Hari ini kala jam makan siang kantor berlangsung Fadil iseng mengecek cctv kantor. Pria itu mendapati Latifa yang meninggalkan kantin tanpa menyentuh makanan di trai makan miliknya.Fadil yang khawatir Latifa akan jatuh sakit itu akhirnya memesan secara online beberapa buah roti untuk Latifa. Lalu mengantarkan langsung ke meja kerjanya.*Sore hari Fadil bersama Latifa sudah berada di resto mewah hotel bintang lima. Di tempat ini client Fadil mengatur jadual pertemuan mereka.'Ini restaurant memang sepi tidak ada pengunjung atau gimana, sih? Ehh, tapi harusnya kan jam segini ramai pengunjung.' Kaki Latifa mengekor langkah Fadil sambil pandangannya mengedar ke seluruh penjuru resto."Anda sudah tiba?" sapa wanita cantik yang ada di hadapan Fadil. Sedang Latifa fokus dengan isi pikirannya sendiri. 'Serius ini client yang akan pak Fadil temui sore ini?' gumam Latifa.Latifa mengernyit lalu memindai penampilan wanita cantik nan sexi yang hendak menyosor pipi Fadil namun, Fadil langsung m
_"Gimana, Fa?"_ tanya Hana._"Gue terlalu lama deh kayaknya ini ngerem di toilet bareng kalian. Gue duluan, ya. Pak Fadil minta gue menghadap soalnya."_Kembali tanpa menunggu persetujuan kedua sahabatnya itu. Latifa menekan tombol mengakhiri panggilan vidio call mereka bertiga._"Kayaknya jabatan mbak Ifa bakalan bikin doi sibuk banget itu, ya BaHan? Eh, maksudnya mbak Han, mbak Hana, hehehe,"_ ucap Neta pada Hana.Neta yang baru mendapatkan pengalaman pertama kali bekerja itu berfikir bagian pekerjaan baru Latifa cukup menguras waktu pribadinya. Bahkan saat ini sudah masuk waktu Isyak namun, wanita itu belum juga pulang ke rumah untuk istirahat sedang besok pagi sudah harus kembali lagi ke kantor untuk bekerja._"Sepertinya tetep dihitung lembur, deh,"_ ungkap Hana. Ia sama-samq tidak tahu.*Di waktu yang hampir sama dengan tempat Latifa berada. Harsa sedang berbicara serius dengan adik kandungnya."Mas kenapa mbak Latifa kemarin tidak ikut pulang bersama, Mas Harsa?" tanya Dewi p
Harsa yang kebetulan sedang online itu memilih melakukan panggilan vidio namun, Latifa langsung menekan tombol merah kala mendapati panggilan itu.Latifa yang tidak ingin Harsa salah paham illekas mengirim notifikasi pesan kembali yang ternyata bersamaan dengan Harsa yang juga langsung mengirimkan notifikasi pesan untuk Latifa kala panggilan vidio darinya di tolak._"Kamu sudah mau tidur, Sayang?"_ Harsa mengira Latifa menolak panggilan vidio call darinya karena sudah akan pergi tidur._"Maaf, Mas. Anak-anak sudah tidur semua, kita berbalas pesan saja, ya."_ Latifa beralibi. Ia memang sedang tidak ingin mengobrol secara langsung dengan siapapun. Pengalaman pertama menjadi seorang sekretaris bos nyatanya cukup membuatnya kelelahan. Terlebih saat ini waktu juga sudah cukup larut Latifa tidak ingin mengganggu penghuni rumah lainya yang pasti akan terganggu nantinya karena kebetulan kamarnya memang tidak kedap suara._"Iya, Sayang. Kamu kalo capek lekas ikut tidur juga, ya. Mas bisa tele
Tok ... tokk ... took ...."Mas Harsa! Nanang mas, tolong!"Dewi terus menggedor pintu kamar kakaknya khawatir sang kakak sudah tidur karena tidak kunjung membukakan pintu untuknya.Ceklek ...."Kenapa kamu mengetuk pintu kamar mas seperti orang di kejar setan, Dewi?" tanya Harsa pada Dewi. Napas adiknya itu nampak kembang kempis kala akan menjelaskan sesuatu padanya."Nanang, Mas. Nanang!" ucap Dewi. Wanita itu terus menyebut nanangnya sambil menunjuk ke bawah dimana kamar nanangnya berada.Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut dari adiknya itu Harsa lekas berlari menuruni anak tangga. Pikiran pria itu saat ini sedang berkelana tidak jelas," semoga tidak terjadi hal buruk pada, nanang hamba ya Rob."Sampai di kamar sang Nanang, Harsa mendapati papanya itu tengah menangis terisak dalam mata yang terpejam. Dewi yang lebih tahu kondisi awal nanangnya itu tentu langsung bercerita tanpa diminta di sela kepanikan Harsa membangu
"Ada apa, Mbak?" tanya Galih pada Latifa. "Ini nanang mbak, masuk rumah sakit lagi. Padahal kemarin kata mas Harsa sudah habis kontrol dan sua kondisinya baik."Perempuan itu memang kadang memanggil papa mertuanya nanang kadang papa."Apa sebenarnya sakitnya, mbak?" tanya Galih.Emak Rodiah yang melihat kedua anaknya belum juga memulai sarapan mereka itu langsung menegurnya."Sudah ... sudah. Lebih baik kita doakan saja semoga, pak Yusuf lekas sehat seperti sedia kala.""Aamiinn," ucap Adam, Latifa dan Galih kompak"Sekarang lebih baik kalian sarapan dan lekas berangkat supaya tidak terlambat" saran emak Latifa.Kedua anak dan cucunya itu pun menurut untuk memulai santap pagi mereka."Bunda, besok minggu malam kata bu guru Adam mau tampil, lho," ungkap Adam. Anak sulung Harsa dan Latifa itu ternyata cukup aktif di taman kanak kanak sehingga sering terpilih mewakili sekolah mengikuti berbagai perlombaan."Oya? Memang akan lomba apa, Sayang?" tanya Latifa, menanggapi ungkapan anakny
Tidak banyak berkomentar Latifa lekas berkemas. 'Semenjak menjadi Bos dia jadi nyebelin, sih! Dulu saat di kelas perasaan dia paling damai, tidak banyak berulah.' Latifa menggerutu sambil tanganya bergerak terus mengemas barang pribadi miliknya yang memang tidak seberapa banyak.Entah apa pemicunya Latifa tiba-tiba membedakan kondisi Fadil dahulu saat masih menjadi teman sekelas dan saat ini sebagai CEO di tempatnya bekerja.Yang pasti saat ini Fadil di mata Latifa terlihat pemaksa dan tidak pernah mau dibantah keinginannya.Di ruangan Fadil saat ini tengah menerima telepon dari sang mama yang tinggal di luar negeri. Sang mama berniat ingin berkunjung ke apartemen Fadil membicarakan perjodohan dirinya yang terlampau betah menjomblo itu."Mamah kalo mau jodohkan Fadil lagi mending tidak usah datang, ya. Fadil mau pilih pasangan Fadil sendiri, Mah. Fadil sudah ada target calonya, kok. Nanti jika semua sudah siap Fadil janji secepatnya kabari mamah. Tidak-tidak Fadil akan kenalkan di
Latifa teguh dengan keinginannya. Selain merasa tidak enak dengan sekretaris lama Fadil. Latifa juga ingin belajar tugas seorang sekretaris sebenarnya pada Leni."Baiklah jika, kamu memaksa. Aku pun tidak kuasa menolaknya," goda Fadil. Pria itu enggan berdebat dengan Latifa. Latifa mau menuruti permintaan menggantikan sekretarisnya yang lama saja sudah sangat bersyukur. Fadil tidak ingin Latifa merasa tidak nyaman karena perlakuannya sehingga mencoba menarik ulur.'Gue memang salah nempatin hati sama perempuan bersuami. Tapi mau bagaimana sudah mencoba melupakan justru semakin tertantang memilikinya,' gerutu Fadil, dalam hati. Semua perasaan itu hadir sebab dirinya tahu hubungan Latifa dengan sang suami tengah tidak baik-baik saja saat ini.Akhirnya Fadil mengambil gagang telepon yang ada di mejanya meminta anak buahnya untuk menyiapkan tempat sementara untuk Latifa berada di samping meja kerja Leni."Pak, tolong siapkan meja kerja untuk Bu Latifa di samping meja kerja Bu leni, ya,"
"Bu Latifa, ada perlu dengan saya, Bu Leni," tutur Fadil. Pria itu masih terus melangkahkan kaki untuk mengikis jarak."Maaf, Pak. Kebetulan Bu latifa belum cerita."Ekor mata Leni melirik tajam pada Latifa. Genggaman tangan Leni pada Latifa sedikit ia tarik-tarik menuntut penjelasan."Jadi, bagaimana Bu Latifa? Apakah kita bisa kita pergi sekarang?" tanya Fadil pada Latifa. Pria itu memberi kode dengan mata elangnya untuk melepaskan tautan tangan antara Latifa dna Leni."Maaf, Mba. Siang ini saya lupa harus menemani pak Fadil dulu. Mbak, tidak mengapa jika makan siang sendiri?""Iya, silahkan, Pak di bawa Bu Latifa-nya."'Hih, Mbak Leni. Emang aku barang apa? Main di suruh bawa saja.'Latifa kemudian mengekor Fadil yang lebih dulu meninggalkan jejak menuju lift.Selama di lift keduanya hanya terdiam, sampai saat pintu lift akan terbuka barulah Fadil mengucap," tunggu di depan, saya ambil mobil dulu."Siang ini Fadil memang ingin pergi hanya berdua saja dengan Latifa sehingga dirinya