Home / Romansa / Petaka Malam Tahun Baru / Bab 10 (POV Bastian 3)

Share

Bab 10 (POV Bastian 3)

Author: Evhae Naffae
last update Last Updated: 2021-08-16 23:46:15

#Petaka_Malam_Tahun_Baru

Bab 10 (POV Bastian 3)

“Kalian itu bego! Teman dikeroyok bencis malah nggak ditolongin!” umpatku kesal, masih dengan posisi terbaring di tempat tidur.

“Sorry lama, Bas, tapi ini udah ditolongin kok,” jawab Andra sambil saling pandang dengan teman-temanku yang lain.

“Tapi aku udah ternoda ini!” Kulembar bantal ke wajah Andra.

“Sorry, abisnya waktu kamu telepon aku lagi di klab sama cewek.” Andra menundukkan wajah.

Agghh ... dasar Andra! Padahal waktu para bencis itu mulai mengeroyokku, aku sempat menekan nomor dia dan berharap ia datang tapi nyatanya mereka datang malah setelah tubuh ini terlecehkan dan lebih tragisnya disiram air cabe pula. S1al!!!

“Kamu kok bisa kalah sama bencis sih, Bas?” Amrul mengerutkan dahinya.

“Awalnya ... mereka pura-pura jadi kuntilanak gitu, mana pantai gelap pula. Setelah aku lengah karena ketakutan, mereka langsung beraksi. Agghh ... sial!” jeritku kesal dengan mengepalkan tinju. Aku benci, rasanya tak terima diperlakukan makhluk aneh bertulang lunak itu. Keparat!!! Awas saja, kalau sampai ketemu, kubikin mati mereka! Berani berurusan dengan Bastian, maka hidupnya kupastikan akan hancur.

“Kenapa kamu nggak lapor Polisi saja, Bas? Ini termasuk dalam tindak pidana, para bencis itu bisa dipenjarakan!” ujar Seno, sang calon pengacara. Diantara kami berenam, hanya dia saja yang kuliahnya kelar, yang lainnya masih mangkrak, termasuk aku.

Aku terdiam, sejak tadi subuh, Seno memang menawarkan untuk lapor Polisi tapi aku masih ragu sebab semua yang kualami tadi malam sungguh sangat memalukan. Aku tak sanggup jika semua orang mengetahui berita ini dan sampai masuk koran pula, aku tak mau!

“Kualat sih, mau main sama cewek malah nggak ngajak kita-kita,” ledek Pedro yang kusambut dengan melempar guling tepat ke arah wajahnya.

“Jadi, menurut kamu siapa yang berada di balik musibah yang telah menimpamu ini, Bas?” tanya Seno lagi.

“Aku nggak tahu, semuanya pakai topeng kuntilanak. Yang jelas, mereka bencis semua. Perasaan aku nggak pernah terlihat masalah dengan para pria kurang mateng itu tapi bisa-bisanya mereka malah menodaiku begini.” Aku mengepalkan tangan kesal, kejadian itu lagi-lagi terngiang di ingatan.

“Apa semua ini ada hubungannya dengan Riva? Apa dia yang menyuruh para bencis itu untuk melecehkan kamu, Bas?” Bobby menatapku serius.

Aku menautkan alis dan mulai menyusun runtut poin-poin kejadian sejak awal hingga akhir.

“Mungkin nggak kalau hal yang dialami Bastian adalah karma dari Riva, gadis malang yang sudah kalian renggut kehormatannya dengan mengenaskan?” Seno mengusap wajahnya.

Aku kembali terdiam, kejadian malam petaka yang menimpa Riva kembali berputar di kepala, di mana Seno mencoba menghalangi kami namun Andra, Bobby, Pedro dan Amrul tak mau mendengarkan dan malah ikut menikmati tubuh mantan pacarku itu.

“Bisa jadi itu,” jawab Bobby dengan menatap tajam ke arah kami.

“Terus kita harus apa? Sekarang Bastian, mungkin besok-besok malah kita. Gimana ini?” tanya Pedro cemas.

Kami semua kembali terdiam, keempat temanku itu terlihat cemas kecuali Seno, dia masih santai karena dia memang tak ada terlibat dalam malam petaka Riva. Di antara kami berenam cuma Seno saja yang tak terpengaruh dengan kegiatan menyimpang, walau dia gaulnya dengan kami.

“Apa kalian nggak mau minta maaf kepada Riva? Apa kalian nggak merasa bersalah karena telah menghancurkan kehormatannya?” Seno semakin mengeluarkan kata-kata ampuhnya yang sukses membuat semua teman-temannya semakin bungkam, termasuk aku.

Untuk beberapa saat, kami semua terdiam.

“Ya sudah, aku pulang duluan, ada kuliah sore ini. Semoga cepat sembuh, Bas!” ujar Seno dan langsung melangkah keluar dari kamar.

Taklama setelah Seno pamit pulang, keempat temanku lainnya juga pamit pulang. Aku kembali sendiri dan merenungi nasib sial yang telah kualami. Kuusap wajah yang terasa lelah, lalu merebahkan diri sambil terus memikirkan semua yang kualami selama beberapa bulan terakhir ini. Agghh ... bayangan kejadian tadi malam tak bisa enyah dari kepala ini. Kupegangi kepala dan menggeleng agar bayangan itu tak kembali muncul di memori ingatan. 

Kutekan kontak Tiara dan menyuruhnya ke sini, mengabarkan kalau aku sedang sakit dan minta dibawakan makanan.

Setengah jam kemudian, Tiara langsung datang dan merawatku yang sedang sakit. Dia memang calon istri terbaik, aku semakin mencintainya.

Setelah menyuapkanku makan, Tiara berbaring di sampingku. Dia mulai bersikap seperti biasanya, saat kami kami hanya tinggal berdua saja sebab hubungan itu sudah teramat sering kami lakukan. Dia selalu memberikan apa mauku. Akan tetapi, dengan keadaanku yang seperti sekarang, aku tak lagi bergairah.

“Kamu kenapa sih, Bas?” Tiara merengut saat aku menghindar saat dia hendak mencium bibi*ku.

“Maaf, Sayang, aku sedang sakit, nanti kamu malah ketularan,” jawabku dan berharap dia tak tersinggung karena penolakan ini.

“Ya sudah, aku pulang saja. Kamu istirahatlah dan semoga cepat sembuh!” ujarnya sambil mengambil tas dia ats nakas dan pergi dari kamarku.

Ah, Tiara, maafkan aku, Sayang.

****

Kondisiku masih kurang fit walau sudah beristirahat seminguan. Seno menawarkan untuk ke rumah sakit dan memeriksakan diri tapi aku tak mau walau alat pembuangan dan organ vital masih terasa nyeri. Jangan sampai para bencis itu menulariku penyakit memalukan itu.

Aku melangkah keluar dari kamar lalu duduk di depan televisi. Rasanya bosan sekali, karena ulah para bencis itu, aku tak bisa keluar setiap malam. Kuraih ponsel lalu menelepon Tiara untuk memintanya datang ke sini. Sombong sekali dia, pacar lagi sakit malah nggak dijenguk walau dia tak tahu masalah yang sebenarnya telah menimpaku.

S1al! Tiara malah tak mengangkat panggilan teleponku. Semenjak kejadian itu, dia tak pernah datang ke rumahku lagi. Kenapa dia? Apa dia marah dan tersinggung? Dengan kesal, kuraih kunci mobil lalu berniat untuk keluar walau hanya sekedar untuk mencari angin.

Beberapa saat kemudian, aku sudah melenggang di jalanan tanpa arah. Kuraih ponsel dan menghubungi nomor Andra dan seperti biasa, nomor si gondrong itu paling susah untuk dihubungi.

 

Kulirik jam di pergelangan tangan yang sudah menunjuk ke arah 20.30. Ketelepon Seno lalu menjemput ke rumahnya untuk mengajaknya nyantai di kafe.

“Eh, Andra kok nggak bisa dihubungi, Sen? Sok sibuk sekali dia!” tanyaku saat Seno masuk ke mobilku.

Seno hanya mengangkat bahu, lalu berkata, “Udah sembuh kamu, Bas?”

“Buang air sama BAB masih suka nyeri, kenapa ya? Aku nggak kena sakit kelamin kan, Sen?” tanyaku cemas.

“Makanya ... diajakin ke rumah sakit itu mau, jangan bilang nggak mau melulu. Diajak lapor Polisi juga nggak mau, heran aku sama kamu!” Dia mulai mengomel.

“Bukannya nggak mau, tapi aku tak mau cerita memalukan ini sampai tersebar ke mana-mana. Kalau diperiksa ke rumah sakit, pasti bakal ditanyain dokter penyebabnya. Masa aku harus cerita tentang perkosaan enam bencis itu?” Kubanting setir dengan geram, tepat berhenti di depan kost Andra.

Eh, itu kayak mobil Tiara, ngapain dia ke sini? Aku mengerutkan dahi. Perasaan mulai tak enak, firasat jahat mulai menghantui. Kutinggalkan Seno yang masih berada di mobil, lalu bergegas masuk ke rumah kost temanku itu dan menuju kamarnya.

‘Tok-tok’

Tak ada sahutan dari dalam namun saat kutempelkan telinga ke pintu, terdengar desahan kenikmatan. Andra memang gila dan suka bawa cewek ke kamar kostnya, tapi dugaanku dia malah sedang bersama Tiara.

‘Brak’ 

Pintu langsung terbuka hanya dengan sekali tendangan dan pemandangan tak mengenakan tampak di depan mata. Keparat! S1al! Tiara langsung meraih pakaiannya.

“Kalian berdua gila! Dra, Tiara pacarku dan kami berencana untuk menikah, sialan sekali kamu!” Kudaratkan pukulan di wajahnya.

“Sorry, Bas .... “ ujar Andra lirih sambil memakai kembali pakaiannya.

“Kita putus!” bentakku ada Tiara saat dia mendekat ke arahku. Dengan hati yang kesal, aku keluar dari kamar terkutuk itu. Hati ini sangat sakit, baru kali ini seorang Bastian dikhianati seorang cewek! S1al!

Bersambung .... 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Petaka Malam Tahun Baru   Bab 40 : Tamat

    Petaka Malam Tahun BaruPart 40 (Tamat)Hari ini aku sudah bersiap untuk pulang kampung, walau belum tahu apakah akan kembali ke sini lagi atau tidak. Yang jelas, saat ini aku hanya ingin jujur kepada kedua orangtuaku tentang apa yang sudah kualami dulu. Aku tak mau ada yang ditutup-tutupi lagi, meski kenyataan ini sangat pahit tapi aku sudah berhasil melewatinya. Dengan adanya musibah itu, aku dapat menjadi pribadi yang kuat dan tak pantang menyerah serta bisa membuktikan di mana ada kegigihan dan kesungguhan tekat, maka kesuksesan tetap akan kamu tuai. Percayalah, di setiap ada masalah, pasti akan ada hikmahnya. Allah takkan memberika ujian di luar batas kemampuan umat-Nya.Setelah mengunci rumah, aku segera menuju taxi yang sudah menunggu di depan pagar.

  • Petaka Malam Tahun Baru   Bab 39 : Nisan Tanpa Nama

    #Petaka_Malam_Tahun_BaruPart 39 (Nisan Tanpa Nama)Hari terus berlalu, aku masih disibukkan oleh rutinitas sebagai penasehat hukum para klien yang membutuhkan jasaku. Aku jadi bimbang untuk pulang ke kampung karena jika sudah tinggal di kampung, pendidikan advokatku ini tidak akan berguna sebab keluargaku tinggal di desa terpencil dan jauh dari perkotaan, palingan aku hanya bisa bekerja di kantor desa.Aku merenung di depan meja makan, menatap aneka masakan yang kubeli dengan cara catering sebab aku tak sempat untuk masak karena kepadatan rutinitas. Semua telah kumiliki, uang dan rumah yang mewah tapi semua ini terasa hampa. Ibu dan ayah juga tak mau kuajak tinggal di sini, sebab ayah tak bisa meninggalkan ladangnya.

  • Petaka Malam Tahun Baru   Babal 38 : Spageti Untuk Bastian

    Petaka Malam Tahun BaruBab 38 : Spageti Untuk Bastian[Penggerebekan di sebuah losmen yang terletak di belakang Klab malam, Polisi menemukan beberapa pasangan mesum, salah satunya saudara BS bersama dua wanita malam sedang melakukan pesta narkoba. BS sang terdakwa kasus perkosaan juga sebelum, kini malah menambah berat kasusnya. Pria yang sudah tiga kali berganti nama ini akan dihukum dengan banyak pasal.]Aku tersenyum puas, kubuka lembaran berikutnya berita koran hari ini dan membaca tentang terkuaknya pelaku pemerkosaan di malam tahun baru 2020 silam. Ini kasusku dan seminggu yang lalu juga aku sudah dimintai keterangan. Lima pelaku itu kini sudah mendekam di tempat yang semestinya, akhirnya keadilan sudah berpihak kepadaku.Bastian, akhirnya kamu bisa mendapatkan ganjaran yang setimpal. Bagaimana kabarmu di sana? Sepertinya, aku harus melihat keadaanmu dan membawakan oleh-oleh tentunya. Walau bagaimana pun, kamu itu mantan pacarku dan ayah dari mayat

  • Petaka Malam Tahun Baru   Bab 37 (POV Bastian 12)

    #Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 37 (POV Bastian 12)Agghh ... foto wanita bernama ‘calon istri’ ini menggunakan masker, jadi aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Aku makin penasaran kalau begini. Kubuka galery ponsel Seno, tanggung banget kalo udah megang ponselnya tapi tak bisa dapat info siapa wanitanya ini. Temanku yang satu ini memang agak kudet masalah wanita sebab ia belum pernah sekali pun berpacaran, sebab aku mengenalnya sudah sejak dari kecil.Mataku langsung melotot kaget, melihat beberapa foto wanita yang sudah tak asing ini. Wooww ... di sini juga ada foto mereka berdua, saat di angkutan umum, saat sang wanita tertidur di pundaknya. Ternyata Seno bermain di belakangku, bisa-bisanya dia mendekati musuh bebuyutanku. Pantas saja dia begitu girang dan mendukung Amrul untuk menyerahkan diri kepada Polisi atau mungkin juga memang ia yang membujuk Amrul agar kami juga terseret.“Kopi, Bas.” Seno meletakkan cangkir kopi di

  • Petaka Malam Tahun Baru   Bab 36 (POV Bastian 11)

    #Petaka_Malam_Tahun_BaruPart 36 (POV Bastian 11)Kulempar ponsel ke sofa, semuanya memang menyebalkan dan ditambah lagi, Seno telah mengundurkan diri sebagai pengacaraku. Ini sih, hukuman 20 tahun sudah di depan mata. Derra, penuturan darinya di depan pengadilan membuatku semakin tersudut. Aku yakin, ini pasti suruhan mamanya. Ia pasti memang disuruh untuk mengaku kalau kuperkosa.Taklama kemudian, terdengar bunyi bel di depan pintu apartementku. Kuraih remot untuk membukanya tanpa harus berjalan lagi. Itu pasti Bobby, sebab tadi dia sudah meneleponku dan mengatakan hendak ke sini. Pintu terbuka masuklah empat temanku, Bobby, Andra, Seno serta Amrul yang kini sudah kurus kering.“Woy, kok Si Penderita HIV ini dibawa ke sini sih?” tanyaku kaget melihat penampakan teman yang sudah lama tak pernah kulihat itu. katanya dia direhap, dan aku tak berkeinginan untuk membesuknya.Amrul duduk agak jauh dari kami, ia juga mengenakan masker, juga

  • Petaka Malam Tahun Baru   Bab 35 (POV Seno) : Sidang Pertama

    #Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 35 (POV Seno : Sidang Pertama)Dasar, Bastian, biar sudah begitu juga, dia masih belum bisa insyaf. Aku tak habis pikir dengan cara pikirnya. Wajar saja orangtua Derra begitu meradang, anaknya masih kecil gitu namun sudah diperawani olehnya, dan orangtua mana pun pasti melakukan hal yang sama, walau sang pelaku berniat menikahi putrinya. Aku juga tak yakin, temanku yang bajingan itu benaran tulus kepada bocah 16 tahun ini, bisa-bisa setelah menikah, Derra malah akan tekanan batin hidup bersamanya.Bastian, Bastian, biar sudah tiga kali ganti nama dan identitas pun, kesialan akan terus menerpamu sebelum kamu benar-benar insyaf dan menyesali segala kesalahanmu. Cuma tinggal Bastian dan Andra saja yang masih belum sadar ini, kalau Pedro, kini ia sudah resmi menjadi tersangka penabrakan itu dan kini sedang menjalani masa hukuman.Tiba-tiba, ponsel yang kini ada di dalam genggamanku bergetar, segera dan kulihat notifikasi apakah it

  • Petaka Malam Tahun Baru   Bab 34 : Mantan Kurang Ajar

    #Petaka_Malam_Tahun_BaruPart 34 (POV Bastian 10) : Mantan Kurang AjarSial! Mantan kurang ajar, beraninya dia menyiramku dengan air comberan yang baunya bikin muntah begini. Benar-benar kelewatan dia! Aku mengumpat sepanjang jalan dan menyuruh Seno untuk mengebut biar cepat sampai. Dia sih enak, cuma kecipratan sedikit saja, lahh aku ... pas kena muka dan ada yang masuk ke tenggorokan juga malah.Sesampainya di apartement, aku langsung berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan semua jatah makan siangku karena bau yang teramat sangat ini. Entah apa saja ramuan yang dibuat Pengacara sok kondang itu, awas saja kamu! Bukan Bastian namanya kalau tak bisa membalas perlakuanmu. Akan kudatangi dukun santet, biar kamu yang bakalan ngejar-ngejar aku dan minta ditiduri. Agghh ... kok malah mesum lagi pikiranku, padahal karena efek terlalu mesumlah hingga aku dijeret pasal berlapis dengan ancaman hukuman 20 tahun. Apa jadinya aku jika akan mendekam di sana? Ya Tuhan, terl

  • Petaka Malam Tahun Baru   Bab 33 : Memohon Bantuan

    Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 33 (POV Bastian) : Memohon BantuanSore ini, Seno mengajakku untuk ke rumah Rivana. Walau agak ragu, tapi mencoba untuk memberanikan diri, walau pertemuan terakhir kami, dia meneriakiku jambret dan akibatnya harus menginap seminggu di jeruji besi.Seno membunyikan bel dan taklama kemudian, muncullah mantan pacar yang dulu pernah kucintai itu. Begitu banyak kenangan manis yang kami lewati selama dua tahun berpacaran, walau aku hanya kebanyakan napsu saja dengannya. Untuk sesaat, kami saling pandang, dia terlihat terkejut melihat kedatanganku dengan Seno.“Assalammualaikum, Rivana,” ujar Seno dengan raut wajah datar.Rivana tak menjawab salam dari Seno, ia malah hendak menutup kembali pintu tapi temanku itu segera menahan pintu itu.“Riva, aku ke sini hanya mengantar Bastian. Dia ada keperluan denganmu dan ingin menggunakan jasamu, sebagai pengacara” ujar Seno.“Pergi kalian dari

  • Petaka Malam Tahun Baru   Bab 32 : Dia Rivana?

    #Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 32 (POV Bastian 8) : Dia Rivana?“Tuhan akan murka jika umat-Nya tak mau mengakui kesalahan dan mempertanggung jawabkannya!”Apa maksud Seno mengatakan hal itu? Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di kepala ini, membuat hidupku tak tenang saja. Apa dia mencoba menghakimiku? Sudah kubilang, aku takkan pernah mau untuk menyerahkan diri kepada polisi, apalagi kejadian itu sudah tujuh tahun berlalu. Rivana saja tak melaporkan hal itu, artinya ia tak masalah akan kelakuanku. Bisa jadi juga, ia telah menganggapnya inpas karena segala yang telah kuberikan selama dua tahun berpacaran dengannya. Bagaimana tidak? Aku sudah menganggap ia seorang istri yang harus kunafkahi setiap bulannya, juga memenuhi segala kebutuhannya mulai dari pakaian dan segala perlengkapan lainnya. Tempat tidur yang ada di kamar kostnya saja, aku yang membelikan. Setiap bulan, aku selalu mentransfernya uang mulai dari dua juta hingga lima juta dan itu hany

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status