"Bros di badanmu, bukankah harganya sangat mahal?" lirih Nada menunjuk bros itu dengan perasaan heran.
Setahu Nada, Ethan bukanlah orang yang mampu membeli benda mahal, tetapi melihat benda itu ada pada Ethan membuat Nada menjadi ragu dan penasaran, apakah Ethan benar-benar orang miskin?"Apa kamu membelinya?" tanya Nada lagi untuk memastikan.Ethan ikut melirik bros yang menempel dengan apik di jasnya. "Tidak, aku dipinjami oleh seorang teman. Apa ini cocok denganku?" bisik Ethan memajukan kepala.Nada spontan menjauhkan tubuh dari Ethan saat merasakan keintiman dari perbuatan lelaki itu. Ethan dengar bahwa putri sulung keluarga Vincent adalah seorang wanita yang tidak bermoral, tidak menyangka bahwa Nada akan menjadi pemalu. Lucu juga, Ethan semakin tertarik."Apa kamu malu denganku?" Ethan kembali berbisik hingga membuat Nada salah tingkah."T-tidak," balas Nada gugup kembali menegakkan kepala, lurus."Benarkah?" Ethan dengan sengaja menggoda Nada yang tampak semakin salah tingkah. Ethan suka melihat wajah malu-malu Nada, karena baru kali ini dia melihatnya. "Kalau kamu tidak malu, kenapa menjauh saat aku mendekat?""Itu ... karena kamu terlalu dekat," jawab Nada jujur."Memangnya kenapa? Apa kamu tidak suka denganku?""Bukan begitu, tetapi kamu tahu yang tadi itu ... terlalu intim," jawab Nada dengan sengaja mengecilkan suara di akhir kalimatnya. Dia juga mengedarkan mata ke arah lain seolah memberi kode pada Ethan bila saat ini mereka tidak hanya berdua saja, ada orang lain.Ethan merasa senang berhasil membuat Nada jujur. "Tidak apa-apa. Bukankah kit-""Hai, Ethan."Perbincangan antara Nada dan Ethan terhenti karena kedatangan Danica bersama Xavier."Kenalkan, ini Xavier! Dia salah satu pengusaha termuda di kota ini. Xavier ini kekasihku yang sangat sempurn. Dia kaya raya dan juga tampan."Nada mendecih dalam hati, apa Danica pikir dia bisa membuatnya cemburu dengan membawa Xavier ke sini? Dia bahkan tidak peduli akan keberadaannya.Ethan mengingat Danica dengan baik. Perempuan itu yang menghinanya dan sekarang bersikap baik padanya."Lalu?" tanya Ethan seraya menatap datar.Xavier merasa malu berada di sini, dengan tingkah Danica yang terlalu berlebihan dan juga karena keberadaan Nada yang membuatnya merasa canggung."Danica, jangan berlebihan! Aku tidak sebegitunya," ucap Xavier tidak enak hati."Menurut aku iya, kok. Kamu memang sangat sempurna, jadi jangan menyangkalnya!" jawab Danica, kemudian kembali menatap Ethan sambil tersenyum lebar. "Ethan, aku sengaja memperkenalkan kamu dengan Xavier karena dia adalah orang baik. Aku akan memberi kamu sedikit bantuan. Bagaimana kalau kamu bekerja sebagai satpam di perusahaan Xavier? Kamu tidak usah ragu masalah gaji, itu cukup kok untuk biaya makan kamu sehari-hari bersama Nada."Danica memandang remeh Nada sembari tangannya bergelayut pada lengan Xavier."Aku tahu hidup kamu melarat, untuk makan sehari-hari pun kamu kesusahan. Makanya, aku dengan baik hati menawarkan pekerjaan untukmu. Lagi pula, Nada itu saudariku, mana mungkin aku membiarkan dia hidup susah denganmu?" lanjutnya.Nada merasa ucapan Danica keterlaluan. Dia melirik Ethan, takut lelaki itu akan marah, tapi Ethan sepertinya tidak peduli sama sekali."Tidak perlu. Saya lebih suka menjadi pemalas seperti sekarang. Saya tidak membutuhkan pekerjaan yang kamu tawarkan," balas Ethan sarkas.Nada tersenyum tipis, senang mendengar jawaban Ethan yang mampu membungkam mulut busuk Danica. Xavier yang sejak tadi tidak mau ikut campur jadi ikut malu."Ayo kita pergi, Danica!" ajak Xavier.Namun, Danica sepertinya tidak terima atas penolakan itu. "Tidak tahu malu kamu, ya? Sudah untung aku mau membantu kamu, tetapi kamu menolaknya dengan mentah-mentah!"Semua pasang mata penuh rasa penasaran kini tertuju pada mereka. Bisik-bisik mulai terdengar, entah apa yang mereka bicarakan tentang keadaan yang tengah mereka lihat."Kamu itu lelaki miskin, Ethan! Jangan sok jual mahal kamu!" Danica merasa emosinya sudah di puncak. Danica tidak sudi dia ditolak seperti itu oleh lelaki yang derajatnya jauh di bawah."Saya memang tidak membutuhkan pekerjaan itu. Apa saya salah kalau saya menolak?" tanya Ethan bersikap tenang."Dasar kamu tidak tahu diri!" teriak Danica yang tidak sadar dirinya dijadikan bahan gunjingan karena sikap buruknya."Lalu apa urusannya dengan kamu kalau saya tidak tahu diri?"Pertanyaan Ethan semakin membuat emosi Danica meledak-ledak. Caci-maki terus keluar dari mulut Danica yang dia tujukan kepada Ethan. Namun seperti biasa, Ethan hanya menatap tanpa minat."Dan, lebih baik kita pergi dari sini," ucap Xavier seraya melirik sekelilingnya."Aku tidak akan pergi sebelum memberi pelajaran kepada laki-laki miskin ini!" balas Danica kasar."Dan, sudahlah! Ayo kita pergi, semua orang memperhatikan kita!" tegur Xavier semakin tidak nyaman dengan tatapan orang pada mereka."Tidak, aku akan mempermalukan Ethan sekarang! Aku akan membuat semua orang tahu siapa laki-laki sombong ini!" Danica dengan kuat menolak.Plak!Xavier menampar kencang pipi Danica. "Kamu gila? Sikap kamu ini bisa merusak reputasi aku yang merupakan kekasih kamu!"Danica seolah disadarkan oleh ucapan Xavier. Dia mengalihkan pandangan ke arah lain dan benar saja, semua orang tengah menatapnya dengan berbagai macam pandangan buruk."Sial, ayo kita pergi, Xavier!" ucap Danica lalu bergegas ke luar dari sana bersama Xavier yang mengikuti.***Tidak terasa acara pernikahan mereka telah selesai, kini Ethan dan Nada sedang menuju tempat tinggal milik Ethan. Nada tidak memprotes saat Ethan membawanya ke jalanan yang sempit dan kumuh karena dia tahu Ethan memang orang yang kurang mampu.Perjalanan yang mereka tempuh memakan waktu kurang lebih satu jam dan akhirnya mereka sampai. Nada menatap sekelilingnya dengan seksama."Ayo!" ajak Ethan mengajak Nada masuk ke dalam rumahnya."Iya," balas Nada mengikuti Ethan dari belakang.Rumah tersebut begitu sederhana, tapi sangat rapi dan bersih tidak seperti apa yang ada dalam bayangannya. Nada tidak melakukan protes apapun, bahkan setelah dia melihat tempat yang akan ditinggalinya jauh berbeda dari rumahnya yang dulu.Nada mengikuti sampai di depan pintu yang dia yakini adalah kamar. Ethan membuka pintu dan Nada lagi-lagi hanya akan terdiam saat melihat kamar itu sangat sempit, kasurnya bahkan hanya kasur lipat yang diletakkan di lantai."Maaf, kamarnya memang jelek. Kalau kamu tidak suka, aku akan usahakan untuk menyewa tempat yang lebih bagus," ucap Ethan saat melihat reaksi Nada tadi."Tidak apa-apa," jawab Nada cepat. "Kamu tidak perlu melakukan itu, kamar ini sepertinya nyaman."Ethan mengangguk. "Masuklah! Kalau kamu lelah, bisa langsung istirahat," pinta Ethan.Nada mengangguk dan melangkahkan kaki ke dalam kamar itu. Kamarnya rapi, tidak seperti kamar laki-laki kebanyakan. Dia lalu duduk di kasur, sedikit mengurangi penat karena acara tadi."Kamu tidak mandi lebih dulu?"Nada yang baru saja memejamkan mata kembali membukanya, tatapannya langsung tertuju kepada Ethan yang sudah tidak mengenakan baju.Bagian atasnya yang tidak mengenakan pakaian kini terlihat jelas, mempertegas garis otot di dada dan perutnya. Petakan sawah yang indah terpampang di depan mata Nada. Orang mengatakan bentuk semacam ini adalah roti sobek, tapi bagi Nada, ini adalah petakan sawah yang indah dan sejuk di bawah lereng bukit.Siapa yang bisa menolak pemandangan indah itu? Tidak juga dengan Nada. Dia terpaku dengan manik yang melotot melihat bentuk tubuh nyaris sempurna milik Ethan"Nada, hello!" Ethan menggerakkan tangan di depan wajah Nada.Nada tersadar, langsung menundukkan kepala. Dia terlalu malu untuk melihat tubuh telanjang Ethan. Dalam hati merutuk, bagaimana bisa Ethan sangat seksi dan hampir meruntuhkan imannya?"Kamu kenapa?" tanya Ethan melihat reaksi Nada.Namun, bibir Nada kelu untuk menyahut. Detak jantungnya berdebar kencang. Saat ini dia hanya berdua dengan Ethan, ditambah keadaan laki-laki itu yang bertelanjang dada. Siapa yang bisa tenang dan pikirannya tertahan tidak liar, bila di hadapannya ada seorang pria tampan dengan dada bidang terlihat enak untuk dijadikan sandaran hangat?"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu