"Mas, lebih baik kita bercerai saja, kita jalani hidup masing-masing. Dengan begitu kita tidak perlu saling menyakiti lagi," ungkap Siti Latifa pada Harsa Ishara, melalui notifikasi pesanya. Harsa yang tadinya memang ingin mengunjungi keluarga kecilnya di rumah mertuanya itupun, mendapati notifikasi pesan dari Latifa seperti itu segera merealisasikan niatnya, tanpa berkabar terlebih dahulu. Harsa tiba di rumah orang tua Latifa. "Astagfirullah!" ucap Siti Latifa. Siti Latifa menyingkirkan dengan cepat tangan kekar yang melingkar di perut yang memeluknya dari arah belakang tubuhnya. Ia sangat terkejut, kesadaran cepat ia kuasai, sehingga tidak sampai membuat kegaduhan di pagi buta seperti ini, di rumah kedua orang tuanya. "Mas Harsa? Mengapa dia bisa ada disini? Kapan dia datang?" guman Siti Latifa sembari berusaha mengumpulkan kesadaran. Ia lekas beranjak dari posisinya yang kini sudah berubah pada posisi duduk. "Sayang, kamu mau ke mana?" tanya Harsa pelan. Tanpa merasa bersalah sedikitpun, dan dalam keadaan mata yang nampak masih terpejam, namun, satu lengan Harsa berhasil menahan laju sang pujaan hati untuk tetap berada di posisinya. Harsa berharap, sang istri, Siti Latifa, yang kerap dipanggil Ifa, itu, urung meninggalkannya. Karena, sejujurnya ia masih sangat merindukannya. Dengan memejamkan mata malas, sesaat Latifa berusaha meredam rasa yang sulit diartikan saat ini, akhirnya ia memilih sambil meredam kekesalannya dan masih tetap pada posisinya, duduk di tepi tempat tidur dan urung hendak beranjak dari tempat tidur tersebut. Ada rasa bercampur aduk dalam hati Siti Latifa saat ini, antara rindu, kesal juga benci, ketika mengingat perlakuan suaminya terdahulu kepadanya. Namun, saat ini tentu bukan waktu yang tepat untuk mendeskripsikannya. Sungguh rasanya Latifa ingin pergi saja menghindari Harsa lebih dulu pada saat ini, jika tidak ingat akan membuat kegaduhan di rumah orang tuanya.
Lihat lebih banyakLatifa hampir kehilangan keseimbangan ulah Fadil. "Kamu melamun?""Euh ... tidak Pak, maaf." Latifa kemudian menerima potongan cake pertama itu dari Fadil."Terima kasih!"Fadil mengangguk, lalu kembali mengajak tim nya untuk ikut menikmati cake birthday miliknya."Ok, silahkan mulai meeting kali ini dengan kudapan yang manis terlebih dahulu," ucap Fadil, saat mempersilahkan tim nya memakan cake birthday ultahnya. Namun, sebelumnya ketua tim mendekat pada Fadil untuk memberikan hadiah untuk Fadil."Ini tidak mahal, tapi tolong terima ini sebagai bentuk perhatian juga ketulusan kami, Pak!" seru ketua tim mewakili yang lain, pada Fadil.Fadil menerima bingkisan itu, dan tidak lupa mengucapkan terima kasih. Kemudian memberikannya pada Latifa untuk diurus."Nanti, saya bawa ke kamar Anda. Ini sudah cukup larut lebih baik sekarang kita mulai saja meeting nya."Latifa mengusulkan, yang langsung disetujui semua tim yang ada di sana. Viktor yang bukan bagian tim di minta Fadil untuk tetap st
Latifa usai melakukan panggilan telepon dengan Harsa bergegas menuju ruang meeting. Wanita itu berjalan setengah berlari, khawatir yang lain sudah berkumpul semua di sana, hanya tinggal menunggu dirinya.Ketika sudah sampai di depan ruangan, Latifa menekan handle pintu kemudian sedikit mendorong pintu untuk membukanya.Mata Latifa edarkan ke ruangan. Namun, tidak mendapati sosok Fadil di sana. Dengan segera Latifa menutup kembali pintu tanpa bersuara, kemudian mencari keberadaan Fadil. "Di mana dia?"Tujuan pertama Latifa langsung ke lantai dua.Latifa menaiki satu persatu anak tangga menuju lantai dua yang terdapat kamar Fadil di sana. Ketika sudah sampai di tempat yang dituju, Latifa tidak mendapati sang CEO di sana. Sudah berulang kali Latifa mengetuk pintu kamar, si empunya kamar tak kunjung keluar. Latifa memberanikan diri masuk, khawatir Fadil ketiduran. Namun, memang Fadil tidak ada di dalam sana."Di kamar mandi juga tidak ada," cicit Latifa. Wanita itu melihat pintu toilet d
"Ada apa ini?"Harsa bertanya kepada orang-orang yang ramai mengerumuni Dewi sang adik."Siapa perempuan tadi, Harsa ?" tanya salah satu wanita paruh baya yang berada di antara kerumunan itu cukup kasar.Ya kerumunan itu memang di dominasi wanita paruh baya yang memang bergosip menjadi hobi keseharian mereka. "Iya Bli! Siapa perempuan tadi?" Wanita paruh baya lainya, ikut saling bersahutan mencecar Harsa dengan pertanyaan, usai salah satu di antara mereka melontarkan pertanyaan pada Harsa."Itu teman Mas Harsa Buk, mohon maaf kami mau istirahat dahulu, ya!" Dewi menarik sang kakak dari kerumunan wanita paruh baya untuk masuk ke dalam rumah.Tidak lupa dengan sigap Dewi menutup rapat pintu rumah, kemudian menguncinya dari dalam.Suara sorakan, sebagai bentuk protes pun terdengar riuh di luar pintu. Mereka tidak terima dengan sikap Dewi yang tidak mau memberitakan hal yang ingin mereka ketahui.Lagi pula Dewi tidak memiliki keharusan menceritakan apapun kepada ibu-ibu rumpi berkedok
"Kalian makan siang tanpa menunggu kami?" Celetuk Fadil, yang mampu membius aktifitas makan siang anggota tim nya.Anggota tim yang tadi terdengar tertawa cekikikan sambil menikmati kudapan pun menjadi mati kutu, sebab kehadiran Fadil.Mereka berdiri serempak sambil membungkukkan badan. Belum ada yang berani buka suara meski hanya sekedar mengucapkan permohonan maaf.Latifa yang menyadari situasi canggung di antara mereka tertawa kecil kemudian berkata," kita bisa ikut menyusul makan siang sekarang, Pak!"Anggota tim yang tadi membungkuk pun menegakkan badan kembali. Salah satu dari mereka, yang tak lain merupakan ketua tim buka suara ," mohon maaf, Pak. Kami mengira tadi Anda dengan bu Latifa hendak pergi makan siang di luar".Ketua tim itu memperlihatkan kudapan makan siang mereka yang kondisinya sudah hampir bersih di setiap piring sajinya.Fadil memutar bola mata malas kala melihat keadaan yang ada. Latifa yang menyadari itu bergegas mengalihkan fokus mereka." Kita bisa makan sto
"Ini rumah ku, em maksudnya rumah ke dua almarhum orang tuaku," kata Harsa.Pria itu mengajak Adhira berkunjung ke rumah.Dari arah pintu utama rumah keluar Dewi, wanita itu ingin tahu ada suara siapa di depan rumahnya yang terdengar cukup jelas ada yang datang dari dalam rumah."Siapa Mas?"Tanpa basa basi Dewi bertanya pada Harsa."Eh, iya Wi ... Kenalin ini Adhira istri almarhum teman Mas.""Adhira, kenalkan ini adik kandungku Dewi."Usai Harsa saling mengenal kan. Dewi juga Adhira mengulurkan tangan kanan mereka untuk saling berjabat."Almarhum teman Mas di Bali? Yang mana?"Dewi terlihat berfikir. Mencoba mengingat teman kakaknya yang ada di Bali. Setahu dewi, dahulu kakaknya ini jika punya teman akrab selalu diajak berkunjung ke rumah. Sehingga wanita itu sampai berfikir wanita yg kakaknya akui sebagai istri almarhum temannya yg diajak berkunjung ke rumah ini dahulunya pasti memiliki hubungan cukup dekat dengan sang kakak."Ingat Hadi?" tanya Harsa pada Dewi.Sang adik yang dit
"Mbak kita serius satu mobil dengan pak Fadil, berangkat ke Bandung?" tanya Neta pada Latifa.Ya selain tim yang terdiri dari lima orang, satu orang tambahan yang Latifa minta pada Fadil untuk menemani perjalanan bisnis kali ini adalah Neta."Kita tunggu pak Fadil saja, ya," jawab Latifa." Kalo mobil tim masih bisa bawa, enak ikut mereka Mbak. Aku, kok horor mau ikut mobil pak Bos," ungkap Neta, lagi. Gadis itu terlalu polos, sehingga mudah baginya mengucapkan itu.Latifa hanya tersenyum tipis menanggapi ungkapan polos sahabatnya. Tidak lama kemudian mobil Fadil tiba , kali ini Fadil duduk di balik kemudi. Padahal bisa saja pria itu pergi bersama sopir kantor. Namun, entah mengapa tidak pria itu lakukan.Fadil memberi kode pada Latifa untuk masuk ke mobil yang di kendarainya. Latifa patuh hendak membawa Neta bersamanya masuk ke dalam mobil Fadil, akan tetapi gadis itu tersenyum sedikit dipaksakan sambil menahan langkahnya. Memberitakan mobil satu lagi sudah terlihat dari arah b
Tujuh hari kepergian sang nanang Harsa berlalu. Pagi ini Dewi masih berada di rumah itu membersamai sang kakak merapikan segala hal. " Mas, setelah ini Kamu akan tetap tinggal di sini, kan? Aku nggak mungkin bisa tinggal di rumah ini, Mas. Mas Dito tidak mungkin mau meninggalkan bapaknya yang sudah sepuh itu, guna pindah ke sini. Kamu tahulah sendiri adiknya itu meski perempuan, ia masih belum dewasa. Belum bisa dipercaya untuk mengurus rumah juga bapaknya dalam sekali waktu."Dewi terlihat sedang menyusun kembali perabotan ke dalam almari usai menanyakan itu pada sang kakak."Apa menurut Kamu? Mbak Kamu Latifa bakal mau tinggal di sini lagi, Wi? Sampai detik ini saja, dia selalu menghindar jika aku bahas perkara balik lagi ke sini," jawab Harsa.Harsa memberhentikan aktifitasnya menyapu lantai kala menjawab pertanyaan sang adik. Kini ia memilih lanjutkan lagi ketika sang adik tak kunjung memberi jawaban.Mereka tinggal di Bali memang tanpa asisten rumah tangga. Hanya pegawai rewa
Di Bali pemakaman nanang Harsa berjalan lancar. Banyak tetangga juga sanak saudara yang hadir menanyakan keberadaan Latifa sebagai istri Harsa yang tidak ikut mendampingi Harsa di titik terendahnya dalam hidup saat ini. Bagaimana tidak? Dalam satu tahun Harsa sudah kehilangan dua orang sekaligus orang yang disayangi, kedua orang tuanya. Yang lebih menyedihkan lagi di kepergian nanangnya ini, Harsa tidak didampingi keluarga kecilnya sebab alasan tertentu. Mereka yang tidak tahu kondisi Harsa saat ini banyak yang ber-desas desus mengatakan rumah tangganya dengan sang istri sudah berakhir.Salah satu kakak dari nanangnya mendekat pada Harsa. Wanita paruh baya itu hendak mencari tahu tentang keberadaan Latifa yang tidak turut hadir di antara mereka," ke mana istri Kamu Harsa? Apakah kalian sudah sungguh telah berpisah?"Wanita paruh baya itu memang terbiasa blak-blakan saat berbicara. Apalagi sedari dirinya hadir di rumah duka, ramai terdengar samar pada indera pendengarannya membah
Latifa masih mengekor Fadil sampai pria itu tiba di depan ruangannya. Handle pintu pada pintu menjulang tinggi itu akhirnya ia lepaskan kembali, berbalik badan mengarah pada wanita yang dicintainya."Mau bicara di sini atau di dalam?" tanya Fadil. Pria itu seolah tahu yang Latifa butuhkan saat ini adalah waktu untuk dirinya bernegosiasi atas permintaannya untuk menemani perjalanan bisnis menggantikan Dimas besok.Orang tua Dimas di kampung masuk rumah sakit tadi malam, membuat laki-laki itu langsung mengajukan cuti guna menjenguknya.Latifa ingin berbicara di luar ruangan. Namun, khawatir akan ada yang mendengar obrolan lebih tepatnya mengetahui cinta bertepuk sebelah tangan Fadil."Tidak ingin ke duanya? Mau bicara di luar kantor sambil sarapan?" tanya Fadil lagi, kala melihat Latifa tak bergeming."Anda cenayang, ya Pak? Tapi saya sudah sarapan tadi di rumah." Latifa menjawab sambil memilin kedua jari telunjuknya. Terlihat begitu menggemaskan di mata Fadil saat ini." Kamu bisa minu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.