Suami Naina meninggal dunia dan meninggalkan wasiat yang tidak pernah dia bayangkan! Dirinya dan seluruh harta sang suami diwariskan kepada Arka Sebastian, anak dari mendiang suaminya. Parahnya, Arka justru menuduh Naina sebagai wanita matre dan licik yang sengaja menikahi ayahnya demi uang. Pria itu bahkan berjanji memberikan kehidupan seperti neraka pada Naina. Lantas, bagaimana nasib Naina selanjutnya? Terlebih... Arka meminta Naina untuk melayaninya!
もっと見るDi sebuah aula megah yang dipenuhi bunga di sekelilingnya, ratusan tamu datang dan memenuhi aula ini. Bukan untuk perjamuan yang membahagiakan, tetapi untuk sebuah upacara kematian yang menyedihkan.
Naina terlihat kuyu dan tak henti menangis, sementara itu orang lain sedang berbisik-bisik.
“Aku yakin air mata Naina itu palsu. Naina pasti sedang sangat bahagia sekarang. Belum juga lama menikah dengan Pak Guntur, dia sudah bisa mewarisi harta dan properti suaminya.”
"Usia Naina masih sangat muda. Tidak mungkin dia mau menikah dengan Pak Guntur yang lebih cocok menjadi ayahnya, kecuali karena harta kekayaan Pak Guntur."
Bisik-bisik mereka masih bisa terdengar sampai ke telinga Naina. Naina tidak tahu bagaimana mengklarifikasi semua tuduhan itu. Dia sudah terlalu rapuh. Matanya masih menatap lekat pada tubuh kaku suaminya. Memori dalam ingatannya pun berkelebat.
Awalnya, Guntur yang saat itu sedang pergi ke bengkel tempat dimana dulu Naina bekerja, tanpa sengaja mendengar keluh kesah Naina yang sangat mengkhawatirkan soal biaya pendidikan Raffan—adiknya.
Naina masih ingat saat dengan tiba-tiba Guntur mendekatinya. Sambil menatap lekat wajah Naina, Guntur merasa seperti menemukan sesuatu yang pernah dekat dengannya. Hal itu membuatnya tidak bisa menahan diri untuk bisa memiliki wanita itu.
Guntur mengatakan dengan suaranya yang lembut namun tetap tegas. "Saya akan membiayai seluruh biaya pendidikan adikmu. Tapi dengan satu syarat ... Kau harus menikah denganku." dengan alasan ini, Guntur memaksa Naina untuk menikah dengannya.
Guntur tahu Naina takkan bisa menolak, sebab wanita itu memikirkan adiknya yang memiliki harapan besar untuk bisa masuk universitas.
Tapi sayangnya, biaya masuknya yang mahal membuat Naina yang hanya bekerja sebagai manager bengkel pun, menelan ludah.
Karena tidak ingin mengecewakan adiknya, Naina pun menerima tawaran dari Guntur.
Mulanya, Naina berniat akan mengembalikan uang Guntur. Karena dia tidak memiliki kemampuan untuk membayar hutang itu, dia akan bekerja dengan keras untuk mengumpulkan uang. Setelah uangnya cukup, barulah dia akan membayar hutangnya dan bercerai.
Setelah sah menikah dengan Guntur, Naina terus-menerus gelisah setiap malamnya. Dia tidak tahu kapan lelaki paruh baya itu akan memaksanya melakukan hubungan suami istri, seperti halnya ketika Guntur memaksa Naina untuk menikah dengannya.
Sampai suatu malam, Guntur membuka pintu kamar, Naina langsung berpura-pura tidur. Dia menelan ludahnya berat ketika suara langkah suaminya makin mendekat.
Tiba-tiba saja Guntur menyentuh lengannya dengan lembut, membuat Naina terkejut dan mengubah posisinya menjadi duduk.
“Pak Guntur!” pekik Naina sambil merapatkan selimut ke tubuhnya dan meremasnya dengan gugup. Dia berpikir kalau Guntur akan menyentuhnya malam ini. Maka dari itu, Naina menggeser duduknya sedikit menjauh dari Guntur.
Guntur bisa melihat ketakutan di wajah Naina. Untuk itu, dia pun duduk di pinggir ranjang dan mengangkat sebelah tangannya sebagai isyarat agar Naina tetap tenang.
“Jangan takut, Naina. Aku tahu, kau pasti berpikir kalau aku akan menyentuhmu. Tapi aku tidak akan melakukan itu. Aku hanya ingin mengobrol saja denganmu,” ucap Guntur sambil memberikan senyum yang menenangkan pada Naina.
Naina yang awalnya merasa takut pun, kini mengangguk dan kembali mendekat pada Guntur. Hatinya lega saat mendengar bahwa lelaki tua itu tidak akan menyentuhnya malam ini. Dia pun duduk diam dan mendengarkan apa yang akan Guntur katakan padanya.
“Ada satu hal yang belum kuberitahukan padamu. Aku tidak akan pernah memintamu melayaniku sebagai istri. Karena aku menderita disfungsi ereksi sejak lama. Jadi kau tidak perlu takut aku akan menyentuhmu. Aku tidak memiliki cukup kemampuan untuk melakukan itu,” ucap Guntur saat itu.
Mendengar itu, Naina agak terkejut. Ternyata, suaminya mau menunjukkan kekurangan fisiknya untuk membuat Naina rileks.
Naina menyadari bahwa sebenarnya Guntur menikahinya hanya karena ingin memiliki teman. Guntur hanya mencintai istrinya yang sudah meninggal setelah melahirkan. Lelaki itu selalu mengenangnya. Bahkan, Naina terenyuh saat mendengar alasan mengapa Guntur sangat ingin menikahinya.
"Wajahmu sangat mirip dengan mendiang istriku. Aku sangat mencintainya. Lalu saat bertemu denganmu, aku merasa seperti menemukan sesuatu yang pernah dekat denganku. Aku hanya ingin memiliki teman. Aku tidak ingin kesepian di masa tuaku, Naina. Aku tidak akan menyentuhmu. Meskipun kita menikah, tetapi hubungan kita akan seperti orang tua dengan orang yang lebih muda."
"Andai aku dekat dengan putraku, mungkin aku tidak akan pernah merasa kesepian seperti ini. Sayangnya hubungan kami tidak dekat. Mungkin karena aku terlalu keras mendidiknya. Sejak SMA, Arka sudah melanjutkan sekolah di luar negeri. Bahkan dia tak mau datang di hari pernikahan kita," ucap Guntur dengan wajah sedihnya. Dari sorot matanya, Naina bisa melihat kerinduan yang dalam di sana.
Dari istri pertamanya, Guntur memiliki seorang anak yang sekarang pasti sudah tumbuh dewasa. Yang Naina dengar, namanya adalah Arka Sebastian. Usianya sekitar dua puluh tujuh tahun. Naina tidak tahu seperti apa rupa lelaki itu. Tapi yang dia tahu dari penuturan Guntur, Arka jauh lebih tampan darinya. Guntur masih ingat wajah putranya meskipun sudah lama tak bertemu.
"Tapi aku menaruh harapan besar pada Arka. Aku harap, suatu saat dia akan sadar kalau sikap kerasku adalah demi kebaikannya. Aku juga berharap dia mau pulang ke Indonesia dan melihatku sebelum aku tidak bisa lagi melihatnya," lanjut Guntur pada Aina, tapi matanya tertuju pada album foto mendiang istrinya tercinta.
Naina merasa terharu mendengar itu. Meskipun Guntur beberapa kali mengatakan bahwa ia membolehkan Naina jika wanita itu ingin bercerai darinya, tetapi Naina menolaknya. Naina ingat dengan segala kebaikan yang Guntur berikan padanya. Naina pun bersedia mendedikasikan dirinya untuk merawat Guntur yang sudah paruh baya itu.
Setelah Raffan lulus kuliah, Guntur menyuruh Raffan untuk bekerja di perusahaan keluarganya.
Namun, semuanya berubah semenjak terjadi sebuah kecelakaan yang menimpa Guntur dan Raffan. Awalnya mereka pergi untuk membicarakan masalah bisnis.
Di tengah perjalanan, mereka mengalami kecelakaan. Guntur meninggal di tempat, sedangkan Raffan tidak sadarkan diri dan koma.
Hari itu menjadi hari yang sangat kelabu bagi Naina. Lelaki paruh baya yang selama ini selalu baik padanya, kini sudah menutup mata untuk selama-lamanya.
Bahkan harapan Guntur untuk bisa melihat wajah Arka yang sudah dewasa pun tidak pernah terwujud.
"Pak Guntur. Maafkan saya, terimakasih untuk semua yang telah Bapak berikan pada saya dan Raffan," ucap Naina dengan lirih, sambil menatap nanar jasad suaminya.
Naina tidak memperdulikan perbincangan orang-orang yang duduk di belakangnya. Mereka semua sedang menjelekkannya, menganggapnya sebagai wanita licik yang gila harta. Meski sakit hati mendengar tuduhan seperti itu, Naina memilih diam dan tak menggubrisnya.
Pada saat itu, pintu gerbang rumah duka dibuka. Pengawal mengantar seorang pria memasuki rumah duka. Pria itu memiliki fitur wajah yang tangguh. Tubuhnya tinggi. Ia mengenakan stelan hitam yang rapi. Sepatu kulit yang ia kenakan sangat bersih dan berkilau.
Dari penampilannya, semua orang tahu sekilas bahwa dia seorang bangsawan.
Sontak semua orang yang ada di sana menghentikan perbincangan mereka, seolah mendapat sebuah pertunjukan lainnya yang lebih menarik.
"Wah. Siapa itu? Tampan sekali!"
"Apakah dia Arka Sebastian yang tinggal di luar negeri itu? Sekarang dia sudah dewasa, wajahnya mirip aktor hollywood."
"Aku tidak menyangka, ternyata Pak Guntur memiliki putra yang setampan dia."
Banyak dari orang-orang itu berbisik memuji paras tampannya, tetapi wajah Arka tetap tak acuh. Saat ini matanya lurus menatap ke depan sana, dimana punggung Naina sedang bergetar pelan, menandakan bahwa ia sedang menangisi suaminya yang meninggal.
Melihat itu, Arka menarik sebelah ujung bibirnya, tersenyum sinis.
Naina masih belum menyadari kehadiran Arka karena ia masih sibuk meratapi kepergian Guntur.
Kaki Arka melangkah pelan namun tegas menuju tempat dimana Naina duduk.
Setiap langkahnya, membuat semua orang terkesiap. Seakan mereka baru pertama kali melihat lelaki setampan Arka.
Sampai kemudian Arka menghentikan langkahnya tepat di depan Naina, Naina masih menunduk dan menangis.
Arka berjongkok, meraih dagu Naina dan mendongkakannya, kemudian memperhatikan dengan seksama wajah wanita itu. Sepasang mata besar yang cerah, dipadukan dengan bulu mata yang lentik, hidung yang mancung, serta bibir yang merah merona. Sejujurnya, wanita ini cantik. Tetapi Arka tetap menatapnya dengan penuh kebencian. Karena dia pikir, Naina adalah wanita yang licik.
Naina ketakutan dengan gerakan pria itu. Ia tergagap, “K-kau siapa?” tanyanya.
Arka tidak menjawab, tetapi berbisik, “Kau sama sekali tidak mirip ibuku!”
Naina merasa takut, lebih lagi tatapan Arka begitu tajam dan menusuk padanya.
Arka telah datang. Jadi lelaki ini lah putra tunggal dari Guntur, sekaligus anak tirinya. Tetapi mengapa Arka menatapnya dengan wajah kesal.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Naina.
Arka kembali menyunggingkan senyum sinis. "Aku pulang kali ini untuk meneruskan warisan yang diturunkan kepadaku, termasuk ... kau.”
Deg!
Sepulang dari rumah Pak Sardi, entah mengapa ada perasaan hangat yang perlahan menyelinap ke dalam hati Naina.Naina menyunggingkan senyum tipis membayangkan bahwa Arka telah menyediakan tempat usaha untuk lelaki setengah baya itu, juga uang yang cukup banyak sebagai tanda jasanya yang telah mengabdi selama puluhan tahun di keluarga Arka.“Aku tidak tahu kalau ternyata di balik sifatnya yang sesuka hati, Arka masih memiliki sisi baik dalam dirinya,” gumam Naina sambil mengaduk sup yang sedang ia masak.Naina memang sedang di dapur, menyiapkan makan malam untuk Arka. Ini sudah pukul tujuh malam. Masih ada waktu sampai Arka pulang dari kantor.Akan tetapi, saat Naina masih sibuk mengaduk supnya yang mengepulkan uap panas, tiba-tiba tangan kekar seseorang terasa memeluknya dari belakang. Membuat Naina terhenyak dan menoleh ke belakang.“Arka?!” pekik Naina melebarkan mata, ia tak menyangka jika Arka ternyata pulang lebih cepat
Sampai detik ini, Naina masih merasa bersalah atas apa yang menimpa Pak Sardi.Sambil melamun, Naina membereskan kamar Arka."Kasihan, Pak Sardi. Aku merasa tidak punya wajah saat bertemh dengannya nanti. Tapi bagaimana pun aku harus datang ke rumahnya dan meminta maaf. Karena aku lah penyebab mengapa Arka memecatnya." Naina mendesah pelan, sambil membereskan ranjang kamar Arka dan menepuk-nepuk bantalnya hingga menggembung.Namun, di saat yang sama, Naina menemukan sebuah benda yang berada di bawah bantal.Keningnya berkerut menatap pada benda itu yang tak lain adalah sebuah bingkai foto."Ini 'kan foto Pak Guntur." Naina meraihnya, sejenak menghentikan kegiatannya merapikan ranjang Arka.Kini ia sibuk memandangi foto Guntur yang ditemukannya.Perlahan, seulas bibir Naina mengukir senyum."Apa semalam Arka merindukan ayahnya hingga ia tidur dengan memeluk foto Pak Guntur?" gumam Naina sambil manik matanya masih menatap pada foto mendian
Hari ini Naina merasa ada yang aneh. Tadi pagi ia sempat keluar rumah sebentar untuk menyiram tanaman. Akan tetapi, ia tak melihat Pak Sardi.Padahal biasanya setiap pagi lelaki setengah baya itu selalu duduk di dekat garasi, atau sedang meminum kopi dan akan menyapa Naina saat mata mereka berpapasan.Tapi hari ini, Naina tak melihat batang hidung Pak Sardi. “Nyonya, mengapa melamun?” tepukan pelan Bik Atin di pundak kirinya membuat Naina terhenyak dan mengerjap menatapnya.“Ah, tidak Bik. Tidak apa-apa.” Naina menggeleng, kemudian tersenyum kecil.Tapi ia tak bisa menahan rasa penasarannya untuk tak bertanya pada Bik Atin yang kini kembali menyibukkan diri mencuci sayuran.“Bik, mengapa aku tidak melihat Pak Sardi pagi ini ya? Apa hari ini Pak Sardi tidak bekerja?” tanya Naina dengan raut penasaran menatap Bik Atin.Pertanyaan Naina itu berhasil membuat Bik Atin menghentikan gerakannya mencuci sayuran. Bi
Dalam perjalanan pulang menuju rumahnya, Arka melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Darahnya mendidih saat benaknya kembali teringat pada video yang tadi Rustam tunjukan padanya.rka meremas setir dengan kuat, rahangnya yang tegas itu kini merapat. Bahkan urat-urat lehernya pun bertonjolan, menampilkan emosi yang meluap-luap.“Lihat saja, Naina. Lihat. Apa yang akan kulakukan padamu nanti setelah aku sampai rumah.” Arka mengepalkan sebelah tangannya di atas paha, menarik napas panjang kemudian menghembuskannya dengan kasar.“Sopir itu juga harus mendapatkan balasannya. Beraninya dia tak menjalankan perintahku dengan benar.” Arka masih menggerutu sepanjang jalan, ia mempercepat laju mobilnya, menyalip kendaraan-kendaraah roda empat yang merambat di depan sana.Sampai kemudian ia tiba di depan gerbang rumahnya yang berwarna hitam dan kokoh. Satpam langsung membukakan pintu, membiarkan mobil Arka masuk ke dalam.“Selamat m
Meski telah mengatakan pada Rustam agar tak ikut campur dalam urusannya, tapi Arka tak memungkiri bahwa setelah melihat video itu ia sangat geram. Sekarang sudah waktunya jam makan siang. Namun Arka tak berniat untuk keluar dari ruang kerjanya sedikit pun. Ia lebih memilih menetralkan amarahnya di balik meja kerjanya. Sambil menatap tajam ke depan sana dengan bola mata yang menggelap karena amarah.“Naina, kau berani bermain-main denganku. Lihat saja akibat apa yang akan kau dapatkan karena berani bertemu dengannya di belakangku,” gumam Arka sambil menautkan kedua tangannya di bawah dagu.***Di jam makan siang, biasanya Maurin makan siang di pantry yang khusus untuk para pekerja di lantai atas.api karena hari ini Maurin sudah janji bertemu dengan teman-temannya dulu ketika ia masih menjadi karyawan biasa, maka Maurin pun memutuskan untuk makan siang di kantin perusahaan dan bergabung dengan mereka.Ada sekitar empat oran
Arka baru saja selesai meeting. Ia melangkah keluar dari ruang meeting, dan berjalan menuju lift untuk naik ke ruang kerja CEO.Akan tetapi, Rustam yang juga ikut meeting, segera mempercepat langkah dan menyusul Arka dari belakang.Sampai kemudian ia bisa menyentuh pundak kanan Arka dan membuat Arka menghentikan langkah sejenak lalu menatapnya dengan kening yang berkerut.“Paman?” “Arka, kita ke ruang kerjamu sekarang. Ada sesuatu yang ingin Paman beritahukan padamu.” Rustam berkata, wajahnya terlihat begitu serius.Hingga menubuhkan kernyitan di kening Arka. Benak Arka menebak-nebak tentang apa yang ingin dikatakan oleh pamannya itu.“Sepenting apa?” Arka cukup sibuk hari ini, tentu jika apa yang hendak dikatakan Rustam tidaklah penting, lebih baik Arka mengerjakan pekerjaannya.“Ini sangat penting. Kau harus mengertahuinya.” namun wajah Rustam masih terlihat serius, membuat Arka mengang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
コメント