Share

Pesona Istri Sementara Tuan Muda
Pesona Istri Sementara Tuan Muda
Penulis: Henny Djayadi

1. Setelah Pertunangan

“Kenalkan! Dia adalah kekasihku, dan kami berencana akan menikah dua tahun lagi.”

Queen terdiam dengan mulut menganga seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ageng Jati Wardana, pria yang tadi malam resmi menjadi tunangannya itu dengan penuh percaya diri membawa wanita lain dan memperkenalkannya sebagai kekasih.

“Maaf! Bisa diulang?” tanya Queen seraya meminta penjelasan lebih lanjut, meskipun sebenarnya dia sangat yakin jika telinganya tidak salah dengar.

Queen mengalihkan pandangannya ke seisi ruangan private restaurant mewah, dengan kepala yang sedikit mendongak untuk menahan agar air mata tidak jatuh. Beberapa kali Queen menghela napas dalam-dalam untuk menenangkan pikirannya, dan setelahnya dia kembali memberanikan diri menatap Ageng dengan seulas senyum di bibirnya seolah ingin menunjukkan dirinya yang tegar.

“Kau tidak salah dengar,” sahut Ageng seolah bisa membaca isi hati Queen. “Namanya Davianna, kami sudah menjalin hubungan selama tiga tahun terakhir. Dan yang pasti kami saling mencintai.” Detail sekali Ageng memberikan informasi tentang hubungannya dengan sang kekasih tanpa mempedulikan perasaan Queen sedikitpun.

Sebenarnya tanpa Ageng menyebut nama, Queen sudah hafal di luar kepala nama lengkap wanita yang saat ini duduk di hadapannya. Davianna Aneira Rinjani, seorang artis yang sedang naik daun, dengan citra cantik dan cerdas, karena di tengah kesibukannya sebagai artis dia berhasil lulus S1 dengan predikat summa cum laude. Dan berita yang santer terdengar, saat ini dia sudah diterima di dua universitas terbaik di luar negeri untuk jenjang pendidikan S2.

“Baik … lalu ….” Queen menjeda kalimatnya menatap secara bergantian Ageng dan Davianna yang duduk tepat di hadapannya. “Kalau kalian saling mencintai, bahkan sudah berencana untuk menikah, buat apa kau bertunangan denganku? Mengapa tidak bertunangan dengannya atau … menikah saja sekalian?” cecar Queen dengan memamerkan senyum yang sangat dipaksakan hingga memperlihatkan rasa getir di hatinya.

“Karena saya ingin fokus dengan pendidikan saya dulu, mengejar karir baru berumah tangga.”

Davianna mencoba menjelaskannya dengan santun dan lembut, hampir semua gerak-geriknya terlihat anggun dan elegan. Tidak heran jika beberapa saat yang lalu dia berhasil masuk sepuluh besar dalam sebuah ajang ratu-ratuan.

Tidak bisa dipungkiri, jika saat ini Queen merasa rendah diri kala menatap pasangan kekasih di hadapannya. Mereka terlihat begitu serasi, tampan dan cantik, kaya dan cerdas, seolah mereka berdua telah memonopoli semua keindahan dunia. Dan di sini Queen merasa layaknya Upik Abu yang hanya menjadi penonton saja.

“Rencana yang sangat bagus, matang.” Meskipun Queen terlihat tetap tenang dan berbicara tanpa meninggikan suara, tetapi terlihat jelas luka yang menganga di sorot mata yang tajam. “Tapi yang saya tanyakan, buat apa Mas Ageng yang … brengsek itu masih terlalu baik untuk menyebutnya.”

Kembali Queen menjeda kalimatnya dan menghela napas panjang berusaha agar tetap tenang. Meskipun sebenarnya dalam hati sudah ingin memaki dengan segala kosakata kasar, menyebut penghuni kebun binatang, atau kata-kata kotor lainnya yang tiba-tiba memenuhi kepalanya. Tetapi akal sehat masih membimbing Queen untuk bisa memilih dan memilah kata agar dia tetap bisa menjaga harga dirinya.

“Buat apa pesta pertunangan tadi malam?” Queen menatap Ageng dengan tatapan penuh tanya dan seakan berharap mendapat jawaban sesegara mungkin. Masih lekat dalam ingatan Queen betapa mewah dan meriahnya pesta pertunangan tersebut, bahkan lebih mewah dari pesta pernikahan beberapa temannya.

“Buat apa kita merencanakan pernikahan bulan depan … jika dua tahun yang akan datang kau akan menikah dengan wanita lain? Jujur saja … aku tidak mau dipoligami.” Queen berusaha mempertahankan harga dirinya. Meskipun dia sadar jika dalam pernikahannya dengan Ageng, dirinya bukan hanya tidak dicintai tetapi juga tidak diinginkan.

“Tidak akan ada poligami.”

Ageng terlihat tetap tenang, bahkan tanpa sungkan dia membalas tatapan mata Queen. Tatapan memuja penuh binar bahagia yang dilihatnya tadi malam kini berubah kilatan amarah. Tetapi tidak ditemukannya cemburu di sana, karena sepertinya Queen juga tidak mencintainya.

“Lalu … kita bercerai begitu?” Queen mencoba memastikan apakah yang dia pikirkan saat ini sama dengan yang dipikirkan oleh Ageng dan Davianna.

“Ya, kita akan menikah hanya selama dua tahun, selama Davi menjalani pendidikan S2-nya di luar negeri. Setelah Davi lulus dan kembali ke Indonesia, kita bercerai dan saya akan menikah dengan Davi.”

“Mengapa harus begitu?” Suara Queen tergetar, tetapi dia berusaha untuk tetap terlihat tegar.

“Davi ingin menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu, tetapi kedua orang tuaku sudah memaksaku untuk menikah. Dan aku rasa menikah denganmu adalah sebuah jalan tengah. Hanya dua tahun … dan saya akan memberikan kompensasi yang layak untukmu.”

Bagi Queen, sepasang kekasih di hadapannya sungguh gila dan tidak berperasaan. Entah apa yang membuat keduanya merasa bisa mempermainkan masa depannya.

“Mengapa harus saya?”

“Karena orang tua kita sudah membicarakan perjodohan kita, di belakang kita tentunya.”

Queen menoleh ke belakang dan tidak menemukan apa-apa. Sebenarnya Queen tahu ucapan Ageng hanyalah sebuah kiasan, tetapi dia ingin menularkan rasa kesal di hatinya kepada pasangan kekasih yang berada tepat di hadapannya.

“Kalau memang tidak cinta, dan tidak siap berkomitmen … bukan begini caranya.” Berulang kali Queen harus menghela napas panjang lalu membuangnya dengan perlahan, sepertinya sebentar lagi amarah akan meledak. “Saya mundur dari pertunangan kita. Dan untuk alasan di hadapan keluarga, kita cari masing-masing. Masalah … selesai, dan saya tidak ingin berurusan lagi dengan kalian.”

Queen bergegas bangkit dari duduknya, lalu diraihnya tas ransel yang berisi berbagai keperluan kerjanya. Baginya pembicaraan ini sangat tidak berguna dan hanya membuang waktu saja. Seharusnya saat ini dia sudah berada di tempat kos mengistirahatkan diri sambil bermain game atau membaca novel online.

“Saya rasa kita bisa membicarakan hal ini secara baik-baik.” Davianna memberanikan diri berbicara untuk mencegah Queen keluar dari ruangan tersebut, karena dia tidak ingin rencana dan impiannya hancur berantakan. Citra diri cantik, cerdas dan berpendidikan, serta peluang untuk menjadi menantu di keluarga Wardana harus tetap dia jaga demi masa depannya.

“Sebaik apapun pembicaraan kita, hasilnya tetap buruk untuk saya.” Tidak ada lagi yang dipedulikan oleh Queen, tas ransel sudah berada di punggungnya dan dia siap untuk pergi. “Jika mengikuti rencana ini, dua tahun lagi kau akan menjadi wanita terhormat dengan gelar magister, sedangkan aku … akan mendapat gelar janda. Asal kalian tahu, bagi sebagian orang, gelar janda itu merupakan kasta terendah wanita setelah pelakor. Bagiku ini sangat tidak adil.”

Queen mulai melangkahkan kakinya meninggalkan sepasanga kekasih dengan pikiran gila mereka. Tampaknya Ageng belum putus asa untuk mewujudkan apa pun yang menjadi keinganan dan cita-cita Davianna, sebagai bukti cintanya kepada sang kekasih, Ageng akan melakukan apa pun untuk mewujudkannya.

“Kita bisa membuat kesepakatan, dan saya akan berusaha agar kesepakatan itu tidak akan merugikanmu.”

Queen menghentikan langkahnya dengan tangan yang sudah siap untuk memutar knop pintu. Sejenak Queen mencoba untuk berpikir, menimbang lagi dan mencari celah keuntungan yang bisa dia dapatkan dari kesepakatan yang coba Ageng tawarkan,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status