"Itu sangat memalukan." Anna memijat kepalanya."Tapi aku lihat, Tuan memakainya dengan sangat bangga." Darcy malah tersenyum, ketika melihat sang nyonya terlihat sedikit menderita. "Bahkan Ian mengatakan Tuan menyukai hadiahnya."Yang benar saja." Anna langsung membentak. "Itu adalah hadiah paling kekanakan untuk lelaki dewasa.""Tapi aku melihat Tuan menggunakannya." Darcy mengedikkan bahunya dengan santai. "Hanya sekilas saja, tapi aku melihat dia memakainya.""Sekarang aku menyesal memilih hadiah itu dan menyesal memberinya di pagi buta tadi." Anna kini menyugar rambutnya dengan frustrasi."Nyonya, tolong rambutnya jangan dibuat berantakan." Darcy tentu saja langsung protes. "Para penata rambut itu baru saja mengeringkan rambutmu.""Baru dikeringkan, Darcy. Ini sama sekali belum ditata, jadi kau tidak perlu histeris seperti itu."Anna kembali memijat pangkal hidungnya. Dia kini merasa ingin segera kabur saja dari salon yang dia datangi, lalu nanti, Elizabeth dan Astrid jug
"Kenapa kau terus menatap kami seperti itu?" hardik Elizabeth dengan mata melotot. "Mom pikir pukulan kalian itu tidak sakit?" balas Alaric ikut melotot. "Siapa suruh bahasa yang kalian gunakan itu terlalu ambigu." Kali ini, Astrid yang protes. "Maaf." Tentu saja pada akhirnya Anna yang meringis karena merasa bersalah. "Lain kali, aku akan lebih memperjelas ucapanku." "Tidak perlu merasa bersalah, Nak. Yang seharusnya disalahkan ini adalah suamimu, karena tidak bisa meluruskan apa yang kau katakan." Elizabeth malah membela menantunya. Merasa tidak akan pernah bisa menang melawan para perempuan di keluarganya itu, Alaric memilih untuk mengangkat kedua tangannya ke udara. Mungkin lebih baik kalau dia melihat awan dari jendela pesawat pribadi yang mereka naiki. Setelah tinggal satu hari lagi, keluarga Crawford pada akhirnya memilih untuk segera pulang ke rumah. Walau Alaric sudah memutuskan ingin mundur dari jabatan menterinya, walau belum pelantikan, tapi banyak yang harus d
"Hei, maaf. Apa aku membangunkanmu?" Anna yang baru terbangun dari tidur panjangnya, langsung melebarkan senyum ketika dia mendengar suara itu. Walau masih agak mengantuk, tapi tentu saja dia bisa mengenali suara suaminya sendiri. "Tidurlah lagi," pinta Alaric ikut tersenyum, ketika sang istri malah mendekat padanya dan memberikan pelukan. "Aku ingin melakukannya, tapi aku juga mau mendengar petualanganmu," ucap Anna yang kini menjadikan dada sang suami sebagai bantalnya. "Petualangan?" Mau tidak mau Alaric tertawa pelan. "Petualangan apa yang kau maksud?" "Tentu saja petualanganmu menemukanku," jawab Anna masih dengan mata mengantuknya. "Aku ingin tahu lebih banyak lagi, sebelum nantinya kau sibuk dengan pekerjaan." "Oh, kau benar." Alaric baru teringat kalau masa jabatannya tinggal menunggu beberapa bulan lagi. "Tapi aku harus menyiapkan pesta ulang tahun dulu sebelumnya." "Nanti aku akan membantumu, jadi coba ceritakan padaku apa yang terjadi dan bagaimana kau menemuk
Pelayan yang tadi mengetuk pintu, tersentak pelan. Setelahnya, dia maju melangkah dengan sangat perlahan dan membuat apa yang tersembunyi di belakangnya terlihat."Hai, Brother." Sapa Alaric yang tengah menodongkan pistol pada pelayan di depannya."Wah, aku tidak menyangka kau bisa menemukan tempat ini." Walau kesal, Fritz masih tetap bisa tersenyum pada adik lain ibunya itu."Kau pikir hanya karena kau kaya, aku tidak tahu apa yang kau punya?" tanya Alaric masih menodongkan pistolnya. "Aku lebih kaya, Bro. Informasi tentangmu mengalir dengan cepat hanya karena uang.""Sombong," desis Fritz mulai marah. "Kita akan lihat sampai mana kesombonganmu itu bertahan."Fritz tiba-tiba saja melangkah cepat ke arah Anna. Dia sudah tua dan bisa dibilang lambat, tapi Alaric pun tidak bisa bergerak cepat karena ada sedikit halangan di depannya. Apalagi, jarak Fritz dengan Anna lebih dekat dibanding Alaric."Lepaskan istriku," ucap Alaric disertai dengan desisan pelan."Sayangnya, aku tidak
"Tuan, mobil sudah siap." Suara Caspian terdengar dari headset yang dipakai Alaric. "Tapi, kita agak kesulitan mendapatkan pengawal tambahan. Hanya ada dua yang bersamaku dan hanya sedikit yang ada di sekitar sana.""Carikan saja," balas Alaric yang masih duduk di dalam kokpit helikopter. "Aku juga sudah meminjam pengawal Levi yang dia bawa dan meminta tolong pada Megumi.""Oh, rupanya perempuan itu berguna juga." Caspian mendengus pelan. "Aku juga sudah mencari tahu lokasi terakhir mereka dan sepertinya cukup jauh.""Bagikan saja lokasinya dan aku akan mencoba untuk mencari tempat mendarat yang tepat," ucap Alaric yang kini menutup mata dan bersandar ke kursi. "Carikan juga cara, agar aku tidak ketahuan.""Tentu saja, Tuan. Aku akan tiba sebentar lagi."Alaric mengembuskan napas yang terasa sangat berat. Dirinya sudah sangat lelah setelah penerbangan yang sangat jauh, tapi tetap tidak bisa berbaring untuk istirahat karena Anna belum ditemukan."Kenapa juga belum ada kabar dari
"Aku tidak mengenalmu." Tentu saja itu adalah hal pertama yang diucapkan oleh Fritz, ketika melihat Megumi. "Tapi rasanya, aku mengenal lelaki di belakangmu. Apa kita pernah bertemu?""Oh, tidak." Levi dengan cepat menggeleng. "Tentu saja tidak.""Baiklah, untuk saat ini aku tidak akan terlalu peduli dengan siapa kalian." Untungnya Fritz mengangguk, seolah bukan apa-apa. Hal yang membuat dua orang yang menerjang masuk itu bisa sedikit mengembuskan napas lega, walau ternyata kelegaan itu hanya bisa bertahan sebentar saja."Tapi tentu saja aku akan menuntut kalian atas semua kerusakan dan kerugian yang aku timbulkan," lanjut Fritz kini memasang ekspresi tidak senang."Yang benar saja." Kini mau tidak mau, Megumi kembali berakting. "Setelah kau yang mengundangku dan para pengawalmu yang kurang ajar, kenapa harus aku yang mengganti rugi?""Karena aku tidak pernah mengundangmu. Kau penipu.""Tapi kau memang mengundangku." Kini Megumi merogoh kantongnya. "Apa kau mau melihat bukti
"Apa yang terjadi?" Anna bertanya pada diri sendiri, karena semua orang pergi meninggalkannya. "Apa yang kau lakukan di situ?" Seorang pelayan masuk ke dalam kamar dan itu adalah pelayan yang memberinya surat kemarin malam. "Kenapa malah tinggal dan tidak segera kabur?" "Masalahnya, aku tidak bisa." Anna yang sejak tadi berusaha untuk berdiri dengan tegak, kini tiba-tiba saja terjatuh dan duduk di lantai. "Rasanya sesak dan panas." "Jangan bilang kau memakan makanan yang dibawakan untukmu?" Si pelayan jelas saja akan melotot. "Aku kan sudah memberi peringatan." "Tapi peringatanmu datang terlambat," ucap Anna berusaha untuk mengatur napas, sambil berbicara. "Aku sudah makan sedikit ketika suratmu datang dari bawah celah pintu. Tapi, kenapa tiba-tiba menolongku?" "Kau masih bertanya?" Pelayan tadi hanya bisa geleng-geleng kepala. Si pelayan tidak banyak berbicara dan memilih untuk membantu Anna bangun. Tentu saja, itu membuat Anna sedikit bingung. Apalagi, perempuan itu jelas
"Tunggu dulu, Nona." Seorang lelaki, menghalangi seorang perempuan yang memaksa masuk melewati pagar. "Kau tidak bisa masuk seenaknya.""Apa yang kau maksud dengan tidak bisa masuk seenaknya?" tanya Megumi dengan mata melotot. "Aku ini datang dengan undangan pemilik rumah, aku ini pacarnya.""Kami mengerti kau mungkin pacar Tuan." Lelaki yang lain mencoba untuk menjelaskan dengan lebih pelan. "Tapi biar bagaimana, sekarang ini Tuan kami sedang tidak bisa diganggu. Jadi mungkin ....""Omong kosong." Megumi malah mendorong lelaki yang baru saja bicara. "Kalau kau tidak ingin aku dan mobilku masuk, maka biarkan aku masuk sendiri saja. Aku bisa jalan kaki, walau nanti kakiku bisa lecet.""Nona, kami mohon." Lelaki kedua kembali mencoba dengan lembut."Kalau kau tidak ingin celaka, mungkin lebih baik kau pergi saja." Berbeda dengan lelaki kedua, lelaki pertama memilih cara yang lebih kasar. "Kau bahkan tidak mau membiarkan kami melapor pada Tuan.""Oh, kau berani kurang ajar padaku
"Dia meminta pembalut?" tanya Fritz dengan sebelah alis terangkat. "Memangnya ada masalah dengan itu?" "Bukankah Tuan ingin memanfaatkan tubuh Nona Anna?" tanya asisten Fritz dengan kedua alis yang terangkat. "Kau tidak mungkin melakukannya saat dia sedang mendapat tamu bulanan bukan?" "Kenapa memangnya? Tidak boleh?" Si tua Fritz malah balas bertanya. "Itu jelas bukan hal yang sehat, Tuan." Kini si asisten makin mengerutkan kening. "Memangnya kau pikir apa gunanya karet pengaman?" Kini giliran Fritz yang menaikkan kedua alis. "Lagi pula kau pikir kenapa sampai sekarang aku masih sehat, walau sudah meniduri banyak lelaki dan perempuan? Aku tidak pernah melewatkan menggunakan proteksi." "Jadi kau berhentilah membicarakan masalah kesehatan dan lakukan sesuai rencana. Masukkan obat ke dalam apa pun yang dimakan oleh Anna dan beritahu aku kalau obatnya sudah bekerja." "Aku akan meminta orang-orang agar memantau CCTV di kamar itu lebih seksama." Mau tidak mau, si asisten menurut