Share

2. Anak yang Dijual

Suara telapak tangan yang mendarat di pipi Queen terdengar begitu memekakkan telinga. Queen bergeming di posisinya, rasa panas dan kebas di pipinya tidak membuat Queen mundur atau meneteskan air mata.

“Hidup mandiri sejak SMA, bisa kuliah dengan biaya sendiri … itu yang kau banggakan selama ini!” hardik Edi di hadapan Queen yang masih berdiri mematung di hadapannya dengan pipi memerah bekas telapak tangan.

“Kamu tidak tahu siapa yang nyuapi kamu waktu masih bayi? Siapa yang cebokin kamu? Kamu pikir … kamu langsung besar dan apa-apa bisa sendiri?” cecar Edi yang masih tidak terima dengan keputusan sepihak Queen yang telah memutuskan pertunangannya dengan Ageng.

“Saya tidak pernah minta untuk dilahirkan,” jawab Queen dengan suara yang bergetar karena menahan rasa sakit.

“Benar-benar anak tidak tahu diuntung!” Edi tidak mampu mengendalikan amarahnya hingga kembali mengangkat tangan kanannya.

“Sudah Pa!” Rey, kakak laki-laki Queen segera meraih tangan Edi agar tidak kembali menyakiti Queen. “Sudah Pa! Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah,” sambung Rey yang berussaha menenangkan sang ayah.

Edi mengibaskan tangan Rey, lalu beranjak menuju ke kursi kebesarannya. Berulang kali Edi menghela napas dalam-dalam untuk menenangkan dirirnya.

“Apa kurangnya seorang Ageng Jati Wardana hingga membuatmu memutuskan pertunanganmu dengannya? Dia tampan, dia kaya, dia juga baik … apa kurangnya dia?” Edi mencoba bertanya secara baik-baik kepada Queen.

“Dia tidak mencintaiku,” jawab Queen sambil menatap sendu ke arah Edi. “Bahkan dia mengatakan jika pernikahan kami hanya akan berlangsung selama dua tahun saja. Bagi saya ini bukan pernikahan, tapi kawin kontrak.”

“Tidak perlu mengarang cerita yang aneh-aneh hanya untuk membenarkan perbuatanmu yang konyol itu.”

“Terserah jika Papa memang tidak percaya, percuma juga aku menjelaskan.”

Queen merasa pembicaraan di antara mereka tidak akan ada titik temunya, dan hanya akan membuang-buang waktu saja. Masih banyak pekerjaan Queen yang belum beres, daripada perang urat saraf dengan sang ayah lebih baik dia segera kembali ke kantor dan menyelesaikan pekerjaannya.

“Aku balik ke kantor, masih banyak pekerjaan yang sudah hampir deadline.”

“Papa tidak mau tahu, yang jelas kau harus menikah dengan Ageng. Papa tidak menerima penolakan, apa pun alasannya.”

“Mengapa saya harus menikah dengan Ageng?” tanya Queen dengan nada dingin setelah mendengar pernyataan sang ayah.

“Maaf Queen, perusahaan kita sedang dalam mengalami masalah finansial, terpaksa kami mengajukan pinjaman dalam jumlah yang sangat besar. Dan hanya Ageng bisa membantu kita.” Bukan Edi yang memberikan jawaban tetapi Rey. Dengan hati-hati dia berusaha untuk memberi penjelasan kepada adiknya.

“Maksudnya kalian menjualku?” Terdengar getir pertanyaan yang dilontarkan Queen, tatapan yang sulit diartikan pun tertuju kepada Edi dan Rey secara bergantian.

“Tidak seperti itu Queen ….” Rey menjeda kalimatnya, terlihat bingung memilih dan memilah kata untuk menjelaskan kepada Queen. “Ageng sendiri yang datang kepada kami dan mengatakan ketertarikannya kepadamu, dia ingin menikahimu dan memberi bantuan modal ke perusahaan kita.”

“Dan kalian langsung terima tanpa menyelidiki maksud dan tujuannya?”

“Bukankah kau juga langsung menerima perjodohan ini?” tanya Edi seolah menjadi serangan balik bagi Queen. “Kau sudah menerima Ageng waktu itu, bahkan pertunangan sudah dilaksanakan dengan meriah. Jadi tidak ada alasan lagi bagimu untuk mundur, kamu harus menikah dengan Ageng.”

Queen terdiam, sadar pertunangan itu terjadi atas persetujuannya juga. Awalnya dia berharap menikah dengan Ageng bisa membuatnya terlepas dari berbagai masalah yang dia hadapi saat hidup sendiri tanpa dukungan keluarganya, tetapi ternyata dia menggali jebakan untuk dirinya sendiri.

“OK … aku akan menikah dengan Ageng, semoga kalian puas,” ucap Queen lemah sambil meraih tas punggungnya. “Mungkin Papa dan Kak Rey bisa mulai mencari pengusaha kaya lainnya. Agar saat Ageng menceraikan aku, kalian langsung bisa menikahkan aku lagi, dan mendapat keuntungan yang bisa digunakan untuk memanjakan istri-istri kalian dengan tas dan perhiasan mahal.”

Queen bergegas melangkah meninggalkan Edi dan Rey. Bukan tanpa alasan jika sampai Queen berucap demikian. Meskipun tinggal terpisah dan tidak akrab, tetapi Queen sering melihat postingan media sosial keluarganya. Tidak jarang mereka menunjukkan barang-barang branded yang baru saja dibeli. Queen hanya bisa melangkah sambil mendengus kasar kala menyadari ternyata dia tidak lebih berharga dari barang-barang branded tersebut.

***

Setelah menunggu sekian lama akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Cyrus membelalakkan matanya terlihat tidak percaya dengan wanita pilihan Ageng. Penampilan Queen terlihat sangat jomplang bila dibandingkan dengan Davianna.

Cyrus menggelengkan kepalanya saat melihat Queen yang menggenakan celana jeans ripped dengan sobekan di bagian lutut dan paha cukup lebar yang dipadu dengan kaos oblong warna hitam dengan tulisan nama sebuah tempat wisata. Bukan lagi kasual, mungkin lebih tepat jika disebut seadanya. Sangat jauh berbeda dengan Davianna yang selalu tampil cantik, modis dan elegan.

“Kamu nemu di mana gadis seperti ini?” tanya Cyrus sambil berbisik

Belum sempat Ageng memberi jawaban, Queen sudah berdiri di hadapan mereka. Penuh basa-basi mereka pun saling melempar senyum sok akrab.

“Selamat siang!” sapa Queen yang langsung duduk di kursi yang masih kosong di hadapan Ageng dan Cyrus.

“Menjelang sore,” sahut Ageng sambil melihat jam mewah yang melingkar di tangan kanannya seolah menyindir Queen yang datang terlambat.

“Akhirnya datang juga.” Tanpa banyak bicara Cyrus segera mengeluarkan sebuah map berwarna merah dari dalam tas lalu menyodorkannya kepada Queen.

Terlalu lama menunggu membuat Ageng dan Cyrus tidak peduli dengan Queen yang baru saja datang. Kedua pria itu sampai lupa untuk menawarkan minuman atau makanan kepada Queen yang baru saja datang.

“Baca dan pelajari, jika ada yang kurang jelas bisa langsung kau tanyakan, dan jika sudah setuju kau bisa langsung tanda tangan,” ucap Ageng dengan begitu arogan sambil menyodorkan ballpoint mahal miliknya.

Queen segera meraih map merah di hadapannya. Dibacanya dengan saksama kata demi kata isi perjanjian pernikahan antara dirinya dengan Ageng. Setelah selesai, Queen menghembuskan napas secara kasar sambil menutup kembali map tersebut.

“Untuk kontrak selama dua tahun, aku akan menerima bayaran dua setengah miliar?” tanya Queen untuk memastikan.

“Ya, seperti yang tertera dalam surat perjanjian itu. Selain itu seluruh biaya hidupmu selama dua tahun … aku yang tanggung. Jadi kau akan menerima bersih dua setengah miliar setelah kontrak selesai.”

“Maaf, aku menolak perjanjian ini dan aku tidak mau tanda tangan.” Queen langsung menyodorkan kembali surat perjanjian tersebut kepada Cyrus.

Ageng dan Cyrus saling bertukar pandang, keduanya tidak percaya dengan keputusan yang diambil oleh Queen. Bagi Ageng, dia suah memberi penawaran yang sangat bagus kepada Queen. Dua setengah miliar adalah bayaran yang lebih dari cukup untuk membayar jasa Queen dalam pernikahan sandiwara yang akan mereka lakukan selama dua tahun.

“Bagian mana yang membuatmu tidak setuju dan menolak perjanjian ini?” Ageng berusaha tetap tenang dalam menghadapi Queen. Dia tidak ingin rencana yang sudah disusun bersama Davianna menjadi kacau dan berantakan.

“Aku tidak mau dua setengah miliar, aku mau kamu menyiapkan mahar lima miliar untuk bisa menikah denganku.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status