"Yah. Izinkan Laila Yah, Laila mohon," pinta Laila. Matanya tak beranjak sedikit pun dari ayahnya. Ia terus menatap penuh harapan agar sang ayah memberinya izin untuk bekerja."Tidak! Ayah tidak akan pernah setuju kamu bekerja! Lagian Fatih masih kecil La, dia butuh kamu!" Pak Anton begitu tegas menolak permintaan Laila, ia tak mau Laila meninggalkan anaknya demi mencari pekerjaan."Tapi Yah, siapa yang akan mencari uang kalo misal Laila tidak menerima tawaran itu?" tanya Laila."Uang pasti akan ada selama kita tidak mengeluh. Ayah akan cari bagaimana pun caranya," jawab Anton tegas."Bagaimana caranya Yah? Ladang kita sudah tidak punya tanaman. Semuanya sudah panen hari ini, tabungan Ayah juga sudah habis. Ayah juga tidak bisa bekerja diperkebunan lagi," ucap Laila mengelak. Ia harus bisa membujuk ayahnya agar bisa memberinya izin untuk bekerja."Sekali Ayah tidak setuju! Ayah tidak setuju!" teriak Anton tegas yang membuat Laila terdiam
"Baiklah, Ayah izinkan kamu bekerja. Ayah dan Ibu setuju kamu kerja," ucap Anton yang membuat Laila tersenyum mengembang."Terimakasih Yah. Laila janji, bakalan bahagiain Ayah dan Ibu," balas Laila.Anton dan Susi hanya bisa tersenyum, sebenarnya dalam hati kecil Anton sedih. Ia tak bisa melindungi dan menjaga mereka, ia telah gagal mensejahterakan Keluarganya.****Sore hari, Fitri datang ke rumah Laila seperti janjinya di telpon. Fitri ingin memastikan sahabatnya itu, apa ia menerima tawarannya bekerja atau tidak. Jika menerima, ia senang karena bisa pulang pergi bekerja memiliki teman. Tapi jika tidak, Fitri juga tidak mau memaksa. Sejujurnya ia kasian melihat sahabatnya itu, beruntung dirinya tak memiliki rupa secantik Laila, jadi tak jadi pilihan keluarga Fernando.Saat mereka sekolah dulu, Fitri kerap kali iri dengan kecantikan Laila, teman di sekolah sampai pemuda di desanya sangat mengagumi Laila, mereka begitu tergila-gila dengan
"Mau apa lagi kamu?" tanya Laila."Sabar Sayang ... Aku hanya rindu," ucap Zidan tidak punya malu."Cuuuih! Rindu katamu? Manusia tak punya hati!""Kamu ..." Tatapan Zidan seakan ingin memangsa Laila, Zidan marah karena sikap dan perkataan Laila yang sudah berani padanya."Apa yang kamu perbuat pada kedua orang tuaku, hah!" teriak Laila. Namun Zidan menanggapi dengan santai."Sabar dong Sayang. Aku cuma memberi mereka pelajaran. Mereka sudah berani padaku soalnya," kata Zidan enteng."Kamu keterlaluan Zidan. Apa salah keluargaku padamu, hah! Seharusnya aku marah padaku dan keluargamu itu. Kalian manusia jahat! Tidak punya rasa kasian, kalian manusia tak punya hati!"Plaaaak!"Lancang kamu berucap!" geramnya menampar Laila.Laila menyentuh pipinya yang kebas karena tamparan Zidan begitu kuat. Laila menatap tajam ke arah Zidan, ia tak akan mau menumpahkan air mata di depan laki-laki yang tidak p
"Ma-af Uda. Tadi ada masalah di jalan," ucap Fitri gugup."Benar Uda. Saya minta maaf karena sudah terlambat. Padahal ini kali pertamanya saya bekerja," timpal Laila.Keduanya tertunduk, tak berani menatap mata pemilik rumah makan Padang itu. Ada getar hebat di dada Laila, pasalnya jika pemilik kedai itu marah. Maka ia pasti tidak jadi diperkerjakan di tempatnya.Dengan kondisi cemas, Laila terus berdoa dalam hati. Agar sang pemilik tidak mempermasalahkan soal keterlambatannya. Laila sadar, seharusnya tadi ia tidak meladeni Zidan. Jika begini, hanya penyesalan yang ia rasakan."Sudah tidak apa-apa. Kalian langsung kerja aja," jawab pemilik warung itu."Ya Allah beneran Uda?" tanya Laila tak percaya."Iya. Saya sudah kewalahan itu, banyak sekali pelanggan," katanya.Laila dan Fitri senang bukan main, ia bersyukur pemilik warung itu baik. Ia bisa bernafas lega sekarang karena sang pemilik tidak lagi mempermasalahkan keterlambatannya.Laila dan Fitri mulai bekerja. Sebaik mungkin Laila be
"Ya Allah Nak. Kenapa badanmu panas," ucap Laila panik. Fatih si bayi merah itu demam."Ibu tidak tau Nak, sejak pagi Fatih tidak mau menyusu, dia nangis terus," terang Susi menatap nanar cucunya."Ayah dimana Bu?" tanya Laila. Sejak dirinya pulang, ia tak melihat keberadaan pak Anton."Ayahmu sedang keluar. Dia mencari bantuan untuk pada penduduk desa, untuk membawa Fatih ke Puskesmas. Kamu tau La, kita tidak punya uang lagi. Tapi, Ayahmu sangat mencemaskan Fatih sejak pagi tadi," ucap Bu Susi sedih.Laila terdiam, ia benar-benar sedih dengan keadaan putranya dan juga kehidupan orang tuanya sekarang. Belum pernah Laila berada di posisi tersulit seperti ini. Meski mereka berasal dari keluarga sederhana, tapi belum pernah Laila mendapati posisi terburuk seperti yang ia rasakan sekarang. Tak punya uang dan bingung."Laila minta maaf Bu. Semua gara-gara Laila. Kalian susah semua itu gara-gara Laila!" ucap Laila tersedu sedan."Jangan bicara seperti itu. Semua sudah takdir. Kami lebih baik
Zidan diam, Laila lantas mengajak kedua orang tuanya untuk kembali berjalan membawa si kecil Fatih untuk berobat.Setelah kepergian Laila. Zidan masih termenung, ia seakan termakan dengan ucapan mantan istrinya itu."Zidan! Apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu biarkan wanita gembel itu pergi!" bentak Anggraini kesal."Benar. Kenapa Bang Zidan diam saja," sambung Vallen yang juga kesal dengan sikap kakaknya.Zidan masih diam tak bergeming. Wajahnya seperti tengah berpikir. "Ma, mungkinkah Bang Zidan terpengaruh omongan wanita rendahan itu?" bisik Vallen meminta tanggapan ibunya."Halah. Tidak mungkin!" tolak Anggraini tak percaya. Ia lantas mendekati Zidan dan menepuk pundaknya kencang."Zidan! Bodoh kamu," hardik Anggraini."Ada apa Ma?" tanya Zidan kesal karena ibunya sudah membuatnya kaget."Apa maksudmu membiarkan wanita bodoh itu lolos! Apa?" bentak Anggraini meminta penjelasan."A
"La ... Laila!" teriak Fitri dari arah jalan, ia berlari ke arah rumah Laila. Melihat Fitri datang, Laila mendelik tak percaya."Lho, kenapa kesini Fit?" tanya Laila saat sahabatnya itu sampai didepan teras rumahnya."Hos, hos ... Aku, aku dengar Anakmu sakit. Benarkah?" tanyanya dengan tersengal-sengal. Rupanya lari itu membuat nafas Fitri tak beraturan."Iya Fit. Kamu tau dari siapa?" tanya Laila."Dari Ayahku. Tadi Ayahku bilang jika Anakmu tengah sakit," jawab Fitri masih tak beraturan.Laila ingat lagi kala ayahnya bilang jika ia mendapat bantuan dari pak Kasman, ayah Fitri."Iya Fit. Alhamdulillah berkat pertolongan Ayahmu kemarin, aku bisa bawa Anakku berobat Fit," tutur Laila bersyukur."Alhamdulillah kalo gitu, aku sangat cemas sekali La. Anakmu itukan masih sangat kecil, kasian sekali ia sampai sakit," ucap Fitri iba.Mendengar kalimat sahabatnya itu, Laila merasa haru. Masih ada orang yang p
"Mau makan apa?" tanya Laila lagi."Kamu itu ya ..." "Cukup Zidan," cegah Anggraini. Ia menahan tangan anaknya yang ingin melakukan tindakan kasar pada Laila."Kenapa Mama menahanku!" ucap Zidan penuh emosi."Sabar. Kendalikan dirimu. Ikuti cara Mama," bisik Anggraini agar tidak terdengar oleh Laila."Kami pesan nasi padang pakai rendang saja. Sudah sana buatkan!" perintah Anggraini."Baik." Laila langsung berlalu meninggalkan mereka semua.Selepas Laila pergi, Anggraini kembali mendapat kecaman kesal oleh anak kesayangan itu. Pasalnya, ia sendiri yang menasehatinya untuk tidak lemah dihadapan mantan istrinya itu."Kenapa Mama melepaskan dia!" ucap Zidan kesal."Benar Ma. Ini kesempatan kita mempermalukannya.""Betul sekali Ma. Aku bingung dengan yang Mama pikirkan.""Cukup! Diam semuanya. Mama punya cara yang lebih dari hanya memperlakukan dia!" bisiknya tegas.Ket