Share

BAB 4 Keluarga Anderson

Jadi di sinilah Amanda--hanya bisa terdiam di mobil mewah yang mulai menjauh dari pusat kota.

Hal ini jelas berbeda dengan Ronald terlihat menikmati perjalanannya dengan mendengarkan musik favoritnya.

"Pak, kenapa kita harus ke tempat keluarga Pak Ronald? Kan kita cuma pura-pura," ucap Amanda setelah berhasil menenangkan diri.

"Siapa bilang? Kita memang berhubungannya pura-pura, tapi tunangannya benar-benar akan dilangsungkan. Tenang, kamu akan mendapakan kompensasi yang cukup untukmu hidup sampai punya anak cucu nanti."

Mendengar itu, sontak batin Amanda bergejolak.

Fotonya dengan Ronald di lift kemarin sudah membuat ibunya murka, bagaimana jika nanti ibunya menonton konferensi pers dan tahu dia bertunangan tanpa izin?

Bisa-bisa dia dicoret dari kartu keluarga!

"Pak, tapi saya belum memberitahu keluarga saya soal ini." Amanda menyampaikan secara terus terang. "Lagipula, saya sudah dijodohkan dengan seseorang."

Dirinya hanya asal bicara.

Hanya saja, Ronald tampak terkejut. "Oh, ya?"

"Iya, sebentar lagi kami akan menikah," ucap Amanda sedikit takut karena dia terpaksa harus berbohong. Tapi, itu lebih baik dibanding menikah dengan bos arogannya itu.

"Hmm..."

Ronald tampak berpikir. Baginya, rencananya sudah tak bisa diundur lagi.

"Amanda, sepertinya aku tak bisa menuruti permintaanmu. Kita harus menikah secepatnya setelah bertunangan. Itu adalah adat keluarga besarku," putusnya sembari menatap Amanda dengan serius.

"Tapi, Pak..."

“Amanda, aku berjanji kita akan menikah hanya dalam kurun waktu satu tahun. Setelah itu, kamu bebas kelakukan apapun yang kamu mau!"

"Ba-baiklah, Bos..." Seperti terkena mantra sihir, Amanda pun setuju.

Melihat itu, Ronald tampak lega.

Akhirnya perempuan keras kepala ini menurut juga. Langkah selanjutnya akan semakin mudah.

"Bagus! Kamu memang bisa aku andalkan, aku tahu kamu memang pantas disebut sebagai karyawan teladan!" serunya.

Tanpa sadar, keduanya pun telah tiba di rumah Eyang Ronald.

***

"Selamat datang!"

Seorang pria tua membentangkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan Ronald dan Amanda. "Akhirnya aku bertemu kamu juga tahun ini! Ronald, kamu–"

"Terima kasih, Paman," potong Ronald, tak nyaman. "Oh, iya. Mana yang lain?"

"Semua sudah menunggumu di meja makan..." Sang Paman menuntun mereka masuk ke dalam. "Ngomong-ngomong, kamu belum memperkenalkan wanita cantik ini padaku. Siapa dia?"

Amanda tersipu malu saat dikatakan sebagai wanita cantik.

Dia tak terbiasa dengan pujian. Selama ini dia dihargai karena prestasi yang dia peroleh, bukan karena kelebihan fisik.

"Oh, dia adalah Amanda." jawab Ronald sambil memberhentikan langkah. "Ehm, dia asistenku!"

Pamannya terkejut bukan main. "What? Lalu, bagaimana dengan Sheila, Ivon, Maria dan yang lainnya?"

Ronald menyikutnya, cepat. "Mereka tidak bisa bekerja sesuai dengan schedule yang aku mau."

Hal ini jelas membuat Amanda penuh tanda tanya.

Terlebih, dia menyadari Ronald memasang wajah yang pura-pura innocent.

Jangan-jangan, Ronald ini typical playboy!

"Amanda, senang bertemu dengan kamu!" Paman pria itu tiba-tiba mengulurkan tangan dan menjabat tangan halus gadis cantik itu.

"Sama-sama, Tuan ..." Karena takut salah, dia memanggil 'tuan' tanpa izin terlebih dulu.

"Haha, panggil saja aku Jack," ralat pria tua itu cepat.

"Tapi, saya tidak bisa."

Jujur, Amanda merasa kurang sopan kalau memanggil seseorang tanpa ada sapaan atau gelar terlebih dahulu.

Itu tidak masuk ke tatanan tata krama yang telah diajarkan keluarganya.

Namun, paman dari Ronald itu justru tertawa.

"Oke, oke! Panggil aku 'om' kalau gitu ..." Lelaki itu tertawa melihat teman perempuan ponakannya yang masih lugu dan polos.

"Masuk sini... ayo, semua sudah menunggu!"

Amanda sontak mengikuti kedua lelaki itu dan berjalan menuju ke ruang pertemuan besar yang ternyata sudah dipenuhi dengan makanan serta keluarga yang lain.

"Ronald? Is that you?" Seorang wanita paruh baya memeluk Ronald saat menyadarinya. "Oh my goodness, is it your fiance?"

Ronald hanya nyengir dan mengangguk. Dia sedikit kaku saat harus memperkenalkan “kekasihnya” dalam acara formal begini.

"So, you are really fulfilling your promises!" serunya lagi bahagia setelah mendapati Ronald benar-benar datang ke acara keluarganya.

"Pak, apa maksud wanita itu?"

"Ssst... kamu jangan banyak tanya dulu. Yang jelas, sekarang tugas kamu hanya senyum dan perkenalkan diri sebagai asistenku," ucap Ronald tanpa menoleh ke arah Amanda.

"Ba-baik, Pak." Amanda masih sedikit canggung saat harus berhadapan dengan keluarga papan atas yang jauh dari status sosialnya.

Selama ini, dia hanya melihat keberadaan keluarga sekaya ini dalam drama atau film-film Hollywood, keluarga Kardashian!

"Hey... it's good to see you!" Kini seorang gadis muda dengan pakaian serba mini menyapa Ronald dan mencium pipi kirinya. "Long time no see, Ronald!"

Tak cukup demikian, sebuah pelukan hangat juga ditambahkan setelah cium pipi tadi.

Amanda sendiri merasa risih.

Apalagi, seorang lelaki juga muncul dari belakangnya, ikut-ikutan melakukan hal yang sama pada Amanda.

Namun cepat-cepat dia menolak dan menyalaminya saja.

"Sorry..." Amanda meminta maaf karena membuat lelaki itu kecewa.

"No, it's okay. It's okay!" Dia paham dan berlalu.

Amanda terdiam.

Lebih baik, dia menjauh saja daripada terjadi hal yang semakin tidak nyaman di sini.

Sengaja, dia ke tempat disajikannya makanan yang sudah menggodanya sejak dia datang.

Hanya saja, saat dia memilih mana makanan yang akan disantap, seorang wanita paruh baya mendekatinya.

"Coba makan ini!" ucapnya. "Ini adalah kue khas yang selalu ada di acara keluarga Anderson."

Diletakkannya semacam kue khas Eropa ke atas piring kecil milik Amanda.

"Oh, terima kasih," kata Amanda seraya mengambil dua kue kecil lain.

"Kamu orang baru ya?" tanyanya lagi.

Wanita itu tampak elegan khas majalah-majalah fashion itu kini berada tepat di hadapan Amanda.

Hanya saja, Amanda sadar bahwa dirinya diamati dari ujung kepala hingga ujung kaki sejak tadi yang hanya memakai setelan kantor.

Tapi, apa mau dikata?

Toh, Ronald tak pernah bicara kalau dirinya akan diajak ke acara mewah perkumpulan keluarganya.

"Hm, saya menemani bos saya ke sini," jawab Amanda, cepat.

"Tidak apa-apa. Kamu sudah cukup bisa membawa diri."

Meski terdengar lembut, entah mengapa kalimatnya terdengar sedikit menyinggung Amanda yang memang tidak memakai barang branded dan mewah seperti tamu lain.

Amanda mulai tak nyaman semakin lama berada di dekatnya.

"Terima kasih atas perbincangannya. Saya harus pergi dulu." pamitnya, lalu pergi.

"Lho, ke mana kok buru-buru? Aku belum tanya siapa nama kamu? Kok kamu mau pergi." Dia mulai sedikit tersenyum licik saat tahu Amanda merasa terintimidasi.

Wanita itu terus mendekati dan membuntutinya.

"Maaf, saya harus pergi dulu."

Tanpa disadari, Amanda berjalan cepat, hingga menabrak seorang lelaki.

Prang!

"Aaaawww.... aduh..."

Dia pun terjatuh sementara makanan yang ada di piringnya berlarian ke lantai.

"Makanya, gadis yang di bawah standar keluarga Anderson tidak seharusnya berada di sini," maki wanita tadi tampak lega setelah bisa mempermalukan Amanda di hadapan banyak orang.

Amanda tertegun. Dia merasa malu dan ketakutan kala menjadi sumber perhatian semua orang di sana.

Untungnya, sepasang tangan kekar terulur untuk membantunya.

Tanpa basa-basi, Ronald membuatnya berdiri lagi dan membersihkan beberapa kotoran yang menempel di tubuhya.

"Tante, kumohon bersikap sopanlah dengan Amanda. Dia datang bersamaku," tegas pria itu.

"Apa? Bagaimana bisa kamu dengannya?" protes wanita itu.

"Tentu saja, bisa. Amanda adalah tunanganku!" jawab Ronald dengan nada mengancam.

"APAAA?"

Mereka benar-benar tak percaya dengan apa yang mereka dengar dari mulut Ronald.

Sesekali mereka melihat ke arah Ronald lalu beralih ke arah Amanda.

"Jadi gosip mesum kalian di lift itu benar?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status