. Karena Dewa harus menyembunyikan dulu statusnya yang kini telah beristri.

"Maafkan aku, karena kita harus menyembunyikan status kita dulu. Aku harus menunggu waktu yang tepat untuk berkata jujur pada kakek dan mamaku," ucap Dewa. Setelah itu ia akan menyusul istrinya itu ke alam mimpi.

Waktu terasa begitu cepat berlalu, dan pagi ini Salsa bangun lebih cepat dari Dewa. Wanita berambut panjang itu merasa ada yang berat, dan juga terasa hangat dan dalam tubuhnya. Perlahan ia merasakan sebuah tangan kekar bergerak memeluknya dengan begitu erat. Seketika Salsa menjerit saat tahu jika Dewa yang telah memeluk tubuhnya. Alhasil Dewa pun terbangun mendengar jeritan sang istri.

"Dasar, Om mesum. Kenapa meluk-meluk, cari kesempatan aja." Salsa mencubit pinggang Dewa, hal ini membuat pria beralis tebal itu menjerit kesakitan.

"Auh, sakit beg*!" jeritnya. Dewa memegangi pinggangnya bekas cubitan maut dari istrinya itu.

"Siapa suruh meluk-meluk. Jangan-jangan, Om udah ... Om pasti udah memperk*sa .... "

"Kalau udah kenapa? Lagi pula kita udah sah, kamu sekarang sudah menjadi istriku. Dan kamu tahu apa tugas dari seorang istri." Dewa memotong ucapan Salsa.

Salsa terdiam, ia membayangkan jika Dewa melakukan hal itu padanya. Ia bergidik ngeri saat bayangan tubuh kekar Dewa menimpa tubuhnya yang mungil itu, bisa-bisa tubuh Salsa remuk. Membayangkan itu semua membuat Salsa menjerit sekencang mungkin. Hal ini tentu saja membuat Dewa menutup telinganya.

"Astaga, baru sehari tinggal bareng udah bikin telingaku sakit. Apa lagi kalau setahun, dasar bocah." Dewa membungkam mulut Salsa dengan kecupan singkat di bibir ranumnya itu. Seketika sang empu membulatkan matanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status