Beranda / Romansa / Pesona Istri Muda Ayahku / Siapa yang Menyuruhmu Duduk di Sana?

Share

Siapa yang Menyuruhmu Duduk di Sana?

Penulis: Syifa Safaah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-12 12:14:05

Bola mata Arka melebar, Naina menjatuhkan foto kedua orang tuanya hingga pecahan kacanya berserakan di lantai. Rahangnya langsung merapat marah, tatapannya tajam mengarah pada Naina yang tubuhnya sudah membeku di tempatnya.

“Arka?” pekik Naina. Dia segera berjongkok dan memunguti foto-foto itu dari lantai.   

“Bagus, Naina. Tanah kuburan ayahku masih basah, tapi kau sudah menurunkan foto kedua orang tuaku dari dinding!” sentak Arka dengan murka. Urat lehernya bertonjolan, menandakan kemarahannya.

Naina tergugu. Dia tidak ingin Arka salah paham dengan apa yang dilakukannya.

“Bukan begitu. Aku hanya ingin mengumpulkan foto mereka—“

“Untuk apa?” bentak Arka lagi. “Oh. Aku tahu. Kau mengumpulkan foto-foto itu karena ingin membuangnya, ‘kan? Kau tidak sanggup menatap foto-foto itu karena merasa bersalah sudah mencelakai ayahku dan berniat menguasai kekayaannya?” lagi-lagi Arka menuduhnya dengan keji.

Naina mengepalkan tangannya, hatinya sakit mendapat tuduhan seperti itu.

“Kau pasti ingin sepenuhnya memantapkan posisimu di rumah ini seolah ini adalah keluargamu sendiri. Jangan harap itu terjadi, Naina! Aku tidak akan pernah membiarkan wanita licik sepertimu menguasai kekayaan ayahku,” desis Arka, matanya makin berkilat tajam. Serasa menusuk hingga ke jantung Naina.

“Kau salah paham! Aku hanya ingin menyatukan foto mereka, tapi kau datang dan aku tak sengaja menjatuhkannya. Kenapa kau masih menuduhku yang bukan-bukan? Aku juga tidak merencakan kecelakaan ayahmu.” Naina mencoba membela diri, tetapi Arka tidak mendengarkannya. 

Arka malah merebut foto-foto itu dari tangan Naina dengan gerakan kasar, lalu melangkah ke kamar utama.

Setelah sampai, Arka membuka pintu kamar utama yang tak lain adalah kamar milik Guntur. 

Akan tetapi, keningnya berkerut heran saat menyadari bahwa di dalam kamar itu hanya ada jejak ayahnya saja. Seolah Guntur hanya hidup sendiri di sana.

Tidak ada satu pun peralatan make-up perempuan di atas meja rias itu. Saat Arka membuka lemari, tidak ada selembar pun pakaian wanita.

Arka pun merasa aneh. “Kenapa tidak ada jejak Naina di kamar ini?” gumamnya bertanya-tanya      

*** 

Pagi hari, Naina memulai hidupnya sebagai ibu tiri yang baik seperti yang Arka perintahkan. Dia masuk ke dapur dan mulai menyiapkan sarapan untuk lelaki itu.

Bik Atin—pembantu yang sudah bekerja selama sepuluh tahun di rumah  itu pun terkejut melihat Naina yang sedang memasak nasi goreng.

“Nyonya! Apa yang Nyonya lakukan? Ini pekerjaan pembantu. Nyonya duduk saja di ruang makan, nanti saya akan antarkan sarapannya kalau sudah siap. Nyonya tidak pantas mengerjakan pekerjaan pembantu. Tuan Guntur pasti akan marah jika melihat ini.”

Naina tersenyum pahit, nyatanya Guntur tidak ada di sini. Yang ada sekarang hanya Arka, putra tirinya yang sangat membencinya.

“Siapa bilang Naina tidak pantas  mengerjakan pekerjaan pembantu?” suara Arka yang terdengar membuat bola mata Naina dan Bik Atin sama-sama mengarah ke sana.

Ternyata lelaki itu sudah berdiri di ambang pintu dengan melipat kedua tangannya di depan dada. Kaki panjangnya melangkah, mendekati Naina dan menatapnya dengan tatapan mengejek.    

“Justru Naina sangat pantas. Bukankah dia adalah ibu tiriku? Sudah seharusnya dia mengerjakan pekerjaan rumah dan berperan sebagai ibu tiri yang baik,” kata Arka.

Naina terdiam, namun matanya membalas tatapan Arka dengan lurus dan tajam.  Rasa kesal sudah menumpuk dalam dadanya, tetapi dia tidak bisa melawan Arka  karena teringat dengan Raffan yang membutuhkan biaya pengobatan yang mahal.

“Tapi Tuan Guntur akan marah jika Nyonya Naina melakukan itu—“ Bik Atin akan membantah lagi. Bibirnya langsung terkatup rapat ketika Arka melotot ke arahnya.

“Ayahku sudah meninggal. Dan aku ada di sini untuk menggantikannya. Kau tidak berhak ikut campur. Hanya aku saja yang punya hak untuk mengatur semua hal di rumah ini! Jika ada yang berani membantahku, aku tidak akan segan memecatnya saat itu juga!” desis Arka yang langsung membuat tubuh Bik Atin menciut.

Naina yang merasa tidak suka melihat Arka memarahi pembantu yang jauh lebih tua darinya, langsung menyela.

“Sudah. Kau tidak perlu memarahi Bik Atin. Aku akan melakukan pekerjaan rumah seperti yang kau inginkan,” tegas Naina yang ingin segera mengakhiri perdebatan di antara mereka.

Mendengar itu, sebelah ujung bibir Arka terangkat dan membentuk senyum miring.

“Itu baru ibu tiri yang baik,” sindir Arka dengan senyum puas. “Aku akan mandi. Aku minta sarapannya harus sudah siap sebelum aku turun,” lanjutnya.   

   Setelah mengatakan itu, Arka pun keluar dari dapur dan pergi ke kamarnya.

Naina kembali menoleh, menatap kesal pada punggung lebar Arka yang menghilang dari pandangannya.

“Nyonya. Anda harus bersabar dengan Tuan Arka. Sifatnya sangat jauh berbeda dengan Tuan Guntur,” ucap Bik Atin memandang iba pada Naina.

Naina mengangguk dan tersenyum kecil pada pembantu itu. 

“Iya, Bik. Dia sangat jauh berbeda dengan ayahnya,” balasnya membuang napas pelan. Kemudian kembali sibuk mengaduk nasi gorengnya agar cepat matang.

Jika Arka turun lebih dulu dari kamarnya sebelum sarapannya siap, lelaki itu pasti akan kembali menindasnya dengan mulutnya yang pedas.

*** 

Naina lega, nasi goreng mata sapinya sudah siap. Aroma harum menguar di penjuru dapur.

Dengan hati-hati Naina menyiapkan sarapan di atas meja makan. Tak lupa dia meletakan dua gelas air putih di samping masing-masing piring.

Bertepatan dengan itu, tubuh jangkung Arka bergerak menuruni tangga. 

“Kau sudah menyiapkan sarapanku?” tanya Arka, menyingsingkan kemeja bagian lengannya namun matanya lurus menatap ke arah Naina.

Naina mengangguk. “Sudah. Kau bisa melihatnya sendiri. Sarapannya sudah siap di atas meja.”

Arka melirik ke arah meja, lalu mendudukan dirinya di kursi yang biasa diduduki oleh Guntur.  Baru saja tangannya akan meraih sendok, gerakannya terhenti saat di seberang tempat duduknya, Naina juga menarik kursi untuk duduk di depan Arka. Arka baru sadar kalau di atas meja itu ada dua piring nasi goreng.

“Siapa yang menyuruhmu duduk di sana?” tanya Arka, menatap Naina dengan mata dinginnya.

Naina tertegun. Dia merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Tapi tatapan Arka seolah menunjukan ketidaksukaannya saat Naina ikut duduk untuk sarapan.

“Memangnya kenapa? Biasanya aku selalu duduk di kursi ini setiap kali makan bersama.” Naina balik bertanya.

“Itu dulu, sebelum ayahku meninggal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Istri Muda Ayahku   Aku ingin Memakanmu

    Sepulang dari rumah Pak Sardi, entah mengapa ada perasaan hangat yang perlahan menyelinap ke dalam hati Naina.Naina menyunggingkan senyum tipis membayangkan bahwa Arka telah menyediakan tempat usaha untuk lelaki setengah baya itu, juga uang yang cukup banyak sebagai tanda jasanya yang telah mengabdi selama puluhan tahun di keluarga Arka.“Aku tidak tahu kalau ternyata di balik sifatnya yang sesuka hati, Arka masih memiliki sisi baik dalam dirinya,” gumam Naina sambil mengaduk sup yang sedang ia masak.Naina memang sedang di dapur, menyiapkan makan malam untuk Arka. Ini sudah pukul tujuh malam. Masih ada waktu sampai Arka pulang dari kantor.Akan tetapi, saat Naina masih sibuk mengaduk supnya yang mengepulkan uap panas, tiba-tiba tangan kekar seseorang terasa memeluknya dari belakang. Membuat Naina terhenyak dan menoleh ke belakang.“Arka?!” pekik Naina melebarkan mata, ia tak menyangka jika Arka ternyata pulang lebih cepat

  • Pesona Istri Muda Ayahku   Malaikat atau Iblis

    Sampai detik ini, Naina masih merasa bersalah atas apa yang menimpa Pak Sardi.Sambil melamun, Naina membereskan kamar Arka."Kasihan, Pak Sardi. Aku merasa tidak punya wajah saat bertemh dengannya nanti. Tapi bagaimana pun aku harus datang ke rumahnya dan meminta maaf. Karena aku lah penyebab mengapa Arka memecatnya." Naina mendesah pelan, sambil membereskan ranjang kamar Arka dan menepuk-nepuk bantalnya hingga menggembung.Namun, di saat yang sama, Naina menemukan sebuah benda yang berada di bawah bantal.Keningnya berkerut menatap pada benda itu yang tak lain adalah sebuah bingkai foto."Ini 'kan foto Pak Guntur." Naina meraihnya, sejenak menghentikan kegiatannya merapikan ranjang Arka.Kini ia sibuk memandangi foto Guntur yang ditemukannya.Perlahan, seulas bibir Naina mengukir senyum."Apa semalam Arka merindukan ayahnya hingga ia tidur dengan memeluk foto Pak Guntur?" gumam Naina sambil manik matanya masih menatap pada foto mendian

  • Pesona Istri Muda Ayahku   Merasa Bersalah

    Hari ini Naina merasa ada yang aneh. Tadi pagi ia sempat keluar rumah sebentar untuk menyiram tanaman. Akan tetapi, ia tak melihat Pak Sardi.Padahal biasanya setiap pagi lelaki setengah baya itu selalu duduk di dekat garasi, atau sedang meminum kopi dan akan menyapa Naina saat mata mereka berpapasan.Tapi hari ini, Naina tak melihat batang hidung Pak Sardi. “Nyonya, mengapa melamun?” tepukan pelan Bik Atin di pundak kirinya membuat Naina terhenyak dan mengerjap menatapnya.“Ah, tidak Bik. Tidak apa-apa.” Naina menggeleng, kemudian tersenyum kecil.Tapi ia tak bisa menahan rasa penasarannya untuk tak bertanya pada Bik Atin yang kini kembali menyibukkan diri mencuci sayuran.“Bik, mengapa aku tidak melihat Pak Sardi pagi ini ya? Apa hari ini Pak Sardi tidak bekerja?” tanya Naina dengan raut penasaran menatap Bik Atin.Pertanyaan Naina itu berhasil membuat Bik Atin menghentikan gerakannya mencuci sayuran. Bi

  • Pesona Istri Muda Ayahku   Melihatnya Pulas

    Dalam perjalanan pulang menuju rumahnya, Arka melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Darahnya mendidih saat benaknya kembali teringat pada video yang tadi Rustam tunjukan padanya.rka meremas setir dengan kuat, rahangnya yang tegas itu kini merapat. Bahkan urat-urat lehernya pun bertonjolan, menampilkan emosi yang meluap-luap.“Lihat saja, Naina. Lihat. Apa yang akan kulakukan padamu nanti setelah aku sampai rumah.” Arka mengepalkan sebelah tangannya di atas paha, menarik napas panjang kemudian menghembuskannya dengan kasar.“Sopir itu juga harus mendapatkan balasannya. Beraninya dia tak menjalankan perintahku dengan benar.” Arka masih menggerutu sepanjang jalan, ia mempercepat laju mobilnya, menyalip kendaraan-kendaraah roda empat yang merambat di depan sana.Sampai kemudian ia tiba di depan gerbang rumahnya yang berwarna hitam dan kokoh. Satpam langsung membukakan pintu, membiarkan mobil Arka masuk ke dalam.“Selamat m

  • Pesona Istri Muda Ayahku   Berani Main-main Denganku?

    Meski telah mengatakan pada Rustam agar tak ikut campur dalam urusannya, tapi Arka tak memungkiri bahwa setelah melihat video itu ia sangat geram. Sekarang sudah waktunya jam makan siang. Namun Arka tak berniat untuk keluar dari ruang kerjanya sedikit pun. Ia lebih memilih menetralkan amarahnya di balik meja kerjanya. Sambil menatap tajam ke depan sana dengan bola mata yang menggelap karena amarah.“Naina, kau berani bermain-main denganku. Lihat saja akibat apa yang akan kau dapatkan karena berani bertemu dengannya di belakangku,” gumam Arka sambil menautkan kedua tangannya di bawah dagu.***Di jam makan siang, biasanya Maurin makan siang di pantry yang khusus untuk para pekerja di lantai atas.api karena hari ini Maurin sudah janji bertemu dengan teman-temannya dulu ketika ia masih menjadi karyawan biasa, maka Maurin pun memutuskan untuk makan siang di kantin perusahaan dan bergabung dengan mereka.Ada sekitar empat oran

  • Pesona Istri Muda Ayahku   Bukan Sekedar Ibu dan Anak

    Arka baru saja selesai meeting. Ia melangkah keluar dari ruang meeting, dan berjalan menuju lift untuk naik ke ruang kerja CEO.Akan tetapi, Rustam yang juga ikut meeting, segera mempercepat langkah dan menyusul Arka dari belakang.Sampai kemudian ia bisa menyentuh pundak kanan Arka dan membuat Arka menghentikan langkah sejenak lalu menatapnya dengan kening yang berkerut.“Paman?” “Arka, kita ke ruang kerjamu sekarang. Ada sesuatu yang ingin Paman beritahukan padamu.” Rustam berkata, wajahnya terlihat begitu serius.Hingga menubuhkan kernyitan di kening Arka. Benak Arka menebak-nebak tentang apa yang ingin dikatakan oleh pamannya itu.“Sepenting apa?” Arka cukup sibuk hari ini, tentu jika apa yang hendak dikatakan Rustam tidaklah penting, lebih baik Arka mengerjakan pekerjaannya.“Ini sangat penting. Kau harus mengertahuinya.” namun wajah Rustam masih terlihat serius, membuat Arka mengang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status