Share

6. Malam Pertama (First Time)

Keenan baru sampai ke rumah dan mendapati Khanza sudah tidak ada di rumah. Ada note tertempel di kulkas. Dari Khanza. Dia ada panggilan operasi. Keenan jadi tersadar suatu hal. Khanza masih sibuk dengan karirnya sebagai dokter, sedangkan dia saat ini menganggur. Roman sudah memecat Keenan. 

Keenan duduk terhenyak di kursi. Mulai memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Tidak mungkin dia tidak bekerja dan hanya berdiam diri di rumah. Tidak. Keenan harus tetap menjaga marwah sebagai laki-laki, terlebih saat ini dia punya istri. Pun, ibu dan adik perempuan yang harus ia jaga dengan baik. Keenan akan segera mencari pekerjaan baru. 

Rasa kantuk menghinggapi Keenan. Tak sadar ia tertidur di sofa. Sekitar satu jam kemudian, Keenan terbangun mendengar suara dentingan sendok beradu dengan gelas dari arah dapur. 

Tak lama Khanza muncul dari dapur sambil membawa secangkir teh untuk Keenan. Khanza tersenyum dan memegang tangan Keenan. Hal itu malah membuat Keenan semakin malu dan minder. Khanza begitu sempurna untuk laki-laki seperti dirinya. 

"Mas, kenapa lagi? Kok melengos gitu?" Khanza manyun.

"Astaghfirullah." Keenan beristighfar seketika ingat petuah Ustadz Rizal tadi. 

Keenan membelai kepala Khanza yang sudah tidak mengenakan kerudung. "Maaf, ya, Khanza. Aku cuma lagi suntuk aja. Biasanya jam segini udah sibuk di kerjaan," ujar Keenan.

Khanza mengangguk. Ia paham betul apa yang sedang Keenan pikirkan hingga begitu resah. 

"Khanza, kamu apa gak menyesal menikah dengan laki-laki seperti aku? Aku ini cuma laki-laki miskin. Sedangkan kamu seoramg dokter, kaya, cantik. Kamu seperti bidadari," ucap Keenan polos. 

Ucapan Keenan malah membuat Khanza tertawa. Itulah yang membuatnya jatuh cinta pada Keenan. Lelaki itu memang beda dari laki-laki yang lain. Begitu polos dan jujur. 

"Mas, aku menikah itu bukan untuk harta dan derajat. Aku mau menikah sama kamu karena akhlak kamu, Mas. Kalau harta itu bisa dicari. Lagi pula, harta cuma titipan Allah. Kapan aja bisa diambil sama Allah," jelas Khanza. 

Keenan tersenyum. Orang tua Khanza sepertinya telah mendidik Khanza dengan baik. Namun, masih ada onak yang mengganjal di hati Keenan. Sungguh dia merasa minder dengan Khanza. 

"Mas, jangan sedih gitu, dong. Yakin Mas pasti nanti dapat kerjaan lagi. Yang penting ikhtiar dan doa, Mas. Ya udah yuk makan. Aku udah masakin cumi asem manis buat Mas. Ibuk bilang Mas paling seneng makan cumi." Khanza menarik tangan Keenan ingin mengajaknya ke meja makan, tapi Keenan bergeming. 

"Aku belum lapar, Sayang. Sebentar lagi ya makannya...." pinta Keenan. 

Khanza menatap Keenan yang masih duduk menyandar. Rambut Keenan agak berantakan, membuatnya terlihat semakin cool. Wajah tampannya membuat jantung Khanza berdebar-debar. Pandangan Khanza beralih ke kemeja putih Keenan yang terbuka dua kancingnya. Pasti tadi Keenan tidurnya gelisah sekali sampai bajunya berantakan. Hal itu membuat darah Khanza berdesir. MasyaAllah. Sungguh mempesona suami keduanya ini.

Khanza kembali mendekat ke Keenan. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Keenan. "Mas...." bisik Khanza lembut, nyaris tidak terdengar suaranya. 

Mendadak Keenan malah gugup. Wajahnya merah, tersipu malu. Hal itu membuat Khanza terkikik geli. "Mas belum lapar, ya? Jadi pinginnya apa sekarang?" tanya Khanza. 

Khanza menyentuh dada Keenan. Seketika Keenan merasakan getaran yang hebat menyelimutinya. Istrinya begitu cantik walau tanpa polesan make up. Wajah Khanza merona seperti mawar yang bersiap dipetik. Bibir ranum merahnya sedikit terbuka menunggu respons dari Keenan. Keenan sangat mengerti apa yang diinginkan Khanza saat ini. Sebenarnya, ia juga sudah mulai merasakannya. 

Khanza tersenyum dan menuntun Keenan bangkit berdiri dari duduknya. Keenan menuruti langkah Khanza yang membawanya ke kamar. Ini pertama kalinya bagi mereka. 

Khanza yang telah lebih dulu duduk di tepian ranjang melambaikan tangannya pada Keenan mengajak Keenan untuk turut serta di dekatnya. Keenan merasa jantungnya berdetak semakin kencang. Buru-buru ia mengunci pintu kamar, hingga tidak sengaja kakinya tersandung bufet. Keenan mengaduh pelan. Sementara Khanza tertawa. Ya. Keenan tersenyum malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 

Ini memang akan menjadi yang pertama kali bagi mereka. Khususnya bagi Keenan. Hanya Khanza, satu-satunya orang di ruangan itu yang lebih berpengalaman. 

Pikiran aneh mulai muncul dalam benak Keenan. Ia melamun membayangkan adegan Khanza di masa lalunya. Huh! Tiba-tiba saja sosok Roman berkelebat. Sungguh tidak enak membayangkan istri pernah melakukan hal-hal mesra dengan mantan suaminya. 

Alis Khanza bertaut bingung melihat tingkah Keenan yang hanya berdiri melamun di dekat pintu. Khanza lalu bangkit berdiri dan mendekat ke Keenan. Perlahan dia mendekatkan wajahnya lagi ke wajah Keenan.

Keenan merasakan napas Khanza kian memburu, begitu juga dengan napasnya. Keenan menyentuh wajah Khanza lembut dan langsung kagum dengan mulusnya kulit wajah Khanza. Keenan jadi semakin penasaran apa tubuh Khanza juga semulus wajahnya. 

Bibir Khanza yang sedikit terbuka dan matanya yang mulai sayu membuat Keenan semakin didera gairah. Keenan menyentuh ubun-ubun Khanza dan mengucapkan doa lalu perlahan mencium bibir Khanza, mengisi ruang kosong yang diberikan Khanza padanya. Sungguh lembut dan nikmat. Keenan baru tahu rasanya mencium seorang istri akan senikmat ini. 

Khanza terlihat senang dicumbu oleh Keenan. Jari jemarinya mulai menggerayangi rambut Keenan, semakin menekan Keenan agar menciumnya lebih dalam. Keenan mulai mengerti bahasa tubuh Khanza dan melanjutkan ciumannya, semakin dalam dan menggebu.

Perlahan tangan Keenan menyibakkan kimono pink tipis yang dipakai Khanza. Dalam waktu beberapa detik, di hadapannya ia melihat kulit bening mulus Khanza. Keenan mengecup bahu lengan Khanza, kemudian naik ke lehernya. Khanza bereaksi, dadanya naik turun menahan getaran yang dasyat. 

Keenan memandangi Khanza yang sudah terbuka setengah pakaiannya beberapa saat. Khanza sangat cantik. Mulus, bersih, lembut, dan tubuhnya proporsional. Tidak ada satu pun yang kurang dari penampilan fisiknya. 

Khanza lalu bergerak ke ranjang. Ia mulai merebahkan tubuhnya. Dengan tatapan sayu ia menatap Keenan. Menunggu suami tampannya itu menyirami dirinya dengan kehangatan. 

Keenan membuka kemeja dengan cepat seperti seorang pesulap yang menyingkap pakaiannya. Terlihat tubuh Keenan yang begitu kokoh dan atletis. Keenan lalu naik ke ranjang dan melanjutkan mencium Khanza. 

Selama beberapa saat mereka saling mengekspresikan kasih sayang. Sambil terbaring, Khanza tersenyum bahagia memandang wajah tampan Keenan di atasnya tengah berpacu memberinya kenikmatan, lebih tepatnya saling memberikan kenikmatan, hingga Khanza tidak dapat mengendalikan diri dan menggeliat. Desahan demi desahan keluar dari bibir Khanza, tak sanggup ia tahan. Bahkan beberapa kali ia berteriak kenikmatan dan memukul-mukul pelan bahu Keenan. Ternyata bukan hanya sangat tampan, Keenan juga begitu kokoh perkasa. Bobot tubuh Keenan terasa begitu berat, membuat Khanza megap, tapi ia sungguh menyukai setiap detiknya. Khanza merasa jadi berjuta-juta kali bertambah mencintai Keenan. Ia memeluk Keenan yang membalas mendekapnya erat. Tak peduli napas mereka tersengal, keduanya melanjutkan lagi hal-hal indah yang sudah semestinya mereka lakukan. 

Bersambung

Terima kasih sudah membaca part ini. Mohon support dan vote-nya ya teman-teman 🙋


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status