Masih dikisah Dokter Gunawan.
Untuk pertama kalinya aku bertemu lagi dengan Nina. Gadis yang kurindukan beberapa hari ini. Gadis yang membuat tidurku tidak nyenyak. Pertemuan yang tidak semanis dulu kali ini kulihat keningnya berdarah dan terluka sehingga butuh jahitan. Aku gemetar tidak kuasa menahan rasa sesak didadaku antara marah dan rindu. Marah karena Nina diperlakukan tidak baik di kota ini. Di kota yang kudengar dia sebatang kara. Kasihan sekali kamu, Nin."Aku yakin kamu pasti kuat!" Suaminya terlihat cemas, meski dia nampak cuek didepan pelayannya. Apa Nina tidak bahagia dengan suaminya. Aku merasa ada sesuatu diantara mereka berdua.Kubiarkan ruangan ini hanya aku dan perawat yang mengobati lukanya Nina. Agar aku bisa melihat wajah yang menjadi candu bagiku, meski jujur aku panik dan cemas melihat dia belum siuman.Setelah lukanya dijahit dan tekanan darahnya normal aku langsung balik meski perawat yang mendampingiku terLagi. Aku merasakan berada di tempat yang sama rumah sakit yang merawatku dua hari yang lalu. Miss Dora tetap setia menungguku. Namun, Kali ini terasa sangat beda, aku seperti berharap yang menjagaku adalah suamiku, Reza."Aku sudah katakan untuk nona istirahat kenapa tidak nurut," ucapnya. Ada yang beda dari serak suaranya. Nampak jelas diwajah miss Dora ada yang ingin dikatakan, tapi tak ingin aku bertanya lagi."Maafkan aku, Miss," jawabku.Hening, kali ini rasanya lebih sakit. Kepalaku rasanya seperti berputar-putar. Sungguh beda dari sebelumnya. Bahkan untuk duduk pun aku masih tidak kuat. Jujur aku sangat membutuhkan Reza, walau bagaimana pun dia suamiku yang harusnya menjagaku."Miss, apa tuan Reza ada disini?""Dia lagi di luar daerah, nona. Bukannya tadi pagi tuan sudah pamit
"Terima kasih perhatiannya, dok." Kepalaku masih pening, untuk bangkit saja rasanya susah."Aku berjanji dengan diriku, jika dek Nina masuk rumah sakit lagi. Kupastikan akan membawamu pulang."Aku dilema. Apa aku seperti memberi akses perasaan dengan dokter Gunawan. Aku pernah mendengar ungkapan yang menyatakan jika laki-laki sedang jatuh cinta kadang logika tidak digunakan. Dia akan melakukan semaunya tidak peduli bagaimana posisinya. Semoga dokter Gunawan bisa mengontrol diri walau bagaimana pun aku masih istri dari Reza."Mohon maaf pak Dokter, nona tidak boleh diganggu terlebih dahulu. Tuan melarangku memberi akses nona Nina untuk bertemu dengan orang lain dulu. Dia masih sangat butuh istirahat." Miss Dora tiba-tiba datang dan menyampaikan langsung ke dokter Gunawan. Meski aku sedikit bingung, tapi kubiarkan karena memang saat ini aku tidak ingin berfikir yang aneh-aneh dulu kepalaku sungguh pening.Dokter Gun
Tatapan matamu, bahkan senyummu yang menawan entah mengapa membuat denyut jantungku berdetak dengan cepat. (Nina Humaira)****"Kenapa betah sekali di rumah sakit? Benar-benar meresahkan." Bukannya simpati malah mulai ajak perang dah ini orang."Ingat! kamu sebatang kara disini, bukannya kamu jago silat, kenapa kalah dengan Rania, ha?" Aku hanya diam, rasa rindu yang membuncah sedari tadi hilang begitu saja. Lagi-lagi dia memasang wajah sok cool tanpa rasa peduli sedikit pun.Miss Dora hanya diam melihat tingkah kami. Namun, Reza terlihat mengedipkan mata ke miss Dora. Mungkin dia berfikir miss Dora masih menyembunyikan status kami dihadapanku. Miss Dora ingin pergi, tapi kutahan."Tetap diam disini, Miss.""Tapi ...," ucap Miss Dora terhenti.
***Setelah melewati beberapa pemeriksaan dan hasilnya semua normal dan baik. Akhirnya aku hari ini dibolehkan pulang. Setidaknya semuanya masih baik-baik saja. Reza bagaimana? Semenjak kejadian itu dia tidak pernah mengunjungiku lagi. Mungkin sudah takdir kami yang menjadi pasangan sebatas di atas kertas."Ayo, Nona. Semua sudah siap hari ini kita pulang." Luar biasa Miss Dora yang selalu setia menemaniku."Iya, miss. Terima kasih atas semuanya, Miss." Jujur aku kangen ibu yang ada di desa. Melihat miss Dora benar-benar kerinduan ini tidak terbendung. Bagaimana kabar ayah dan ibu saat ini.Selama di mobil. Aku lebih diam, jujur aku kangen dengan ibu. Mengalami benturan yang kedua kalinya seperti ini benar-benar membuatku merindukan sosok ibu yang selalu setia menemaniku jika sedang sakit.Tak terasa sampai juga di rumah tuan besar Reza Adytama. Iya rumah suami yang harusnya menjadi rumah cinta, rumah yang selalu dirindu
Ibu dan ayah dijamu oleh Reza layaknya seorang tamu. Semua ART terlihat sangat sibuk. Tak kulihat Rania lagi di rumah ini bahkan beberapa pelayan juga diganti di rumah ini. Pengamanan juga aku lihat lebih diperketat. Begitu mudah bagi seorang Reza melakukan itu. "Perkenalkan saya Fatia, Nona. Yang akan menjadi asisten khusus Nona." Asisten bernama Fatia menemuiku meski aku cukup terkejut karena suasana di rumah ini sedikit berbeda. Aku merasa disambut seperti nyonya di rumah ini. Apa mereka sudah tahu hubunganku dengan Reza. Ah, sudahlah aku tidak mau berfikir dulu. Ayah dan ibu tidak bisa bermalam disini. Karena tetangga samping rumah akan mengadakan acara akad nikah anaknya yang dilangsungkan besok. Seperti biasa jika di desa jiwa gotong royongnya masih sangat kental. Semua berkumpul saling membantu apalagi ini tetangga paling dekat. "Nin, maafkan ibu yang tidak
Kulepas wortel yang kupegang sambil tarik nafas. Dia sudah berbalik menuju kamar."Sini ... aku pasangin," sahutku. Dia langsung berbalik. Bahkan dia begitu manis jika tersenyum.Aku mulai memasangkan dasi suasana yang begitu kaku meski jarak kami begitu sangat dekat. Deg-degan jangan ditanya. Entah mengapa yang biasa di dapur tidak ada yang datang untuk membuat sarapan. Entah kemana mereka yang biasa sudah ramai disini."Pagi ini aku ada meeting di puncak, doakan aku berhasil," ucapnya. Jarak kami begitu dekat membuat debaran yang tidak biasa."Jangan terlalu capek ...." Dia benar-benar garing ini orang. Dingin dan sangat kaku.Dasi sudah terpasang dan aku kembali untuk memotong wortel dan beberapa sayur. Beberapa ART sudah mulai lalu lalang. Tanpa berbasa basi kubiarkan dia masuk ke kamarnya. Aku tak ingin menghilangkan moodku yang sudah baik pagi ini dengan menyapanya."Mbak kenapa dapur ini tidak ada p
Aku masuk ke kamar ibu mertua. Tidak kulihat perawat yang menjaga. Ada jarum yang dipegang membuatku terkejut. Kulihat dia seperti ingin menusuk diri. Astagfirullah ..."Ibu ...." kutaruh nampan sarapan di meja kamarnya. Aku khawatir dia ingin menusuk diri. Namun, aku salah ternyata ibu mertua sedang berusaha untuk memasukkan benang kedalam jarum."Nina ....""Ibu sedang apa?" tanyaku."Mami sedang memasukkan benang ke jarum, Nin." Syukurlah."Panggil ibu, mami Nin." Aku mngangguk."Mami mau buat apa, biar Nina bantuin.""Tidak perlu ...." kulihat tangannya mulai gemetar, aku
Ini baru pertama kali aku menginjak kamarnya selama disini. Kamar yang luas seluas rumahku di desa. Fasilitas didalamnya benar-benar membuat gigit jari. Lemari baju, tempat sepatu belum lagi aksesoris yang dimiliki seperti yang ada di mall.Dia pulang dan seperti biasa dengan sok coolnya, meski kulihat ada beban di wajahnya. Apa gara-gara berita yang viral hari ini? Tapi tidak mungkin melihat dia yang tidak memberi kabar denganku hari ini.Dia mendekat."Ngapain?" tanyaku"Bukain lah dasiku, carikan aku baju yang kupakai. Itu tugas asisten." Idiih, ogah sebenarnya jadi asistennya. Tapi gajinya menggiurkan.Sekarang aku bingung ambil baju dia yang mana. Ini sih aku benar-benar merepotkan diri. Mana hati lumayan sakit dibuat karena gosip hari ini. Kutaruh baju yang menurutku cocok untuk di Reza pakai. Seperti suami istri beneran aku melakukan tugasku dengan baik meski aku mengambil upah