Share

BAB 5 Fake Engagement

Author: Alia Zach
last update Last Updated: 2024-01-10 12:20:50

Deg!

Amanda terdiam. Dia merasa malu dan direndahkan.

Apalagi, beberapa orang di sana mulai mengabadikannya lewat handphone pribadi masing-masing.

Tanpa basa-basi, Amanda segera berlari keluar ruangan.

Sudah cukup baginya Ronald membuatnya tak punya muka!

"Amanda, kamu mau ke mana?" Ronald mengejarnya yang berlarian ke area depan.

"Pak Ronald, saya sudah tidak kuat lagi. Sudah saatnya kita hentikan sandiwara ini." Amanda menahan tangis.

Harga dirinya sudah diinjak-injak.

Membayangkan apa yang akan terjadi pada hidupnya bila menikahi Ronald, sungguh menakutkan.

"Amanda, kita belum memulai. Jadi, kamu jangan mengada-ada!" Ronald mencengkram lengan asistennya itu sekuat mungkin. “Kenapa kamu menyerah secepat ini?”

"Asal Pak Ronald tahu, di keluarga saya, saya sudah tidak punya muka!" ucap Amanda cepat, "Saya sudah bilang kalau perjodohan saya batal. Ibu saya marah dan memboikot tidak mau bicara selama berhari-hari."

Amanda terduduk dan menutup mukanya dengan kedua tangan. Seandainya saja kejadian insiden lift itu tidak pernah terjadi, tentu hidupnya tidak akan menjadi serumit ini.

"Dengarkan aku, Amanda. Diamlah!" Ronald memintanya untuk tenang dan mendengarkan apa yang akan dia katakan.

"Apapun alasan kamu, ingat... kamu sudah menandatangani kontrak denganku. Jadi kamu tidak bisa seenaknya sendiri untuk mengakhiri kontrak. kecuali..." Ronald membisikinya seperti seorang yang sedang menghipnotis, "kamu bisa membayar penaltinya.”

“Dan jika aku sebagai dirimu, maka lebih baik mengikuti permainan daripada membayar penalti setengah juta dolar."

Amanda tertegun.

Melihat itu, Ronald membawanya dengan cepat menuju mobil yang sudah disiapkan sopir. "Kita pulang."

"Baik, Pak Ronald."

Sopir itu segera membukakan pintu untuk bosnya. Lalu menutupnya kembali.

"Mbak Amanda, jangan diam saja. Mari segera masuk mobil. Pak Ronald sudah mau pulang..." ajaknya.

Dengan langkah gontai dengan mata sembab, Amanda kembali ke mobil.

Kali ini dia tak mau duduk di bangku belakang yang berjajar dengan Ronald.

"Saya duduk di depan saja."

Dia mengajak asisten Ronald untuk tukar posisi. Dengan suasana hatinya sekarang, dia tak yakin bisa duduk dalam keadaan damai jika bersanding dengan bosnya.

"Boleh, Mbak."

Awalnya asisten itu merasa tak nyaman duduk berdekatan dengan bosnya, tapi dia tak punya pilihan.

Entah mengapa, perjalanan yang seharusnya diringi dengan perbincangan, kini hanya diam seribu bahasa.

Karena kelelahan, Amanda bahkan tak sadar dirinya tertidur selama di jalan.

***

"Pak? Pak Ronald... kita di mana ini?"

Dia baru menyadari saat mobil terhenti.

Mereka berada di sebuah basement parkiran yang bukan di kantor.

"Pak Ronald... kita di mana?" serunya. Dia sudah lelah dengan permainan bosnya sejak tadi.

"Amanda, kenapa kamu tidak seperti wanita pada umumnya. Sebagai wanita, seharusnya kamu itu cukup menjadi seorang penurut dan tak banyak komentar." Ronald keluar dari mobil dan menutup pintunya cukup keras.

Hampir saja Amanda berjingkat dari duduknya di saat bertepatan getaran pintu ditutup itu merambat ke tempat duduknya.

"Yang sabar, Mbak. Pak Ronald akhir-akhir ini agak banyak masalah. Tapi pada dasarnya, baik banget dan perhatian orangnya."

Sopir yang tadinya diam kini membuka suara.

Hal ini membuat Amanda menghela napas. "Tapi, saya sama sekali tidak kenal dengan Pak Ronald, Pak," ucapnya, "Hanya karena saat insiden lift itulah semua ini akhirnya terjadi. Apa dosa saya sehingga harus mengikuti permainan bos yang jahat dan tak punya hati itu?"

"Mbak Amanda, Pak Ronald itu sejak kecil sudah jauh dari orang tuanya. Dia tak pernah diasuh oleh ibu kandungnya. Jadi ya... wajar kalau kadang dia suka kurang matang secara emosional," terang sang sopir.

Mata Amanda membulat sempurna.

Hal ini merupakan fakta yang baru diketahui olehnya. Siapa yang menyangka kalau sosok sempurna seperti Ronald nyatanya tak diasuh oleh ibunya sendiri?

"Jadi..." Amanda terkejut.

"Iya, dia dirawat oleh Papa dan keluarga Papanya. Mamanya tak pernah muncul, Mbak."

Karena telah lama ikut dengan keluarga Anderson, dia jadi tahu banyak tentang rahasia dan seluk beluk keluarga kaya itu.

"Kasihan..." gumam Amanda lirih. Ucapan sopir itu setidaknya telah merubah pendapatnya tentang Ronald, meski sedikit.

Tring!!!

Ponsel Amanda berbunyi.

Rupanya Ronald sudah menghubunginya lagi.

"Cepat naik ke atas. Aku sudah menunggumu lama. Kenapa tidak juga ke sini sejak tadi? Kamu pikir aku pengangguran yang banyak waktu luang, hah?"

Mendengar ucapan pedas sang atasan, Amanda bergegas keluar.

Berbekal informasi dari sopir pribadinya, dia pun menuju unit di lantai dua puluh satu.

"Pak Ronald, permisi..."

Dengan ragu-ragu, Amanda masuk setelah pembantunya membukakan pintu.

"Masuklah dan duduklah," titah Ronald yang rupanya sudah berganti baju dengan pakaian lebih casual.

Kakinya bahkan sudah dinaikkan di atas meja.

Meski dia menunjukkan dominasi, entah mengapa Amanda justru memandangnya dengan tatapan penuh iba.

Teringat kalimat sopirnya kalau dia hidup tanpa ibu kandung, bagaimana kira-kira rasanya?

"Duduk!" Ronald mengulangi lagi kalimatnya."Ah, iya Pak. Maaf..." Akhirnya Amanda tersadar dari lamunannya.

"Pakai ini." Ronald melemparkan sebuah kotak berwarna merah.

Tanpa dibuka pun, semua orang juga tahu kira-kira apa isinya. Cincin!

"Apa maksud Pak Ronald?" tanya Amanda sembari membiarkan saja kotak itu tergeletak di atas meja.

"Buka kotaknya dan pakailah."

Karena Amanda masih saja diam, Ronald menurunkan kedua kakinya lalu melangkah mendekati gadis itu.

Diambilnya kotak tadi dan dibuka dengan kasar.

Tiba-tiba saja, di jari manis Amanda sudah tersemat sebuah cincin berlian mewah. 

"Officialy, kamu sudah menjadi tunanganku sekarang!" tegas Ronald.

Meski diam-diam mengagumi keindahan cincin itu, akal pikiran Amanda masih waras.

Apalagi, tak ada ekspresi romantis atau manis lain dari Ronald.

Ini semua sebatas kontrak dan memenuhi 'kebutuhan' Ronald saja akan hadirnya sosok yang disebut pasangan.

Semua hanya untuk kedok dipamerkan ke publik.

"Pak... sudah saya katakan kalau saya sudah punya calon. Ibu saya sudah mencarikan jodoh untuk saya..."

Melihat Amanda hendak memprotes, Ronald segera mendiamkan mulut gadis itu dengan ciuman dadakan.

"Katakan pada ibumu kalau kamu sudah memiliki calon sendiri,” ucapnya dingin setelah tautan itu terlepas, “ingat, tunjukkan cincin itu sebagai bukti!"

 "Hah?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 143 Luruh

    "Bukan miliknya? Apa maksud kamu?" Tubuh Amanda sedikit menegang setelah mendapati fakta yang disampaikan oleh Ronald. Apa betul? Tapi, bukankah tes DNA sudah menunjukkan hasil dengan absolut kalau Simon adalah anak dari janin yang kemarin masih ada di rahimnya! Ronald merasa keceplosan saja sekarang. Tak seharusnya dia bicara fakta menyakitkan ini. "OHH... Amanda, maafkan aku. Maksud aku bukan begitu!" Ronald harus cepat-cepat meralat. "Tapi, tadi Pak Ronald kan bilang kalau anak ini bukan miliknya, apa maksud Bapak ini..." Wanita berambut hitam legam itu masih menyangsikan jawaban klarifikasi Ronald. Entah dengan cara apa dia harus meralat kalimatnya itu, yang jelas untuk saat ini dia tak bisa lebih banyak berkata lagi. Bisa jadi karena emosi sesaat, dia terpeleset dan memberikan info yang belum saatnya. "Apa aku mengatakan itu?" Ronald pura-pura lupa dengan apa yang barusan dia katakan. "Mungkin kamu salah dengar." Amanda gelisah dan masih belum percaya dengan klarifi

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 142 Bukan Miliknya

    "Amanda?" Ronald menyapanya.Dia yang semula terpejam, perlahan mulai membuka mata."Aku dengar dia laki-laki." Sahutnya lemah. Matanya menerawang ke langit-langit ruangan. Berusaha menyimpan lukanya."Kamu...istirahatlah dulu." Ronald mengelus tangannya."Apa dia sempat menangis saat lahir?" Pertanyaannya mulai ke mana-mana. Ronald menggeleng."Jadi, saat di rahimku, dia sudah tidak bernyawa lagi? Pantas saja dia tidak menendang-nendangku lagi..." Dia meraba perutnya. "Biasanya dia akan menendangku lebih keras saat kamu ada di dekatku. Aneh bukan?"Matanya yang sembab setelah menangis, kini harus dibasahi lagi dengan air mata."Jangan berpikir yang berat-berat dulu. Kamu harus istirahat biar cepat pulih..." Ronald tak kalah terpukul dan sedihnya dari wanita yang kini terbaring lemah itu."Apa Simon di sini juga?" Tanya Amanda ketakutan dan cemas."Tidak. Apa aku perlu memberitahu dia?" Meski dadanya terasa panas, Ronald harus mengontrol diri dan mengalah untuk saat ini.Dia tahu kal

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 141 Fatal

    "Amanda?" Wanita itu mulai terlihat gusar. "Kita harus ke klinik terdekat, kalau ke rumah sakit akan terlalu jauh!" Sambung Ronald sambil membopong Amanda keluar rumah dan menuju mobil di depan.Meski kesulitan, akhirnya mereka berdua berhasil ke mobil dan mulai berkendara."Aduh..." Amanda memegangi perutnya yang sudah tak bisa lagi ditahan. Seolah ada sesuatu yang mau keluar.Dia semakin terlihat gelisah dan matanya sesekali menyipit karena menahan rasa sakit.Ronald dengan gugup sesekali melihat ke arah maps yang menunjukkan ke arah tempat bidan bersalin sedekat mungkin dari lokasi mereka sekarang."Aku sudah menemukan tempat praktek bidan, Amanda. Bertahanlah!" Pikiran Ronald saat ini adalah mengira bahwa Amanda akan melahirkan. Itu saja.Bisa saja kan sekarang ini wanita itu mengalami kontraksi. Tapi seingatnya tadi, kandungannya baru tujuh bulan saja umurnya."Sakiit..." Dia semakin menunjukkan rasa tak karuan yang dihadapinya. "Bertahanlah, Sayang..." Tangan kiri Ronald sese

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 140 Takdir Lain

    Mungkinkah jika sebenarnya Tuhan sudah menunjukkan jawaban?Mungkinkah jika sebenarnya Tuhan sudah memberikan tanda-tanda dan keajaiban itu? Hanya saja kita sebagai manusia terlalu banyak membangkang dan sok mengatur Tuhan?Ronald terkejut mendengar pengakuan dari mulut Amanda sendiri.Amanda, seandainya kamu tahu, bahwa anak itu bukanlah anak Simon dan bisa jadi adalah anakku.Belaian lembut Ronald rupanya berhasil menidurkan Amanda di sofa mungil itu."Aaaarhhh..." Dia merintih dan akhirnya dibopong oleh Ronald untuk dibawa ke dalam kamar tidur.Perlahan dia membaringkannya.Tidak cukup hanya sampai di situ, Ronald juga melepaskan rok panjang yang membuat Amanda tak leluasa bergerak."Mmmm..." entah apa yang sekarang sedang dimimpikan oleh Amanda, Ronald hanya mengelus kening dan pipinya.Muncullah rasa itu yang mendadak membuatnya seakan terbangun dari masa 'tidur'."Oh, God!" Ronald menyadari ini benar-benar bukan saat yang tepat untuk ini.Amanda dalam keadaan mengantuk dan sudah

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 139 Bitter-truth

    "Mari masuk, Pak!" Dengan susah payah akhirnya Amanda menemukan kunci gerbang dan rumahnya yang terletak di tasnya.Setelah menyalakan lampu yang sejak senja tak ada yang mengurusi, ruangan mungil itu menjadi hangat dan terang benderang."Kamu tidak menawari aku makan sesuatu?" Ronald mengaku merasa sangat lapar.Pantaskah Amanda menawarinya semangkuk mi instant atau ramen? Lantas, bagaimana jika Ronald tidak selera dengan makanan instant semacam ini?"Saya bisa memesankan makanan, Pak." Nadanya sudah disetting seformal mungkin.Amanda sudah yakin kalau dia lebih terdengar seperti sekretaris sungguhan daripada sebagai seorang mantan istri."Oh, begitu? Kenapa kamu tidak memberiku mi atau apapun tadi yang kamu beli dari minimarket itu?""Hmmm, Pak Ronald, rumah ini bukan warteg atau cafe. Jika ingin makan sesuatu, bisa ke restoran di jalan besar sana atau di mana gitu... Fine dining di hotel keluarga Bapak barangkali..." Amanda mengelus dada."Aku ke sini tadi niatnya bukan untuk makan

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 138 Terkejut

    "PAPA?"Gema suara Ronald benar-benar menyita perhatian semua orang.Bahkan beberapa nakes juga ikut berhenti dan melihat betapa pandangan mata Ronald layaknya seekor singa yang siap menerkam binatang buruan!Langkahnya makin dipercepat. Papanya tak lagi punya kesempatan untuk melarikan diri atau sekedar bersembunyi."RONALD?" Papanya benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan itu.Nampak sekali kalau dia ingin ditelan bumi saat itu juga. Pegangan tangan yang awalnya erat itu mendadak ia lepaskan."Monica, kamu ke sana dulu." Dia berbisik pada teman wanitanya agar tak ikut dalam forum keluarga.Meski kesal, wanita berambut panjang dan memakai hot pants itu akhrinya menurut."Siapa dia, Pa?" Ronald pura-pura bertanya, padahal dia tau semua seluk beluk perempuan simpanan sang Papa,"Oh, dia anak buah Papa," Jawab sang Papa sambil membenarkan letak jam tangannya.Baru kali ini dia seperti tertangkap basah dan malu setengah mati."Anak buah? Kerja di bagian apa dia?" Ronald ber

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 137 Tak Sengaja

    "Mila, ini susu hangatnya sudah aku buatkan!" Amanda membawa segelas susu hangat yang dia sengaja bawa ke lantai dua.Rupanya, ia terkejut saat kembali ke atas, Ronald sudah pulang ke rumah. Dia tertunduk malu. Tak tahu harus melakukan apa sekarang.Kakinya terhenti. Sementara Ronald mengamati lekuk tubuhnya yang semakin ekstreme. Perutnya terlihat semakin meruncing seolah siap kapanpun untuk melahirkan bayinya."Amanda!" Panggil Ronald lirih.Ia malu selama ini sudah berbuat tidak baik pada wanita itu. Bahkan terang-terangan menuduhnya melakukan selingkuh dan merendahkannya lebih rendah dari wanita pela*ur."Maaf aku harus mengantarkan susu ini ke kamar Mila. Setelah ini, aku akan pergi." Dia buru-buru ke kamar Mila lalu meletakkannya di meja.Rupanya anak itu sudah tertidur karena sepertinya kelelahan setelah menangis dan tantrum dalam waktu yang cukup lama."Amanda?" Saat dia sudah keluar dari kamar Mila dan membawa tasnya, Ronald mencegah wanita itu pergi."Maaf aku harus pulang

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 136 Tantangan Baru

    Ronald merenung di meja kantornya.Seusai meeting, dia tak banyak bicara dengan siapapun. Kalimat sopir pribadinya itu terdengar menggoda dan menantang.Tes DNA?Kenapa ini tak pernah terpikir olehnya setelah tahu kalau Simon bukan ayah dari anak itu?Ah, ini bisa saja hanya hawa nafsunya sendiri yang berbicara. Bagaimana jika ternyata Amanda tak sebaik yang ia duga? Bisa saja kan, selama ini dia berhubungan lebih dari dua laki-laki."Boss?" Anak buahnya yang biasa melakukan investigasi tiba-tiba menelpon. Padahal ini baru jam sepuluh pagi."Iya, bagaimana?" Ronald menekan alisnya dengan telunjuk dan ibu jari.Kepalanya terasa berat memikirkan semuanya seorang diri."Papa Boss sudah terdeteksi menginap lagi di apartemen itu. Apa Boss sudah mencoba menghubungi Monica?"Giliran Ronald sekarang yang ditanya oleh anak buahnya. Celakanya, dia lupa menghubungi Monica karena sudah terlalu larut dalam investigasinya tentang tes DNA itu."Belum. Aku belum sempat." Jawab Ronald asal."Tidak mas

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 135 Sadar Diri

    "Kurang ajar!"Ronald memukulkan kepalan tangannya di atas meja kafe di mana mereka bertiga berbincang."Boss, tenangkan diri dulu. Jangan mencuri perhatian orang!" Anak buahnya mengingatkan."Aku tidak bisa terima saja, Kenapa Mamaku setega itu pada Amanda? Apa hukumannya dikeluarkan dari rumah dan bercerai dariku itu kurang?" Ronald kini mulai sadar, kalau selama ini bisa jadi memang Mamanya lah yang menjadi penjahat bukannya malah Amanda."Kita tidak bisa menyimpulkan secepat ini, Boss. Pasti Mama Anda melakukan ini ada alasan kuat dan tidak serta merta melakukan hanya untuk kesenangan semata!" Anak buahnya yang biasanya beringas, rupanya masih memiliki hati nurani untuk memberikan nasehat pada bosnya."Minum dulu, Boss..." Yang satunya mengingatkan Ronald untuk meminum minuman yang dipesannya tadi.Dengan gegabah, ia menghabiskan satu cangkir kopi itu dalam sekali minum.Lalu mengembalikan cangkir itu di atas tempatnya dengan sembarangan. Rasanya sudah tak ada gunanya lagi dia ber

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status