"Tiara, kamu mau kemana malam-malam begini?" tanya Bu Ratri melihat Tiara akan pergi ke suatu tempat. Sikapnya berubah akhir-akhir ini tidak seperti biasanya. "Aku mau ke cafe aku kangen sama mba Dewi, aku mau ngobrol saja sebentar." "Tumben, biasanya kamu malas." Tiara tak menghiraukan kata-kata ibunya yang meledeknya. Tiba di sana ia langsung menemui Dewi yang baru saja selesai bernyanyi, "Loh Tiara!? dari mana aja mba kangen sama kamu." "Aku juga kangen sama mba, makanya aku ke sini." "Yuk kita ngobrol di dalam," ajak Dewi seraya menggandeng tangan Tiara ke ruang karyawan. "Mba Tiara!" Sapa karyawan-karyawan di sana. "Tiara, maafkan mba ya!?" "Maaf untuk apa mba?" "Tentang Masalah di cafe ini." ucap Dewi, sendu. "Gak apa-apa kok, justru aku senang mba bisa bernyanyi di sini." "Terima kasih ya sayang, aku memang tidak salah menilai kamu Ra!," Jawab Dewi seraya memeluk tubuh moleknya Tiara. "Hmm, ... gimana ya?, aku mau cerita tentang sesuatu sama mba." "Boleh, kamu
Erick melangkah masuk ke dalam ruangan yang sesak dengan kepulan asap rokok, di sana sudah menunggu Gilbert yang terlihat duduk sangat santai menyilangkan kedua kaki di atas meja."Apa kabar om?" Sapa Erick lalu duduk di sebuah kursi di depan Gilbert."Kabarku baik!, lihat saja aku tampak baik-baik saja 'kan!?" Jawab Gilbert seraya menurunkan kakinya yang bersilang di meja."Ada hal penting apa yang akan kau bicarakan?, bicara saja sekarang jangan membuang-buang waktuku," kata Gilbert seraya menghisap dalam-dalam rokok dan menghembuskan kepulan asapnya."Aku ingin bicara soal cafe ini?" Kata Erick."Oh tentu, ... silahkan!""Aku ingin mundur dari cafe ini, aku rasa om jauh lebih layak dan tahu bagaimana mengembangkan cafe d'Arts."Mendengar ucapan dari Erick matanya membelalak dan tampak binar-binar senang terpancar dari matanya."Erick ternyata kau baru sadar diri sekarang.""Kenapa baru sekarang?, aku sih sudah menduga sebelumnya bahwa kamu tidak akan betah di sini," kata Erick terk
Frida masih serius mendengarkan Tiara berkeluh kesah tentang dirinya yang dirundung kebimbangan. "Apakah Erick punya rencana di balik semua ini, tiba-tiba saja ia ingin aku menjadi kekasihnya?" "Seseorang yang menyatakan cintanya kok di bilang ada apa-apanya, kamu terlalu berpikir jauh Ra, seharusnya kamu senang dong, malah bingung seperti itu," nasehat Frida. "Iya, tapi kenapa baru sekarang, setelah begitu banyak perasaan kecewa yang aku rasakan." ucap Tiara. "Mengapa baru sekarang katamu?, ... ya! karna Erick yang mencintaimu tahu betul apa yang harus ia lakukan dan kapan harus melakukannya." "Tiara lihat dirii kamu!, ... sebesar apa rasa kecewa yang kau rasakan?, bukankah hidup memang mengajarkan kita untuk melalui rasa kecewa lebih dulu sebelum semua keindahan itu datang." Sambung Frida. "Aku hanya tidak mau terlalu cepat menaruh harapan Frid, aku takut jika perasaan ini hanya singgah bukan sungguhan yang pada akhirnya kenyataan seperti itu akan membuatku sakit." ucap Tiara
Bu Ratri sudah terlihat mulai cemas menunggu Tiara pulang. "Kemana anak itu kok sampai jam begini belum juga pulang," gumam bu Ratri. Tidak seperti biasanya Tiara pergi begitu lama tanpa berkabar kepadanya, tadi siang ia hanya meminta ijin kepada bu Ratri untuk menemui Maria di cafe. "Ditelpon juga gak di angkat, kemana sih?" Bu Ratri cemas. Maria yang mengajak Tiara untuk ikut dalam sebuah pesta di apartemennya sudah sampai di sana. Namun sepertinya Tiara tidak terlalu menyukai hal seperti itu, ia yang sudah berada di dalam apartemen mewah itu terperangah melihat apa yang terjadi di sana. Di dalam apartemen itu terdapat sebuah meja yang sudah terisi dengan beberapa macam wine, juga ada makanan yang tersaji di meja lainnya. "Hai semua!, maaf ya aku agak telat." "Kenalkan ini Tiara." Maria mengenalkan Tiara dengan beberapa rekan bisnisnya yang ada di sana. "Hai Tiara!" Sahut taman-teman bisnis Maria. Tampak dari wajah-wajah mereka adalah para pebisnis yang masih sebaya dengan
Matahari sudah membubung tinggi sinarnya, Tiara masih terlelap pulas di pembaringan di dalam kamarnya, jauh kedalam mimpinya. Ia tak merasa ketika bu Ratri menutupi tubuhnya yang setengah telanjang dengan selimut. Bu Ratri menghela nafas menatap Tiara tertidur pulas, sebagai orang tua ia merasa enggan membangunkannya melihat Tiara semalam pulang larut entah dari mana, mungkin ia sangat lelah, begitu pikir Bu ratri. Bu Ratri tidak tahu jika Tiara semalam sedang mabuk di sebuah apartemen milik Maria, jika ia tahu mungkin ia akan murka. Ia kembali sibuk dengan urusan kue-kuenya yang sebentar lagi akan di bawanya ke kios untuk di jual. Maria yang mengajak Tiara mabuk semalam juga masih tengah terlelap di apartemennya setelah semua teman-teman pemabuknya sudah diusirnya dari sana. Ia kecewa dengan salah seorang dari mereka yang hampir saja meniduri Tiara. Yang membuatnya sakit hatii karna pria itu adalah kekasih gelap Maria yang hanya datang saat Maria membutuhkannya di atas ranjang,
"Lucy, untuk sementara waktu kamu bekerja di hotel ini dulu sampai kita membuka cafe baru lagi," kata Erick kepada Lucy. "Iya pak!" Jawab Lucy. Setelah membantu Lucy ke bagian personalia hotel merkuri ia buru-buru pergi lagi untuk bertemu dengan seseorang yang akan membantunya mendesain sebuah cafe baru. Ia akan membangun lagi sebuah cafe yang baru yang jauh berbeda dari cafe dArts yang saat ini telah dimiliki sepenuhnya oleh gilber pamannya. Entah mengapa ia kini semakin tertarik dengan bisnis cafe, padahal masih banyak bisnis dari perusahaannya yang lain yang bisa di gelutinya. Jam tujuh seperti janjinya kepada Erick, malam itu Tiara telah bersiap-siap dengan gaun terbaiknya untuk pertama kali dalam hidupnya menyatakan tentang perasaannya terhadap laki-laki. Alunan asmaranya bak bunga yang baru saja mekar, begitu semerbak. Tiara berjalan menuju sebuah pangkalan ojek di gang sebelah, seperti biasa jika tanpa ada yang menjemputnya ia memakai jasa ojek di pangkalan. Jam tujuh t
Tiara terkesiap mendengar siapa yang memanggil namanya di depan cafe ketika ia sudah akan beranjak pulang. Menunggu Erick tanpa kepastian hanya membuatnya lelah di sana. Cepat-cepat dihapusnya air matanya, kemudian memalingkan wajah melihat siapa yang menyapanya. "Mba Lucy!?" Sapa Tiara melihat Lucy yang baru saja keluar dari dalam sebuah mobil. "Mba dari mana?, Mba sudah tidak bekerja di sini?" tanya Tiara. "Tiara itu 'gak penting, ... Sekarang kamu ikut aku!" "Ikut mba, ... ke mana? tanya Tiara tidak mengerti maksud Lucy yang mengajaknya. "Aku akan mengantarmu bertemu seseorang, ia tidak bisa datang menemuimu," kata Lucy berbicara dengan cepat seperti sedang di buru. "Maksud mba, Er ...." Belum usai ucapan Tiara lengannya sudah di tarik oleh Lucy ke dalam mobil. Mobil itu membawa mereka tiba di sebuah gedung perkantoran yang begitu megah, Tiara belum mengerti apa sebenarnya yang terjadi sampai Lucy membawanya ke tempat itu. "Mba kita mau ke mana?" tanya Tiara. "Ikut aja,
Seiring hembusan angin sore yang indah itu, dan sedikit baluran sunblock di wajahnya Tiara melempar umpannya ke dalam air di sebuah sungai tempat Erick dengannya sedang memancing. Tiara dan Erick menghabiskan waktu mereka berdua dengan memancing di sebuah sungai, "Mas aku kok gak di ajak ke mall shopping atau ke salon?, malah di ajak mancing" tanya Tiara. "Kita 'gak seperti kebanyakan orang, untuk apa berfoya-foya menghabiskan uang, lebih baik seperti ini kita bisa belajar menghargai dan menikmati hidup, iya kan?" Tiara hanya mengangguk mendengar ucapan kekasihnya, ia sebenarnya hanya ingin melihat reaksi Erick dengan pertanyaannya itu, sama sekali hal seperti itu bukanlah kebiasaan seorang Tiara. Seorang gadis miskin apa adanya yang berjuang untuk meraih impiannya. Dengan memiliki kekayaan seperti dirinya apa susahnya melakukan hal yang seperti yang dikatakan Tiara, namun ia tidak sama kebanyakan orang kaya yang suka bersenang-senang. "Kamu sering ke tempat ini?" "Gak sering j