“Kenapa sekarang malah Lisa yang diganggu, Kyai?”Andi bertanya pada Kyai Ilham saat mereka berjalan bersisian setelah kembali dari kamar Lisa.Dokter muda itu masih terus mengawasi Lisa meski sudah menitipkannya pada Kyai Ilham.“Mungkin masih ada perjanjian yang belum ditepati oleh pak Darman. Jadikan ini sebagai pelajaran untuk kalian, bahwa bersekutu dengan syaitan hanya akan menjerumuskan kalian ke dasar jurang penuh dosa. Sulit sekali keluar dari jeratan mereka. Bukan hanya diri sendiri yang akan terkena dampak mudaratnya, tetapi keluarga juga, atau bahkan orang lain yang tinggal di sekitar kita. Maka jangan pernah sekali-kali kalian terbuai oleh tipu daya syaitan.”Anda dan Lufti mendengarkan dengan baik nasihat dari Kyai Ilham. Salam hati mereka bertekad memperdalam ilmu agama, selain mendekatkan diri kepada Allah, juga untuk membentengi diri dari segala mata bahaya yang bisa datang kapan saja.“Lalu ... Lisa bagaimana, Kyai?”Mereka keluar dari kamar Lisa setelah gadis itu si
Suara gemercik air menarik perhatian Kyai Ilham dan rombongan. Mereka memang tengah mencari sumber air untuk mengambil air wudu.Benar saja, sungai jernih yang airnya dangkal kini mereka temukan. Rumput yang tumbuh di sekitar sungai membuat mereka sedikit kesusahan untuk mencapai lokasi yang mudah untuk mereka mengambil air.Bahrum, salah satu ustaz berjalan paling depan. Dia memegang sebilah parang, lalu dengan cekatan menebas rumput-rumput tersebut untuk membuka jalan bagi mereka.Andi berada di urutan paling belakang. Dia sangat waspada karena pernah datang ke hutan ini sebelumnya. Andi sadar yang mereka cari adalah sesuatu yang tidak nyata, jadi setiap orang harus memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi. Tidak menutup kemungkinan bahwa apa yang mereka cari juga sudah menunggu, dan sewaktu-waktu bisa saja menyerang tanpa aba-aba.Akhirnya mereka bisa melaksanakan ibadah salat asar. Air sungai itu sangat menyegarkan karena tidak terkontaminasi dengan apa pun.“Selanjutnya kita ke a
Kyai masih berbicara dengan nada biasa. Tidak ada emosi atau kilatan marah di raut wajahnya. Beliau begitu tenang menghadapi situasi demikian. Menambah satu lagi kekaguman di hati Andi pada sosok paruh baya tersebut.“Darman sudah menjanjikan Lisa untukku. Sama seperti Marni yang menjanjikan janinnya.”“Kau sudah mengambil lebih banyak dari yang seharusnya kau dapat. Berhentilah sebelum kau menyesali semuanya, wanita iblis!”Wanita itu murka mendengar ucapan Kyai Ilham. Dia serta-merta mengangkat tangan kiri yang mengeluarkan sinar putih terang, lalu mengarahkannya pada Kyai Ilham.Dengan sigap Kyai menangkis serangan tiba-tiba itu dengan tasbih yang sejak tadi masih dipegang.Sinar itu pecah saat mengenai tasbih Kyai. Kini semua orang dalam posisi siaga. Merasa serangannya gagal, wanita itu terkesiap. Dengan cepat dia mengangkat kedua tangan, lalu melakukan gerakan berputar saling mengikuti, seperti gerakan sedang memainkan sebuah bola.“Matilah kau orang tua!” Pekikannya bersamaan
Lisa baru saja selesai menunaikan salat magrib. Sejak sore tadi dia merasa kepalanya berat dan tengkuknya tegang. Tetapi dia sama sekali tidak memberitahu hal itu pada Bu Nyai. Mungkin hanya masuk angin biasa, setelah dioles minyak urut juga akan sembuh seperti biasanya. Jika Bu Nyai tahu yang ada hanya semakin merepotkan.Lisa sudah sadar diri bahwa dirinya begitu merepotkan banyak orang, meski mereka semua tidak ada yang merasa begitu. Semua saling tolong-menolong sebagai sesama manusia, apalagi sesama muslim.Jika biasanya Lisa mengaji satu atau dua lembar ayat Alquran, kali ini dia memilih merebahkan diri di ranjang. Sekujur tubuhnya malah ikut terasa sakit, bahkan berjalan pun rasanya lemas.Kamar ini ada di rumah kayu Ilham. Bukan kamar yang biasa dia tempati. Kyai bilang Lisa boleh kembali ke tempatnya setelah rombongan mereka pulang dari hutan. Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuat Lisa kembali berusaha berdiri meski sulit.“Assalamualaikum, Lisa. Ini Bu Nyai.”“Waalaiku
“Ayok, kita segera pulang.”Andi memimpin di depan. Bahrum ada di belakang. Mereka bekerja sama mencari jalan yang akan membawa mereka ke desa sebelah tempa mereka meninggalkan mobil tadi siang.“Kyai lelah?” tanya Lutfi saat melihat kyai Ilham memegangi dada.“Kita harus cepat keluar dari tempat ini sebelum tengah malam, atau Lisa akan jadi korban selanjutnya. Tetap lantunkan zikir akan Allah memberikan petunjuk.”“Tunggu!”Tiba-tiba Andi yang berjalan di depan berhenti. Otomatis semua orang yang ada di belakangnya juga ikut menghentikan langkah.“Ada apa, Andi?”“Kyai, sepertinya tadi kita sudah melewati jalan ini.”Spontan semua menoleh ke segala arah memastikan ucapan Andi. Benar saja, pohon yang kini tak jauh dari mereka sudah sekitar tiga kali mereka lewati.“Ya Allah. Ada yang sengaja menyesatkan kita.”Lantas kyai Ilham menengadahkan kedua tangan lalu mengucapkan doa. Beberapa menit kemudian suasana terlihat lebih nyata. Tadi seperti ada kabut yang mempersulit jarak pandang. S
Sinar jingga keemasan mulai menampakkan hangatnya. Aroma sejuk embun berbaur dengan bunga-bunga yang bermekaran di pagi hari. Memberi semangat untuk tiap jiwa yang hidup. Memberi hidup untuk jiwa yang mati.Kakiku melangkah terburu-buru, menuju sebuah ruangan yang jaraknya lumayan jauh dari kamar tempat tinggalnya.Suara pintu berdecit ketika dibuka, menampakkan sesosok tubuh rimpuh yang tergeletak lemah di kasur tipis nan lusuh. Bau tak sedap menyeruak di setiap sudut ruangan.“Ayah, sarapan dulu, ya? Lisa udah bawa makanan buat Ayah.”Gegas aku duduk di samping kasur yang sengaja diletakkan di lantai beralas tikar purun. Di situlah selama ini Ayah tinggal. Diisolasi agak jauh dari pesantren tempat tinggalku sekarang.Sesekali aku menyeka sudut mata yang selalu saja menumpahkan bening setiap melihat ayah.“Marni, kita kaya! Kita nggak miskin lagi sekarang, anak-anak kita juga nggak akan kelaparan. Nggak akan ada yang bakalan menghina kita lagi. Kita kaya!”Sekian waktu berlalu, kondi
Perutku rasanya seperti diaduk-aduk. Tidak tahan akibat bau amis yang menyengat dari sesuatu yang mengalir dari kepala hingga tubuhku.Huweeek!Isi perutku benar-benar ingin keluar. Tidak peduli saat ini sedang berada di mana dan di tempat seperti apa. Berkali-kali berusaha memuntahkan sesuatu, tapi tidak bisa. Kerongkongan seakan tersumbat sesuatu, bahkan sekarang untuk menelan liur pun susah.'Ya Allah, tolong aku.’ Hanya itu yang bisa kuminta dalam hati. Semoga ada pertolongan yang datang.Lama kelamaan aku merasa susah bernapas. Sesuatu yang tadi menghalangi rongga leher kini seperti ikut menutup jalan pernapasanku. Sesak, tatkala tak ada udara yang masuk. Air mata terus membanjiri pipi, berbaur dengan anyir darah yang masih terus menetes dari atas.Aku masih berusaha sekuat tenaga untuk melawan, berulang kali meraup napas. Nyatanya tidak ada hasil sama sekali. Dunia seperti berputar, kini aku tidak bisa merasakan apa pun di seluruh bagian tubuh. Sampai tiba-tiba suara seperti pin
Sementara itu di tempat lain ....“Kalian tidak akan bisa mengalahkanku. Aku ... Nyai Gayatri, pemilik seluruh kekuatan di hutan ini. Siapa pun yang sudah berikrar padaku, tidak akan bisa lari sampai kapan pun. Termasuk Marni dan Darman. Aku sudah memberikan apa yang mereka inginkan, maka aku juga akan mendapatkan apa yang aku inginkan.”'Ternyata ini yang namanya Nyai Gayatri,' batin Lutfi masih dalam posisi siaga.“Kau sudah mendapatkan lebih dari apa yang kau mau. Kau hanya setan serakah yang ingin menguasai manusia.” Bentakan Kyai Ilham membuat Nyai Gayatri berang, matanya membola lebar seakan ingin keluar.Wanita dengan kain hijau yang menggantung di lehernya itu kemudian memejamkan mata. Tak lama dia menyenandungkan sebuah lagu dengan irama langgam Jawa.Kyai dan dua pemuda di belakangnya menutup telinga. Nyanyian itu seperti silet yang siap mencabik-cabik gendang telinga setiap orang yang mendengarnya.Bahrum kembali mengerang saat ikut mendengar irama tersebut. Andi yang menge