Renata dan Seno masuk ke dalam ruang UKM, seperti biasa, Renata tak menemukan kejanggalan apapun disana. Semua barang masih tersimpan rapi di tempatnya, sampai dia membolak balikan beberapa barang pun Renata tak menemukan hal yang bisa dicurigai.“Kamu sebenarnya cari apa sih?”“Cari sesuatu yang mungkin bisa kujadikan petunjuk”“Petunjuk untuk apa?”“Aduh Seno, kamu cerewet banget sih, udah jelas-jelas aku lagi berusaha bantuin kamu, biar kamu tenang ga gentayangan lagi”Baru saja Renata membalikan tubuhnya hendak meninggalkan ruangan tersebut, saat pintu kembali di buka dari luar.“Renata? Kamu ngapain di dalam sini? Sendirian lagi”“Kak Dylan, tolong jangan mendekat kesini kak, bahaya” Renata langsung bersikap waspada.“Kenapa? Bahaya apa? kamu baik-baik aja kan?.” Dylan berjalan mendekati Renata tanganya terangkat hendak memegang dahi Renata.“Stop kak... berhenti disitu, aku takut sebentar lagi ada yang ngamuk, ini aku lagi tenangin dia biar ga ngamuk ngeliat Kak Dylan”“Maksud k
Renata menoleh ke tempat dimana Damar dan Shinta duduk, mereka memilih tempat duduk di sudut ruangan jauh dari tempat Renata cs.“Kita balikin jangan amplop ini?” Renata menatap ragu pada amplop ditanganya.“Saranku mending balikin aja, kasian nanti dia nyariin”“Kalo menurut gue sih jangan dulu Re, lo ga liat itu wajah mereka berdua serius banget, kaya orang tegang gitu, nanti salah-salah lo kena semprot Re”Renata mengalihkan pandanganya dari amplop ke wajah Yoke dan Nadia. Akhirnya dia memutuskan untuk mengembalikan amplop itu nanti, dan dia akan mengembalikanya secara pribadi ke Shinta.***Malam ini Renata menunggu kedarangan Dylan, dia sudah memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Dylan, dan meminta bantuanya untuk mengungkap kasus pembunuhan Seno. Renata mematut dirinya di depan cermin.“Jangan dandan terlalu cantik, nanti Dylan malah ga fokus sama tujuanya”Renata menoleh dan mendapati Seno sedang bergelantungan di atap kamarnya, dia sudah tidak terlalu kaget lagi akan kem
Yasmine hanya terdiam, kepalanya menunduk tak ingin menatap Dylan. “Baiklah, jika kamu tidak mau menjawab, aku anggap iya... kalau begitu aku pergi, aku akan suruh supir untuk mengantarmu pulang”Dylan beranjak dari tempatnya, namun baru satu langkah dia berjalan, tanganya ditahan oleh Yasmine.Yasmine sudah berdiri dan memegang tangan Dylan, wajahnya terlihat murung, matanya memerah dan berkaca-kaca. Dia langsung menghambur dalam pelukan Dylan.Dengan wajah kebingungan Dylan balas memeluk serta mengusap punggung dan kepala Yasmine.“Jangan menangis jika hanya merasa kasihan padaku, aku akan baik-baik saja, tapi aku tak bisa melihatmu menangis”“Dylan... aku... aku sebenarnya sedang bingung”Dylan menunduk menatap wajah Yasmine, diusapnya airmata yang mengalir di pipi wanita yang teramat dicintainya itu. Dylan memang merasa amat terpukul dan kecewa atas penolakan Yasmine, karena selama ini Yasmine selalu manja dan bergantung pada Dylan, bahkan tak segan meminta ini itu kepadanya lay
Pagi ini Renata tak ada jadwal ke kampus karena hari minggu, namun dia sudah bangun pagi-pagi sekali, dan sudah bersiap untuk pergi.Mba Iyus menghampiri Renata saat anak majikanya itu sudah turun dan terlihat memegang kunci mobil ditanganya. “Non... jangan nanti telpon mamanya non ya, kemarin ibu sudah mewanti-wanti saya untuk mengingatkan Non Renata agar menelpon ibu, terus sarapan dulu non, mba udah siapkan nasi goreng seafood kesukaan non”“Aku sarapan nanti aja mba, gampang, nasi gorengnya buat mba aja”“Aduh non, nanti mba dimarahin lagi sama ibu, kan kemarin non udah ga sarapan di rumah”Mba Iyus terus membujuk agar Renata mau memakan nasi goreng yang sudah di siapkanya.“Mommy kan jauh di makasar mba, ga mungkin marahin Mba Iyus, udah ahh.. aku lagi buru-buru, ada urusan”“Jangan begitu non, biarpun jauh yang namanya orangtua itu tetap khawatir sama anaknya, pasti ibu nelpon mba terus nanya-nanya terus pas tau non ga sarapan terus marahin mba terus...”“Terus terus mulu, Mba I
Sepulang dari rumah Seno mereka bertiga berkumpul di rumah Renata, tepatnya di kamarnya.“Kalo menurut gue nih ya.. Nad, Re.. menurut gue nih...”“Iya buruan ngomong, ribet amat lo”“Iihh... lo mah gitu doang aja nyolot Re, periksa tensi darah lo sono, jangan-jangan darting lo”“Sudah-sudah, kalian ini berantem mulu kerjaannya”Renata melongo mendengar ocehan Nadia, karena biasanya juga Nadia dan Yoke yang selalu berdebat dan Renata selalu menjadi pihak yang menengahi.“Tuh kan gue jadi lupa mau ngomong apa tadi.” Yoke menepuk keningnya sendiri.Kedatangan Mba Iyus yang membawakan minuman dan makanan ringan membuat fokus ketiganya teralihkan, dan Renata sesaat termenung menatap risol dan pastel di hadapanya. Tadi saat berbincang sebentar dengan Nenek Seno, dia sempat mengatakan kalau Seno amat menyukai cemilan tersebut. Nenek Seno juga bercerita kadang Seno dan Dylan berebut risol dan pastel buatan Nenek Seno. Sepertinya kedua pemuda itu sangat akrab layaknya saudara, lalu mengapa Dy
Hari sudah berganti malam saat Renata memaksakan diri untuk datang ke kampusnya, dia ingin memastikan sesuatu. Dylan mengantar Renata hingga di parkiran gedung fakultas teknik. Dia tidak ikut masuk, hanya menunggu Renata di dalam mobilnya. Renata berhasil meyakinkan Dylan bahwa dia akan baik-baik saja. Namun diam-diam Dylan menelpon Yoke dan Nadia untuk datang ke kampus.“Itu mobil Kak Dylan, ayo cepat sedikit Nad”“Sabar Yoke, ini juga aku sudah ngebut”Kendaraan roda dua yang ditumpangi Yoke dan Nadia pun sudah terparkir manis di samping mobil mewah Dylan. Yoke langsung dan mengetuk jendela kaca mobil, dan Dylan pun membuka pintu mobil dan keluar dari sana.“Renata sudah masuk ke dalam, dia bilang akan ke lorong tempat biasa dia menemui Seno, kalian bisa kan susul dia kesana? Aku akan menunggu disini, karena Renata bilang Seno akan mengamuk jika melihat keberadaanku, jadi lebih aman aku berada jauh dari lorong tersebut”Setelah mengetahui dimana Renata berada, Yoke dan Nadia pun ber
Ketiga gadis remaja itu kembali tidur dalam satu kamar, tepatnya kamar Renata. Yoke dan Nadia memutuskan untuk ikut pulang ke rumah Renata karena khawatir akan keselamatan sahabatnya itu jika dia pulang sendiri naik taksi online. “Re, lo udah tidur belum?” Yoke kembali duduk, setelah beberapa menit dia merebahkan tubuhnya tadi. Renata yang mendengar namanya di panggil ikut duduk di ranjangnya, menatap Yoke yang duduk di extra bed yang di gelar di bawah ranjang Renata. Nadia yang melihat kedua temannya tak jadi tidur, dia pun ikut bangun dan duduk kembali. “Lo mau ngomong apaan sih Ke? Serius amat muka lo” “Ehm... gini Re, ini sih cuma dugaan gue aja ya, hantu Seno itu kan selalu marah sama Kak Dylan, jangan-jangan kematianya itu sebenarnya ada kaitanya sama Kak Dylan” “Maksud lo gimana Ke?” “Jadi... maksud gue, siapa tau Kak Dylan sebenarnya terlibat, ya ini sih cuma dugaan gue aja ya Re, kalo menurut lo gimana Nad?” Sebelum menjawab pertanyaan Yoke, Nadia terlebih dulu menguap
“Renata?”“Ohh... Pak Damar?”“Kamu sedang apa pagi-pagi sekali ada disini Renata? Sendirian pula” Damar yang tidak melihat keberadaan Yoke dan Nadia karena terhalang oleh lemari pun berjalan mendekati Renata yang di pikirnya sendirian.“Ehm.. anu, ini pak, saya sedang dihukum, disuruh menyiapkan peralatan untuk latihan teman-teman”“Tapi ini pagi banget loh, sepi lagi, emang kamu ga takut sendirian disini?”Damar telah berdiri sangat dekat dengan Renata, dia menyentuh dan mengusap lengan Renata pelan, Renata yang mendapat perlakuan kurang nyaman tersebut langsung bergeser menghindar.“Maaf pak, bisa jauhan dikit ga berdirinya”“Ahh, kamu itu suka berlagak malu-malu, disini ga ada siapa-siapa kok, cuma kita berdua” bukanya menuruti ucapan Renata, Damar malah semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Renata.“Ehm..eheemmm.. Renata apa sudah ketemu barang yang kamu cari? Soalnya disini tidak ada.” Nadia berjalan keluar dari tempat persembunyianya, karena tau apa sebenarnya maksud Damar.Da