Share

Bisa Gila

Yolanda menggaruk frustrasi kepalanya hingga rambut panjangnya jadi berantakan. Ia memicing tajam pada Arka yang masih saja memegangi tangan kecil Leta dan terus mengekori ke mana dirinya pergi.

“Hey, usir dia! Aku tak mau orang-orang berpikir aku ini berusaha menelantarkan anak.” Yola berbalik dan berteriak marah pada Arka.

“Kau itu sungguh tega sekali. Leta masih kecil dan orangtuanya saja belum menemukannya. Kita harus menjaganya, bukan?” bantah Arka yang sangat iba pada Leta.

Yolanda menggeleng keras. “Tidak harus, kok. Tinggalkan saja dia di sini sampai orangtuanya datang! Atau jika kau tak tega, maka rawat saja dia. Tapi aku tidak mau ikut-ikutan dan mau pulang.”

Tak menunggu Arka menyahuti, Yola langsung berlari secepatnya untuk pergi. Ia tak mau diekori oleh dua orang itu yang menurutnya akan sangat merepotkan.

Arka yang ditinggal juga tak pikir panjang untuk menggendong Leta dan mengejar Yola. Ia berteriak memanggil nama Yolanda agar membuat temannya itu malu dan berhenti melarikan diri dengan sendirinya.

Cara yang dilakukan Arka berhasil. Dan Yola mau tak mau duduk dengan kekesalan yang menumpuk karena tak bisa kabur. Ia terlalu malu ditatapi banyak orang yang berseliweran.

“Akan kupastikan ayahnya anak ini membayar ganti rugi atas rasa maluku sekarang,” tegas Yolanda dengan kedua tangan terkepal.

Arka menahan senyumannya saja sebab senang bisa melihat Yola yang biasanya acuh menjadi kelimpungan seperti saat ini. Omong-omong, Leta sudah tertidur di pangkuannya Arka. Yah, namanya juga anak kecil jadi wajar tak tahan ngantuk.

Yola mengayunkan kakinya sambil menatapi orang-orang. “Di mana ayahnya atau setidaknya keluarganya, sih? Sungguh, aku jadi berpikir anak ini sengaja ditelantarkan,” gerundelnya tak tahan.

“Tunggu 5 menit lagi! Jika sampai kita tak mendapati tanda-tanda keluarganya Leta mencari, maka kita bisa bawa pulang anak ini.” Arka memberikan masukan yang malah langsung mendapat delikan tajamnya sang sahabat.

“Kau sudah gila, hah? Untuk apa kita bawa pulang anak telantar ini? Jika mau mati—mati saja, namun jangan bawa aku!” sentaknya yang membuat Arka mengelus dada menyabarkan diri.

“Iya-iya aku takkan memberikan masukan yang menurutmu gila itu. Kau itu memang punya masalah hidup apa, sih? Selama kita bersama, kau itu selalu banyak emosinya ketimbang penyabar.” Arka mencetus asal menyuarakan hatinya yang tersakiti ini.

“Aku punya masalah tak punya uang. Jika memang bosan dengan amukanku, maka kau bisa berikan aku banyak uang dan harta melimpah. Aku takkan lagi membentakmu jika itu kau lakukan sekarang,” sahut Yolanda tak kalah pedasnya.

Arka segera menggeleng cepat. Ia takkan bisa memberikan itu pada Yola karena bahkan taraf hidup dirinya sendiri saja masih kacau.

Yolanda yang melirik Arka tengah terdiam langsung mendecih. Ia tahu temannya itu kicep mendengar permintaannya yang terkesan berlebihan. Tapi apa mau dikata, hidup itu memang tentang harta dan tahta. Jika tak punya itu, maka sama saja menderita. Yola lebih suka berpikir logika dan frontal, ketimbang jaim yang sok-sokan menolak atau naif tentang uang.

Tepat 5 menit keduanya menunggu. Yola berdiri dan menepuk pakaian bagian belakangnya untuk menghilangkan debu yang mungkin menempel.

“Tinggalkan saja anak ini di sini! Ayo, kita harus pulang dan bersiap bekerja!” titah Yolanda terdengar tegas tak bisa dibantah.

Arka inginnya membawa pulang Leta, namun yang dikatakan Yola beberapa saat lalu bahwa untuk bertahan hidup saja mereka sudah kesulitan membuatnya jadi tak bisa memilih. Bagaimana ia akan mengurusi Leta dan menghidupinya jika diri sendiri saja juga sedang butuh uang?

Meski berat hati, Arka akhirnya bangkit setelah meletakkan Leta di kursi. Gadis kecil ini masih tertidur dengan nyenyak, sehingga takkan merengek minta diajak jika ia dan Yola pergi meninggalkannya. Arka yang kebetulan memakai jaket kulit melepaskannya untuk ia selimutkan di tubuh mungilnya Leta.

Yola yang melihat itu hanya mengangkat bahu. Ia memang tak punya perasaan, bukan?

“Jika sudah, ayo pergi!” ucap Yola yang berniat berjalan dahulu namun terhenti saat seseorang menubruk bahunya hingga ia sedikit terhuyung.

“Leta–ternyata kau di sini, Nak. Astaga, ayo bangun dan kita pulang! Ayah mencari-cari dirimu sejak tadi, loh.”

Arka menyingkir dengan Yola dan saling berpandangan bingung. Tak lama kemudian keduanya mengangguk bersamaan karena menebak bahwa itu adalah ayahnya Leta.

Leta yang bangun sembari mengucek matanya, merengek minta gendong. Ayahnya dengan segera mengangkatnya dan berjalan mendekati Yola serta Arka.

“Ayah, aku bertemu mama dan paman baik, loh. Lihat! Aku bahkan diberi jaket oleh paman baik ini,” celoteh Leta yang entah bagaimana ia tiba-tiba menjadi bersemangat menceritakan apa saja yang terlintas di pikirannya.

“Terima kasih sudah menjaga Leta. Saya takkan segan membalas kebaikan kalian berdua ....”

Ucapan ayahnya Leta terhenti saat bersitatap dengan Yola maupun Arka. Wajah mereka berdua tidak asing baginya. Beberapa saat kemudian ia langsung tersenyum hangat. Yola adalah wanita yang ditolongnya dari pelanggan bar yang kemarin sedang mabuk.

Arka yang juga ingat wajah Yardan segera mengajak bersalaman.

“Senang bertemu dengan kau lagi,” ujar Arka ramah.

“Yah, aku pun juga bersyukur mengetahui anakku ditemukan oleh kalian. Tak bisa bayangkan jika sampai Leta ditelantarkan orang atau malah buruknya diculik. Namamu siapa jika boleh tahu? Oh iya, namaku Yardan,” sahut Yardan ikut beramah-tamah.

Arka menggaruk rambutnya canggung. Tak bisa bayangkan jika Yardan ini mengetahui apa saja yang terjadi pada Leta. Bagaimana Yolanda memperlakukan Leta dengan cukup buruk dan bahkan barusan berniat menelantarkannya. Pastinya Yardan takkan seramah ini, bukan?

Sedangkan di benaknya Yolanda ia hanya bisa berharap bahwa Leta tak cerewet dengan mengatakan bahwa dirinya marah-marah dan bahkan ingin meninggalkan Leta. Ia tentu tak mau dilaporkan polisi dengan alasan menelantarkan anak, loh.

“Kenalkan, aku Yolanda dan ini Arka. Sudah dulu, ya? Kami harus segera pergi. Jaga anakmu lebih baik lagi agar lain kali tak terjadi kehilangan seperti ini!” sergah Yola sebelum Yardan makin bertanya-tanya soal apa saja perbuatannya.

Yola menarik tangan Arka yang terasa dingin menurutnya. Yah, sebenarnya ia juga sama dinginnya karena hal ini.

“Ayo pulang dan melarikan diri dari mereka!” bisik Yola di telinga Arka.

“Mama mau ke mana? Leta ikut dengan mama dan Om Arka, dong,” pekik Leta yang melihat Yola dan Arka menjauh.

Yola menepuk jidatnya pedih meratapi nasib. Apa kata bocah cilik itu? Mama? Ingin sekali rasanya Yola menenggelamkan tubuhnya ke ceruk terdalam saking malunya. Ia itu masih virgin! Sudah ia katakan berapa kali hal itu. Ia paling tak suka dipanggil mama atau sebutan lainnya yang menjurus ke sana. Ia bahkan tak terpikir untuk menikah dan punya anak, kok.

Sedang sibuk mengomel dalam hati, tak terasa Yardan dengan menggendong Leta sudah berdiri di depannya membuat Yola terkejut bukan main. Untung saja jantungnya masih baik-baik saja.

“Em, maaf atas ucapan anakku. Mungkin juga ia sudah menyulitkanmu sejak tadi, ya? Sekali lagi maaf atas ketidaknyamanan ini. Aku janji akan membayar kalian kapan-kapan.” Yardan berucap maaf dan selepas itu pergi meninggalkan Yola dan Arka yang melongo.

“Begitu saja? Dia sama sekali tak memberikan kita kompensasi dan malah menjanjikan sesuatu yang bahkan belum tentu dilunasinya.” Arka bergumam tak percaya.

Jaket yang sebelumnya Arka berikan pada Leta sudah dikembalikan pada empunya. Jadi akan menyampirkan jaketnya ke bahu dan berjalan berdua dengan Yolanda sembari beberapa kali saling menghujat si Yardan tadi.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status