Share

5. Berdua Saja

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2025-01-12 17:52:55

"Selamat malam, namaku ...."

Belum juga Anna selesai berbicara, dia sudah merasakan panas di pipi kirinya. Bukan hanya itu, kepalanya bahkan tertoleh sembilan puluh derajat karena tamparan yang dia terima barusan. Tamparan pertama yang pernah Anna rasakan seumur hidupnya.

"Mom." Alaric menaikkan intonasi suaranya, ketika melihat apa yang terjadi. Tentu saja dia melindungi Anna, dengan menarik perempuan itu sedikit menjauh dari pelaku.

"Berani-beraninya kau membawa perempuan tidak jelas begini menjadi istrimu." Perempuan yang dipanggil Mom barusan berteriak. Tidak terlalu nyaring, tapi semua orang tahu perempuan itu sedang marah.

"Siapa yang bilang kalau Anna tidak jelas?" Alaric bertanya dengan intonasi suara yang sudah jauh lebih tenang. "Dia ini dokter, ayahnya juga dokter. Walau tentu saja tidak berkarir di negara kita."

"Mana aku tahu gelar dokternya itu palsu atau tidak." Sang ibu masih terlihat marah dan tidak terima. "Sekali pun dia dokter, kita tidak tahu benar bagaimana keluarganya. Bagaimana anak bernama Anna ini hidup selama ini."

Anna meringis mendengar apa yang dikatakan calon ibu mertuanya. Padahal dirinya yang sudah diseret paksa sampai ke negara orang, tapi dia malah kena tampar. Sekarang Anna jadi sedikit menyesal karena mau saja langsung diajak pergi menemui keluarga Alaric.

"Padahal kami baru mendarat dan hanya makan sedikit di pesawat." Anna berucap dalam hati. "Mana aku sudah lelah karena penerbangan berjam-jam, malah kena damprat."

"Mom, dia adalah perempuan pilihanku. Tentu saja aku tidak akan sembarangan memilih calon." Alaric menjelaskan dengan tenang. "Apalagi dia pernah menyelamatkanku."

"Dia menyelamatkanmu, karena dia tahu kau orang hebat yang bisa membuatnya hidup enak. Dia tahu kau kaya, Al."

Tangan Anna memegang dadanya. Dia benar-benar merasa terpukul mendengar apa yang calon mertuanya katakan, karena itu bisa dibilang benar. Anna bersedia menikahi Alaric demi membayar hutang keluarga.

"Anna anak yang baik." Alaric masih mencoba untuk menjelaskan dengan tenang. "Kalau dia memang ingin memerasku, maka akan dia lakukan sejak kami pertama kali bertemu. Aku hanya akan menikah dengan dia."

"Tapi usianya berbeda jauh denganmu. Apa kau tidak malu jika diejek menikahi anak di bawah umur? Dia terlihat seperti bocah yang masih sekolah."

"Maaf, Tante." Anna segera menyela, terutama karena lelaki yang mengajaknya datang terdiam. "Walau lebih pendek dibanding semua orang yang ada di rumah ini, tapi aku berumur dua lima. Sudah cukup umur, tapi tentu saja aku tidak akan memaksa siapa pun."

Perempuan yang masih terlihat cukup tegap untuk usia senja itu, hanya bisa mengembuskan napas panjang. Dia tidak senang dengan perempuan yang tiba-tiba saja dibawa oleh putranya, tapi memangnya dia bisa apa?

Alaric sudah termasuk cukup tua untuk menjadi seorang lelaki yang belum pernah menikah. Jangankan menikah, dia bahkan hanya pernah berpacaran sekali saja.

"Pastikan saja dia tidak membuat masalah." Sang ibu menunjuki Anna tepat di wajah. "Apalagi masa kampanye sudah dekat, jadi aku tidak ingin ada kesalahan sedikit pun. Tentu saja itu juga demi nama baikmu sendiri."

"Tentu saja." Alaric mengangguk pelan.

Anna menatap ketika perempuan yang dia perkirakan berumur awal lima puluh itu berlalu pergi. Dia bertanya-tanya, bagaimana bisa perempuan semuda itu bisa punya anak berumur tiga delapan. Tapi, tentu saja ada pertanyaan lain yang lebih mendesak.

"Boleh aku menanyakan sesuatu?" Anna unjuk tangan ketika calon ibu mertuanya sudah pergi. "Kampanye apa ...."

"Sebaiknya kau pergi istirahat saja." Alaric tiba-tiba saja mengubah arah pembicaraan. "Seharusnya kau saat ini pasti merasa lelah karena perjalanan jauh."

"Itu adalah kata-kataku." Anna tiba-tiba saja terlihat kesal, bahkan menumpangkan tangan di pinggang dan menatap lelaki di depannya dengan tajam.

"Kau itu pasien. Tapi kau malah kabur dari rumah sakit, naik pesawat pribadi tanpa izin dokter. Begitu mendarat, bukannya pergi ke rumah sakit, malah langsung mengantarku ke salon dan membeli baju."

"Aku hanya menemanimu berganti pakaian dan memeriksa riasanmu," balas Alaric tanpa perubahan ekspresi yang berarti. "Yang mengurus semua itu adalah ajudanku. Lagi pula, aku tidak mungkin membiarkanmu menemui ibuku dengan pakaian lusuh bukan?"

"Pakaian lusuh?" tanya Anna dengan kedua alis terjungkit naik. Padahal yang dia pakai tadi adalah salah satu dari sisa pakaian terbaiknya.

"Bagiku itu lusuh." Alaric mengangguk dengan santainya.

"Terserahlah." Anna akhirnya memilih untuk mengangkat tangan. "Lebih baik aku pergi istirahat saja dari pada sakit kepala melihat wajah pemarahmu, jadi tolong tunjukkan saja kamarnya."

"Kita tidak akan tinggal di sini," jawab Alaric dengan tenangnya, tidak terlalu peduli dengan ejekan yang dia dengar.

"Apa maksudmu dengan kita tidak tinggal di sini?" Anna langsung melotot mendengar lelaki di depannya itu. "Ini rumahmu bukan? Lagi pula, kita belum menikah. Tidak mungkin tinggal berdua saja kan?"

"Kita akan tinggal di kediaman pribadiku." Alaric menatap dengan tatapan serius, melihat perempuan muda di depannya dari atas sampai bawah. "Hanya berdua saja."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Sang Penguasa   161. Pelantikan Penuh Kebahagiaan (END)

    "Apa aku tidak terlihat kekanakan?" tanya Anna sambil berputar di depan cermin. "Demi Tuhan, Anna!" Astrid langsung protes dengan mata melotot. "Sudah berapa kali kau menanyakan hal seperti ini? Apa kau tidak bosan?" "Sama sekali tidak." Anna malah tersenyum lebar. "Soalnya aku harus memastikan tidak membuat Alaric terlihat jauh lebih tua dariku." "Lantas, apa kau ingin terlihat lebih tua?" Tentu saja Astrid akan makin melotot. "Bagiku sih tidak ada masalah. Lagi pula, ibu negara harus lebih berwibawa bukan? Orang yang lebih tua, biasanya lebih berwibawa." "Tidak juga, tapi sudahlah. Lebih baik kau bergegas saja, agar tidak terlambat. Aku dengar, Alaric sudah selesai," ucap Astrid sambil mengulurkan sepatu yang sudah dia pilih. "Oh, maaf Ash." Anna dengan terpaksa harus menggeleng. "Kakiku benar-benar sedang sakit, jadi aku tidak akan memakai sepatu dengan hak tinggi. Flat shoes saja please." "Setidaknya kau tidak meminta sneaker." Untungnya, Astrid tidak keberatan deng

  • Pesona Sang Penguasa   160. Hadiah Ulang Tahun

    "Itu sangat memalukan." Anna memijat kepalanya."Tapi aku lihat, Tuan memakainya dengan sangat bangga." Darcy malah tersenyum, ketika melihat sang nyonya terlihat sedikit menderita. "Bahkan Ian mengatakan Tuan menyukai hadiahnya."Yang benar saja." Anna langsung membentak. "Itu adalah hadiah paling kekanakan untuk lelaki dewasa.""Tapi aku melihat Tuan menggunakannya." Darcy mengedikkan bahunya dengan santai. "Hanya sekilas saja, tapi aku melihat dia memakainya.""Sekarang aku menyesal memilih hadiah itu dan menyesal memberinya di pagi buta tadi." Anna kini menyugar rambutnya dengan frustrasi."Nyonya, tolong rambutnya jangan dibuat berantakan." Darcy tentu saja langsung protes. "Para penata rambut itu baru saja mengeringkan rambutmu.""Baru dikeringkan, Darcy. Ini sama sekali belum ditata, jadi kau tidak perlu histeris seperti itu."Anna kembali memijat pangkal hidungnya. Dia kini merasa ingin segera kabur saja dari salon yang dia datangi, lalu nanti, Elizabeth dan Astrid jug

  • Pesona Sang Penguasa   159. Hadiah

    "Kenapa kau terus menatap kami seperti itu?" hardik Elizabeth dengan mata melotot. "Mom pikir pukulan kalian itu tidak sakit?" balas Alaric ikut melotot. "Siapa suruh bahasa yang kalian gunakan itu terlalu ambigu." Kali ini, Astrid yang protes. "Maaf." Tentu saja pada akhirnya Anna yang meringis karena merasa bersalah. "Lain kali, aku akan lebih memperjelas ucapanku." "Tidak perlu merasa bersalah, Nak. Yang seharusnya disalahkan ini adalah suamimu, karena tidak bisa meluruskan apa yang kau katakan." Elizabeth malah membela menantunya. Merasa tidak akan pernah bisa menang melawan para perempuan di keluarganya itu, Alaric memilih untuk mengangkat kedua tangannya ke udara. Mungkin lebih baik kalau dia melihat awan dari jendela pesawat pribadi yang mereka naiki. Setelah tinggal satu hari lagi, keluarga Crawford pada akhirnya memilih untuk segera pulang ke rumah. Walau Alaric sudah memutuskan ingin mundur dari jabatan menterinya, walau belum pelantikan, tapi banyak yang harus d

  • Pesona Sang Penguasa   158. Benar-Benar Selingkuh

    "Hei, maaf. Apa aku membangunkanmu?" Anna yang baru terbangun dari tidur panjangnya, langsung melebarkan senyum ketika dia mendengar suara itu. Walau masih agak mengantuk, tapi tentu saja dia bisa mengenali suara suaminya sendiri. "Tidurlah lagi," pinta Alaric ikut tersenyum, ketika sang istri malah mendekat padanya dan memberikan pelukan. "Aku ingin melakukannya, tapi aku juga mau mendengar petualanganmu," ucap Anna yang kini menjadikan dada sang suami sebagai bantalnya. "Petualangan?" Mau tidak mau Alaric tertawa pelan. "Petualangan apa yang kau maksud?" "Tentu saja petualanganmu menemukanku," jawab Anna masih dengan mata mengantuknya. "Aku ingin tahu lebih banyak lagi, sebelum nantinya kau sibuk dengan pekerjaan." "Oh, kau benar." Alaric baru teringat kalau masa jabatannya tinggal menunggu beberapa bulan lagi. "Tapi aku harus menyiapkan pesta ulang tahun dulu sebelumnya." "Nanti aku akan membantumu, jadi coba ceritakan padaku apa yang terjadi dan bagaimana kau menemuk

  • Pesona Sang Penguasa   157. Manusia Rendahan

    Pelayan yang tadi mengetuk pintu, tersentak pelan. Setelahnya, dia maju melangkah dengan sangat perlahan dan membuat apa yang tersembunyi di belakangnya terlihat."Hai, Brother." Sapa Alaric yang tengah menodongkan pistol pada pelayan di depannya."Wah, aku tidak menyangka kau bisa menemukan tempat ini." Walau kesal, Fritz masih tetap bisa tersenyum pada adik lain ibunya itu."Kau pikir hanya karena kau kaya, aku tidak tahu apa yang kau punya?" tanya Alaric masih menodongkan pistolnya. "Aku lebih kaya, Bro. Informasi tentangmu mengalir dengan cepat hanya karena uang.""Sombong," desis Fritz mulai marah. "Kita akan lihat sampai mana kesombonganmu itu bertahan."Fritz tiba-tiba saja melangkah cepat ke arah Anna. Dia sudah tua dan bisa dibilang lambat, tapi Alaric pun tidak bisa bergerak cepat karena ada sedikit halangan di depannya. Apalagi, jarak Fritz dengan Anna lebih dekat dibanding Alaric."Lepaskan istriku," ucap Alaric disertai dengan desisan pelan."Sayangnya, aku tidak

  • Pesona Sang Penguasa   156. Ruang Rahasia

    "Tuan, mobil sudah siap." Suara Caspian terdengar dari headset yang dipakai Alaric. "Tapi, kita agak kesulitan mendapatkan pengawal tambahan. Hanya ada dua yang bersamaku dan hanya sedikit yang ada di sekitar sana.""Carikan saja," balas Alaric yang masih duduk di dalam kokpit helikopter. "Aku juga sudah meminjam pengawal Levi yang dia bawa dan meminta tolong pada Megumi.""Oh, rupanya perempuan itu berguna juga." Caspian mendengus pelan. "Aku juga sudah mencari tahu lokasi terakhir mereka dan sepertinya cukup jauh.""Bagikan saja lokasinya dan aku akan mencoba untuk mencari tempat mendarat yang tepat," ucap Alaric yang kini menutup mata dan bersandar ke kursi. "Carikan juga cara, agar aku tidak ketahuan.""Tentu saja, Tuan. Aku akan tiba sebentar lagi."Alaric mengembuskan napas yang terasa sangat berat. Dirinya sudah sangat lelah setelah penerbangan yang sangat jauh, tapi tetap tidak bisa berbaring untuk istirahat karena Anna belum ditemukan."Kenapa juga belum ada kabar dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status