Melarikan diri dari lelaki tua bangka yang meminangnya karena utang keluarga, Anna malah bertemu dengan calon perdana menteri negara lain. Siapa sangka Alaric harus membalas hutang budi pada Anna dengan jalan pernikahan. Masalahnya, Anna sekarang harus menghadapi dunia sebagai istri dari seorang Alaric. Lelaki tampan yang mungkin akan menjadi perdana menteri paling muda jika berhasil menang. Apakah Anna bisa membantu sang suami atau dia hanya akan menjadi penghalang yang dibenci semua orang?
View More"Pindah warga negara?" tanya Anna dengan mata melotot. "Ya, biar bagaimana kau itu kan istriku." Alaric mengangguk, sambil melepas dasinya karena tangan Anna berhenti bergerak. "Aneh jika kau belum mengurus sesuatu seperti itu, walau tidak bisa langsung juga." "Bukannya proses pindah warga negara itu butuh beberapa tahun ya?" tanya Anna kembali membantu sang suami merapikan pakaian yang sudah dibuka. "Sebenarnya ya." Kini Alaric beralih duduk di sofa panjang yang ada di depan ranjang. "Tapi karena kau istriku, mungkin ini bisa sedikit dipermudah. "Mungkin tidak perlu menunggu selama bertahun-tahun. Mungkin setahun sudah bisa." "Itu namanya menyalahgunakan kekuasaan, Al." Anna berdecak pelan. "Itu tidak baik." "Aku tidak melakukannya." Alaric mengedikkan bahu dengan santai. "Yang aku lakukan hanya menjamin dirimu sebagai suami, apalagi kau sudah tinggal cukup lama bukan? Mungkin sudah lebih setengah tahun?" Kedua mata Anna berkedip mendengar apa yang diucapkan sang suami.
"Oh, Tuhan! Aku tiba-tiba saja merasa takut." "Tidak perlu takut." Alaric tersenyum miring melihat kelakuan istrinya yang seperti murid baru di sekolah yang baru. "Aku ada di sampingmu. Lebih tepatnya, kau hanya perlu menempel padaku." "Yakin tidak ada yang perlu aku lakukan?" tanya Anna dengan mata melebar. "Biar bagaimana, ini kampanyemu kan? Setidaknya aku harus melakukan sesuatu." Kali ini, Anna menemani sang suami untuk melakukan kampanye yang tinggal beberapa hari lagi. Dia bersedia untuk ikut, karena merasa bosan kalau harus di rumah terus. Lagi pula, mereka bisa sekalian jalan-jalan, karena tentu saja Alaric akan berkeliling. "Kau tidak perlu melakukan apa pun," balas Alaric dengan senyum lebar. "Cukup berdiri dan mengekoriku saja." "Aku kan bukan anak anjing, kenapa harus mengekorimu terus?" Anna pura-pura cemberut, hanya untuk mengganggu suaminya. "Tentu saja agar aku bisa menjagamu dengan benar," jawab Alaric tanpa ragu. "Apalagi nanti pasti akan sangat ramai, j
"Tolong aku." Marjorie nyaris saja berteriak pada ponselnya. "Aku membutuhkan bantuanmu untuk menyingkirkan Anna. Bunuh dia." "Bunuh katamu?" Lelaki yang menemani Marjorie berbicara malah tertawa. "Apa aku tidak salah dengar, atau kau mungkin lupa dengan perjanjian kita." "Oh, ayolah Pak Tua." Marjorie menggeram pelan. "Banyak perempuan lain di luar sana, kenapa harus Anna?" "Karena dia adalah Anna," jawab lelaki itu. "Jawaban yang sangat singkat, padat dan jelas bukan? Tapi sayangnya, kau tidak berhasil melakukan apa pun." "Aku berhasil membuatnya diculik, kehilangan anak, bahkan membuat dia jadi korban pemerkosaan. Apa lagi yang kurang?" tanya Marjorie dengan dua alis terangkat. "Itulah masalahnya Marjorie," desis lelaki yang hanya terdengar suaranya itu. "Aku memintamu menjauhkan mereka dan sedikit mengancamnya, tapi yang kau lakukan malah melukai barang milikku." "Aku rasa itu hanya luka kecil." "Bagimu kecil, tapi bagiku itu adalah kerugian yang cukup besar. Kau har
"Landon, jangan melucu." Marjorie jelas saja akan tertawa. "Kau baru tiba. Memangnya kau tahu apa?" "Kata siapa aku baru datang?" tanya Landon terlihat sudah mulai bicara serius. "Aku sudah lumayan lama dan menyadari kalau Bastian sempat diseret dua anak nakal pergi ke arah menuju hutan." "Mana buktinya?" balas Marjorie dengan mata melotot. "Lagi pula, kau kan pernah mengincar Anna. Mana aku tahu kalau kau ingin melindungi selingkuhanmu itu." "Ya, Tuhan." Anna langsung mengeluh ketika mendengar masalah yang semula hanya tentang anak kecil, kini merambat ke mana-mana. "Apa aku boleh memukul orang?" "Tidak boleh." Sayangnya, Alaric melarang. "Kalau ada orang yang ingin kau pukul, bilang saja. Aku akan memukul mereka untukmu." "Bung, tolong jangan mengatakan hal berbahaya seperti itu." Landon yang mendengar jelas saja akan mencegah. "Ini masih dalam masa kampanye dan kau bisa kena masalah." Anna langsung menahan lengan sang suami mendengar hal itu. Dia jelas tidak ingin Alari
"Astaga, Bastian." Marjorie berlari menghampiri putranya yang kini sudah kembali menjejak di atas tanah. "Ada apa denganmu? Kenapa kau berantakan sekali? Apa ada yang mengganggumu?" "Kenapa kau menatapku?" tanya Anna dengan kening berkerut pada Marjorie yang menatapnya dengan tatapan yang jelas-jelas menunjukkan kemarahan. "Apa yang kau lakukan pada putraku?" tanya Marjorie dengan mata melotot. "Maksudnya?" Tentu saja Anna akan balas bertanya. "Bastian datang dengan wajah merah dan berantakan, lalu kau datang bersamanya. Jadi siapa lagi yang akan mengganggu putraku kalau bukan kau?" Anna menaikkan kedua alis mendengar tuduhan yang jelas-jelas saja tidak masuk akal itu. Bagaimana mungkin dia akan mengganggu anak kecil, apalagi dia juga datang bersama dengan Alaric. "Apakah kau buta?" tanya Alaric dengan kening berkerut tidak suka. "Aku datang bersama dengan istriku dan kau masih menuduh dia?" "Kau pasti yang menghentikan kelakuan jahat istrimu kan?" tanya Marjorie menatap
"Hei, kau anak haram. Kenapa jalanmu lama sekali?" tanya seorang anak lelaki yang kira-kira sudah berumur sepuluh tahun. "Aku punya ayah," jawab Bastian dengan sangat pelan, bahkan sedikit terbata. "Tapi katanya ayahmu itu tidak jelas." Anak lelaki yang lain ikut berbicara. "Bisa saja ayahmu bukan si waria Landon itu." "Ayahku lelaki." Bastian kembali menjawab dengan bibir mencebik. "Siapa yang tahu." Anak lelaki pertama mengedikkan bahu. "Orang-orang mengatakan kau tidak punya ayah. Si waria itu bukan ayah kandungmu." Kali ini, Bastian tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia hanya bisa menunduk dengan bibir mencebik, bahkan sudah siap untuk menangis. Tapi, dia jelas tidak punya waktu untuk itu karena sudah diseret untuk pergi ke tempat yang lebih jauh lagi. "Aku dengar, di dekat sini ada hutan." Anak lelaki yang kedua dan sedikit lebih tinggi berbicara. "Bagaimana kalau kita tinggalkan saja dia di sana?" "Ide yang bagus." Anak lelaki pertama mengangguk sangat yakin. "Tapi ki
"Halo, Nyonya Crawford." Seseorang mendekat dengan takut-takut. "Halo juga." Anna menyapa dengan ramah pada salah satu tamu pesta Marjorie. "Apa ada yang bisa aku bantu?" "Tentu saja itu ...." Perempuan yang tadi menyapa melirik ke arah Alaric, tampak sangat ragu untuk mengatakan apa pun itu. "Katakan saja apa yang ingin kau katakan," ucap Anna, sembari menyikut suaminya. Dia tahu kalau Alaric sepertinya memelototi setiap orang yang melihat ke arah mereka. Hal itu tentu saja membuat Alaric menggeram pelan. Siku istrinya itu cukup tajam dan terkena di bagian perut dengan cukup keras. Sebagus apa pun otot Alaric, rasanya akan cukup sakit. "Anakku mengatakan ingin berfoto dengan kalian berdua, apa boleh?" tanya perempuan yang tadi menyapa, masih terlihat cukup gugup. "Oh, tentu saja. Kami dengan senang hati akan berfoto dengan kalian." "Anna." Alaric langsung menunduk dan berbisik di telinga istrinya, untuk melakukan protes. "Aku tidak suka melakukan ini." "Oh, ayolah Al.
"Anna, kita tidak perlu melakukan ini." Alaric mencoba memberitahu sang istri. "Kenapa?" Alih-alih menurut, Anna malah bertanya. Dia melakukannya sembari menatap diri di depan cermin besar. "Pertama, jelas kita bermusuhan dengan Marjorie." Tentu saja Alaric tidak akan keberatan untuk menjelaskan. "Kedua, kau itu baru keluar dari rumah sakit. Kau butuh istirahat yang banyak." "Tapi, anak Marjorie kan tidak punya masalah dengan kita," ucap Anna sembari beranjak dan menghampiri sang suami. "Lalu aku mungkin butuh istirahat, tapi aku juga butuh hiburan. Acara ini mungkin akan sedikit menghiburku." Alaric hanya bisa mengembuskan napas, ketika dia menatap sang istri yang tengah mengancingkan kemejanya. Dia bukan dengan sengaja tidak mengancing kemeja itu, tapi Alaric sedang sibuk meyakinkan Anna. "Lain kali, jangan berjalan ke mana-mana dengan kemeja yang tidak dikancing," ucap Anna setelah merapikan kemeja sang suami. "Walau sudah tua, kau itu masih menggoda tahu." "Kenapa kau
"Dia benar-benar luar biasa ya," gumam Alaric sambil menatap layar ponselnya. "Maaf?" Caspian yang sibuk dengan tabletnya, sampai mendongak. "Tuan sedang membicarakan siapa?" "Tentu saja istriku, Ian," jawab Alaric tanpa merasa ragu. "Oh, tentu saja." Caspian memutar bola matanya dengan gemas. "Aku tidak tahu kalau kau punya hobi menonton siaran ulang." "Ini bukan siaran ulang." Alaric pada akhirnya meletakkan ponselnya. "Ini adalah video yang dengan sengaja aku simpan untuk ditonton lagi nanti." "Wah, sejak kapan seorang Alaric bisa jadi orang yang suka menonton?" tanya Caspian hanya bisa geleng-geleng kepala. "Lupakan saja soal itu untuk sementara, aku ingin kau melaporkan hal yang lain saja. Bagaimana dengan ini?" tanya Alaric menyodorkan sepotong kertas. "Ah, kalau ini dia hasilnya seperti ini." Caspian menjawab dengan cepat. Tentu saja dengan cara menulis di atas kertas yang baru saja disodorkan. Setelah membaca tulisan sang asisten, Alaric kembali bertanya. Kali
"Bagaimana mungkin aku bisa menikahi pria yang hanya lebih muda dua tahun dari papaku sendiri. Ini gila dan AKU TIDAK MAU!""Ini sama sekali tidak gila, Anna. Ini demi kita semua. Kau anak berbakti yang mau membantu keuangan keluarga kan?" Suara terdengar dari ponsel yang tertempel di telinga Anna."Waktu Papa bilang usia Pak Fritz itu berbeda jauh, Anna pikir itu cuma berbeda paling banyak lima belas tahun. Aku berpikir dia itu lelaki akhir tiga puluhan atau awal empat puluh, bukan akhir lima puluh, Pa.""Sayang, usia itu hanyalah angka dan sama sekali tidak penting." Tentu saja sang papa berusaha untuk merayu putrinya. "Lagi pula, Pak Fritz itu lelaki dewasa, kaya raya dan baik. Dia pasti bisa mengayomi dan membimbingmu dengan baik. Kau satu-satunya harapan kami."Anna yang mengurung diri di dalam bilik toilet, memijat pangkal hidungnya dengan keras. Jujur saja, dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dikatakan sang ayah. Tapi, Anna juga tidak bisa jika pria yang akan dia teman...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments