Asisten Pribadi?Rasanya baru kemarin dia tinggal bersama Ronald dan belum lama juga dia berhenti bekerja dari kantor lamanya."Hmm, tapi... aku sudah lama tidak bekerja, Pak Ronald!" Nalurinya sebagai seorang wanita muncul.Bayangan kembali ke kantor lantas mendapatkan gunjingan atau bully-an dari rekan sejawatnya, apa kiranya dia sanggup menghadapi itu semua?Terlebih dulu dia mengalami skandal yang cukup membuat heboh saat dia keluar dari kantor lantas menikahi Ronald, boss yang sejatinya jadi idola kaum hawa."Yang penting kamu dulu pernah punya pengalaman kerja, ya kan?" Ronald berusaha meyakinkannya.Sebuah anggukan singkat membuat lelaki itu akhirnya berhenti membujuk, meski dirinya masih ragu.. bisakah ia mengambil peran menjadi asisten pribadinya lagi?Hatinya masih belum sepenuhnya pulih. Tapi, ini bukan waktu yang tepat untuk terlalu mengasihani diri ya sendiri. Amanda harus bangkit. Itu saja!**Tinggal sendirian di rumah yang dalam bayangannya beberapa hari yang lalu, aka
Mata sang Mama penuh selidik."Apa kamu sedang jatuh cinta?"Dengan pertanyaan yang memojokkan begitu, tentu saja ini membuat Ronald malas melanjutkan interogasinya. Kenapa justru dia yang mendapatkan pertanyaan balik?"Aku hanya bertanya. Harusnya Mama menjawab, seperti itu. Simple."Gaya anak lelakinya ini, sang Mama sudah paham karena tahu karakternya sejak kecil yang selalu tak mau terlihat 'jatuh' di mata orang lain."Pertanyaanku sangat sederhana, Ronald. Apa kamu sedang jatuh cinta? Jawab saya dengan iya atau tidak." Mamanya menegaskan lagi."Lantas, apa hubungannya pertanyaanku dengan apa yang Mama tanyakan?!" "Hmmm, jawaban Mama nanti akan sangat bergantung pada suasana hati kamu. Jika kamu sekarang ini dalam kondisi berbunga-bunga atau jatuh cinta, tentu Mama akan mencarikan kalimat yang membuatmu semakin berbunga. Namun, jika kamu sedang dalam kondisi netral atau bahkan patah hati, maka kalimat Mama adalah sesuatu yang membuatmu bangkit!"Ronald mendengus, "sejak kapan Mam
Ronald belum juga bisa memulai melakukan apa-apa.Dia masih terdiam di dalam mobil yang mesinnya sudah ia nyalakan sejak tadi.Masih di tempat yang sama, parkiran rumah sakit tempat di mana Amanda dirawat."Apa sebaiknya aku kembali?" Dia berbisik sendiri.Namun, kata-kata Simon membuat egonya terpukul. Seolah sekarang ini Ronald sedang memungut sampah yang sudah dibuang oleh saudara tirinya itu.Apa iya, Amanda adalah selayaknya sebuah barang bekas yang tak layak untuk ia rawat dan miliki lagi?Hmmm... otaknya mulai mencari alasan logis sementara itu hatinya masih belum menerima.Drrrrtttt... drrrt...Ponselnya berbunyi."Iya, halo?" Suaranya nampak malas menjawab."Kamu cepat kembali ke rumah. Mila mencarimu!" Rupanya sang Mama."Iya, aku akan segera pulang." Ronald dengan segera memutar setirnya dan menjalankan mobil.Dia mengingat perpisahan yang tak mengenakkan dengan Simon. Bahkan pria itu lupa kalau dia memiliki seorang anak yang harusnya dia jaga di rumah.Pintu gerbang rumah
SIALAN!"Ronald, maafkan aku... Kuharap persaudaraan kita tetap baik-baik saja ya?"Sosok tinggi tegap itu berlalu dan menuju ke gate pemberangkatannya. Tak lama setelah melewati tangga berjalan, Simon menghilang dari pandangan.Yang tersisa kini, adalah kalimat kakak tirinya itu. "Aku minta maaf kalau saat kamu tidak ada di samping Amanda, aku sering.... tidur dengannya!"Seolah-olah Amanda hanyalah sebuah mainan yang saat Simon merasa puas bermain, kini dia mengembalikannya pada Ronald kembali.Biad*b!Ingin mengeluarkan sumpah serapah di tempat itu juga, tapi Ronald masih punya kewarasan.Tak seharusnya dia mengeluarkan semua kata-kata sumpah serapah itu di tempat umum.Seperti mendapatkan barang bekas? Ya, itu yang kini dirasakan oleh Ronald."Pak Ronald, maaf... kami baru saja menemukan fakta kalau Pak Simon telah menggelapkan dana puluhan Miliar.." Salah satu tim audit perusahaan menelpon Ronald.Dasar kurang ajar!Baru saja dia mengakui telah menggunakan Amanda sebagai 'pelampi
Simon menghela nafas panjang.Meski tidak yakin dengan keputusan yang baru saja dia lakukan. Mengubungi saudara tirinya itu, tentu membutuhkan nyali yang tidak sedikit.Setelah semua yang dia lakukan.Sekitar dua jam lagi penerbangannya ke Malaysia akan boarding."Kurasa dia bukan orang yang akan mengambil resiko untuk datang ke sini menemuiku." Simon bergumam pada dirinya sendiri.Menunggu saudara seayah-nya itu di dekat check point paling awal di bandara. Dia harus segera memeriksakan barang bawaannya ke petugas imigrasi bandara yang sudah berjajar rapi menunggu setiap calon penumpang.Sesekali dia menoleh ke kanan dan ke kiri.Saat dia sudah merasa tak harus menunggu lebih lama lagi, sosok itu muncul dan menepuk bahunya dari belakang.Sebuah tepukan yang cukup kuat untuk ukuran seseorang yang ingin memanggil dengan kode tepukan. Lebih tepatnya, Simon merasa dia akan dipukul oleh sosok itu jika mereka tidak berada di keramaian begini."Ada apa?" Simon pikir itu adalah sopir atau asi
"Bukan miliknya? Apa maksud kamu?" Tubuh Amanda sedikit menegang setelah mendapati fakta yang disampaikan oleh Ronald. Apa betul? Tapi, bukankah tes DNA sudah menunjukkan hasil dengan absolut kalau Simon adalah anak dari janin yang kemarin masih ada di rahimnya! Ronald merasa keceplosan saja sekarang. Tak seharusnya dia bicara fakta menyakitkan ini. "OHH... Amanda, maafkan aku. Maksud aku bukan begitu!" Ronald harus cepat-cepat meralat. "Tapi, tadi Pak Ronald kan bilang kalau anak ini bukan miliknya, apa maksud Bapak ini..." Wanita berambut hitam legam itu masih menyangsikan jawaban klarifikasi Ronald. Entah dengan cara apa dia harus meralat kalimatnya itu, yang jelas untuk saat ini dia tak bisa lebih banyak berkata lagi. Bisa jadi karena emosi sesaat, dia terpeleset dan memberikan info yang belum saatnya. "Apa aku mengatakan itu?" Ronald pura-pura lupa dengan apa yang barusan dia katakan. "Mungkin kamu salah dengar." Amanda gelisah dan masih belum percaya dengan klarifi