Share

4. Jangka Waktu

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 12:30:08

"Dasar bajingan mesum," umpat Anna dengan tangan menyilang di depan dada.

"Siapa yang kau bilang bajingan mesum?" Pengawal lelaki sudah melangkah maju, tapi kembali ditahan oleh Alaric.

"Aku mengerti jika kau berpikiran negatif." Alaric mengangguk pelan. "Kata-kata yang kugunakan mungkin salah, tapi yang aku maksud adalah pernikahan."

"Pernikahan?" Tentu saja Anna akan bertanya.

"Ya." Alaric kembali mengangguk. "Lakukan pernikahan kontrak denganku dan aku akan membayarkan semua utang keluargamu. Itu tawaranku."

Refleks, Anna memegang kepala dengan kedua tangan. Mendapat penawaran yang terdengar seperti dialog dalam film, membuatnya pusing tujuh keliling. Apalagi, dia ini baru dua puluh lima tahun dan tidak punya pengalaman dengan lelaki.

"Aku hanya bisa menyinggung perasaan para lelaki," gumam Anna masih tampak terkejut, bahkan tidak bisa menutup mulutnya dengan rapat. "Bagaimana bisa menikah? Yang ada aku akan disembelih."

"Apa kau baru saja mengumpat?" tanya Alaric dengan kening berkerut, karena perempuan di depannya berbicara dalam bahasa yang tidak dia mengerti.

"Tidak." Anna langsung menggeleng. "Mungkin ya." Dia tiba-tiba mengubah jawabannya.

"Jadi sebenarnya kau itu sedang mengumpat atau tidak?" tanya Alaric dengan tatapan tidak senang, bahkan sampai alisnya nyaris menyatu.

"Aku mengumpati diriku sendiri." Anna mengangguk mengakui. "Tapi jujur saja, aku juga berpikiran negatif tentangmu."

Alaric menyandarkan tubuh, melipat kaki dan juga melipat tangan di depan dada. Dia sebenarnya sudah cukup kehabisan kesabaran, tapi tidak bisa melakukan apa-apa juga. Mereka sedang berada di atas udara dan sekarang ini Alaric tidak memiliki banyak pekerjaan.

"Biar bagaimana, kau itu orang asing. Bagaimana mungkin aku menikah dengan orang asing yang jauh lebih tua dariku." Anna menatap lelaki di depannya dari atas sampai bawah. "Kau mungkin hanya sedikit lebih muda dari tua bangka yang ingin dijodohkan denganku."

"Tua bangka?" tanya Alaric dengan sebelah alis terangkat dan mata yang nyaris melotot.

"Aku menebak usiamu sudah di atas empat puluh." Anna tidak segan mengungkapkan pikirannya. "Paling sedikit itu empat puluh, itu pun rasanya terlalu dipaksakan."

"Empat puluh?" tanya Alaric dengan kedua alis terangkat dan mata melotot. Bahkan rahang lelaki itu rasanya seperti bergeser.

"Apa jangan-jangan kau sudah menginjak usia lima puluh?" Anna melebarkan mata dan menutup mulut, seolah merasa seperti sangat terkejut.

Alaric mengetatkan rahangnya, sampai rasanya ada urat terlihat jelas di sana. Ingin sekali dia mengunyah perempuan muda di depannya, tapi itu jelas tidak mungkin dilakukan. Biar berada di negara orang, Alaric harus menjaga sikap.

"Tuan Alaric baru berumur tiga puluh delapan." Pada akhirnya, si pengawal yang berbicara. "Jangan samakan dengan siapa pun itu yang kau sebut tua bangka."

"Tiga delapan?" Anna langsung mengembuskan napas lega. "Syukurlah kalau begitu. Setidaknya kita hanya berbeda tiga belas tahun."

"Memangnya kalau lebih dari tiga belas tahun, kenapa?" Alaric merasa perlu menanyakan hal itu.

"Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang umurnya jauh lebih tua." Anna tidak segan untuk mengakui. "Sebenarnya aku bahkan tidak ingin menikahi lelaki yang usianya berbeda lebih dari lima tahun denganku."

"Jadi aku bisa menyimpulkan kalau kau menolak penawaranku kan?" tanya Alaric dengan anggukan kepala pelan dan wajah yang tetap datar. "Tidak masalah juga, karena akan merepotkan kalau kau yang terlalu muda menjadi istriku."

"Apanya yang merepotkan?" Anna membalas dengan pertanyaan. "Aku memang muda, tapi sama sekali tidak merepotkan."

"Kita bahkan belum menikah, tapi kau sudah meminta uang untuk melunasi hutang keluarga. Itu saja sudah merepotkan. Jadi, kami akan memulangkanmu, langsung setelah mendarat."

Mendengar hal itu, si pengawal yang sepertinya merangkap ajudan, langsung beranjak setelah menunduk tanda paham. Tanpa diberi perintah pun, dia sudah tahu apa yang harus dilakukan.

"Tunggu dulu." Tiba-tiba saja Anna memekik. "Aku kan belum memberikan jawaban."

"Bukankah kau tidak ingin menikah dengan lelaki yang jauh lebih tua?" Alaric menaikkan sebelah alisnya.

"Tapi bukan berarti menolak bukan?" tanya Anna tampak sedikit panik.

"Jadi?" Alaric kembali menaikkan sebelah alisnya. "Kau mau atau tidak?"

Anna tidak langsung menjawab. Jika ingin mendengar hati nuraninya, tentu saja dia akan menolak. Tapi biar bagaimana, dirinya akan mendapatkan banyak keuntungan ketika menjalin pernikahan kontrak ini.

Hutang keluarganya akan lunas dan Anna tidak perlu menikah dengan lelaki tua bangka. Bukankah itu penawaran yang cukup bagus.

"Ini hanya pernikahan kontrak bukan?" Anna perlu bertanya untuk meyakinkan.

"Pernikahan kontrak yang hanya akan selesai, jika aku sudah tidak membutuhkanmu sebagai istriku."

"Berapa lama?"

"Entahlah." Alaric mengedikkan bahu. "Mungkin lima tahun? Mungkin satu tahun atau mungkin selamanya."

"Selamanya itu bukan pernikahan kontrak lagi," balas Anna menelan air liurnya dengan perasaan tak menentu. "Yang namanya kontrak, pasti memerlukan jangka waktu bukan?"

"Benar, tapi jangka waktu itu tidak bisa aku tentukan. Aku tidak tahu berapa lama aku membutuhkanmu untuk tampil sebagai istriku. Pilihannya ada padamu."

Anna menarik dan mengembuskan napas secara perlahan. Kalau sudah begini, dia pun sulit mengambil keputusan bukan? Atau... haruskah Anna saja yang mengajukan jangka waktu kontraknya?

"Kalau begitu." Anna pada akhirnya memutuskan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Sang Penguasa   161. Pelantikan Penuh Kebahagiaan (END)

    "Apa aku tidak terlihat kekanakan?" tanya Anna sambil berputar di depan cermin. "Demi Tuhan, Anna!" Astrid langsung protes dengan mata melotot. "Sudah berapa kali kau menanyakan hal seperti ini? Apa kau tidak bosan?" "Sama sekali tidak." Anna malah tersenyum lebar. "Soalnya aku harus memastikan tidak membuat Alaric terlihat jauh lebih tua dariku." "Lantas, apa kau ingin terlihat lebih tua?" Tentu saja Astrid akan makin melotot. "Bagiku sih tidak ada masalah. Lagi pula, ibu negara harus lebih berwibawa bukan? Orang yang lebih tua, biasanya lebih berwibawa." "Tidak juga, tapi sudahlah. Lebih baik kau bergegas saja, agar tidak terlambat. Aku dengar, Alaric sudah selesai," ucap Astrid sambil mengulurkan sepatu yang sudah dia pilih. "Oh, maaf Ash." Anna dengan terpaksa harus menggeleng. "Kakiku benar-benar sedang sakit, jadi aku tidak akan memakai sepatu dengan hak tinggi. Flat shoes saja please." "Setidaknya kau tidak meminta sneaker." Untungnya, Astrid tidak keberatan deng

  • Pesona Sang Penguasa   160. Hadiah Ulang Tahun

    "Itu sangat memalukan." Anna memijat kepalanya."Tapi aku lihat, Tuan memakainya dengan sangat bangga." Darcy malah tersenyum, ketika melihat sang nyonya terlihat sedikit menderita. "Bahkan Ian mengatakan Tuan menyukai hadiahnya."Yang benar saja." Anna langsung membentak. "Itu adalah hadiah paling kekanakan untuk lelaki dewasa.""Tapi aku melihat Tuan menggunakannya." Darcy mengedikkan bahunya dengan santai. "Hanya sekilas saja, tapi aku melihat dia memakainya.""Sekarang aku menyesal memilih hadiah itu dan menyesal memberinya di pagi buta tadi." Anna kini menyugar rambutnya dengan frustrasi."Nyonya, tolong rambutnya jangan dibuat berantakan." Darcy tentu saja langsung protes. "Para penata rambut itu baru saja mengeringkan rambutmu.""Baru dikeringkan, Darcy. Ini sama sekali belum ditata, jadi kau tidak perlu histeris seperti itu."Anna kembali memijat pangkal hidungnya. Dia kini merasa ingin segera kabur saja dari salon yang dia datangi, lalu nanti, Elizabeth dan Astrid jug

  • Pesona Sang Penguasa   159. Hadiah

    "Kenapa kau terus menatap kami seperti itu?" hardik Elizabeth dengan mata melotot. "Mom pikir pukulan kalian itu tidak sakit?" balas Alaric ikut melotot. "Siapa suruh bahasa yang kalian gunakan itu terlalu ambigu." Kali ini, Astrid yang protes. "Maaf." Tentu saja pada akhirnya Anna yang meringis karena merasa bersalah. "Lain kali, aku akan lebih memperjelas ucapanku." "Tidak perlu merasa bersalah, Nak. Yang seharusnya disalahkan ini adalah suamimu, karena tidak bisa meluruskan apa yang kau katakan." Elizabeth malah membela menantunya. Merasa tidak akan pernah bisa menang melawan para perempuan di keluarganya itu, Alaric memilih untuk mengangkat kedua tangannya ke udara. Mungkin lebih baik kalau dia melihat awan dari jendela pesawat pribadi yang mereka naiki. Setelah tinggal satu hari lagi, keluarga Crawford pada akhirnya memilih untuk segera pulang ke rumah. Walau Alaric sudah memutuskan ingin mundur dari jabatan menterinya, walau belum pelantikan, tapi banyak yang harus d

  • Pesona Sang Penguasa   158. Benar-Benar Selingkuh

    "Hei, maaf. Apa aku membangunkanmu?" Anna yang baru terbangun dari tidur panjangnya, langsung melebarkan senyum ketika dia mendengar suara itu. Walau masih agak mengantuk, tapi tentu saja dia bisa mengenali suara suaminya sendiri. "Tidurlah lagi," pinta Alaric ikut tersenyum, ketika sang istri malah mendekat padanya dan memberikan pelukan. "Aku ingin melakukannya, tapi aku juga mau mendengar petualanganmu," ucap Anna yang kini menjadikan dada sang suami sebagai bantalnya. "Petualangan?" Mau tidak mau Alaric tertawa pelan. "Petualangan apa yang kau maksud?" "Tentu saja petualanganmu menemukanku," jawab Anna masih dengan mata mengantuknya. "Aku ingin tahu lebih banyak lagi, sebelum nantinya kau sibuk dengan pekerjaan." "Oh, kau benar." Alaric baru teringat kalau masa jabatannya tinggal menunggu beberapa bulan lagi. "Tapi aku harus menyiapkan pesta ulang tahun dulu sebelumnya." "Nanti aku akan membantumu, jadi coba ceritakan padaku apa yang terjadi dan bagaimana kau menemuk

  • Pesona Sang Penguasa   157. Manusia Rendahan

    Pelayan yang tadi mengetuk pintu, tersentak pelan. Setelahnya, dia maju melangkah dengan sangat perlahan dan membuat apa yang tersembunyi di belakangnya terlihat."Hai, Brother." Sapa Alaric yang tengah menodongkan pistol pada pelayan di depannya."Wah, aku tidak menyangka kau bisa menemukan tempat ini." Walau kesal, Fritz masih tetap bisa tersenyum pada adik lain ibunya itu."Kau pikir hanya karena kau kaya, aku tidak tahu apa yang kau punya?" tanya Alaric masih menodongkan pistolnya. "Aku lebih kaya, Bro. Informasi tentangmu mengalir dengan cepat hanya karena uang.""Sombong," desis Fritz mulai marah. "Kita akan lihat sampai mana kesombonganmu itu bertahan."Fritz tiba-tiba saja melangkah cepat ke arah Anna. Dia sudah tua dan bisa dibilang lambat, tapi Alaric pun tidak bisa bergerak cepat karena ada sedikit halangan di depannya. Apalagi, jarak Fritz dengan Anna lebih dekat dibanding Alaric."Lepaskan istriku," ucap Alaric disertai dengan desisan pelan."Sayangnya, aku tidak

  • Pesona Sang Penguasa   156. Ruang Rahasia

    "Tuan, mobil sudah siap." Suara Caspian terdengar dari headset yang dipakai Alaric. "Tapi, kita agak kesulitan mendapatkan pengawal tambahan. Hanya ada dua yang bersamaku dan hanya sedikit yang ada di sekitar sana.""Carikan saja," balas Alaric yang masih duduk di dalam kokpit helikopter. "Aku juga sudah meminjam pengawal Levi yang dia bawa dan meminta tolong pada Megumi.""Oh, rupanya perempuan itu berguna juga." Caspian mendengus pelan. "Aku juga sudah mencari tahu lokasi terakhir mereka dan sepertinya cukup jauh.""Bagikan saja lokasinya dan aku akan mencoba untuk mencari tempat mendarat yang tepat," ucap Alaric yang kini menutup mata dan bersandar ke kursi. "Carikan juga cara, agar aku tidak ketahuan.""Tentu saja, Tuan. Aku akan tiba sebentar lagi."Alaric mengembuskan napas yang terasa sangat berat. Dirinya sudah sangat lelah setelah penerbangan yang sangat jauh, tapi tetap tidak bisa berbaring untuk istirahat karena Anna belum ditemukan."Kenapa juga belum ada kabar dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status